🎭 • 36

253 35 2
                                    

Hai selamat datang di cerita Topeng part ketiga puluh enam

Selamat malam para kesayanganku
Gimana kabar kalian?
Semoga kalian masih sehat dan tetep di rumah aja ya
Kalian kangen gak nih sama lapak ini?
Kangen gak nih sama author?
Kalok aku kangen banget sama kalian padahal dua hari sekali pasti ketemu

Yuk

SELAMAT MENIKMATI CERITA

🎭

"Gue cuma bisa menyakiti tanpa pernah minta maaf."

Pandangan mata Aldi mulai melunak. Aldi meruntuki dirinya yang sudah terlalu keras pada gadis di sebelahnya dengan terus memaksa perasaan Salsha agar berbelok ke arahnya, tanpa peduli dengan apa saja yang sudah gadis itu alami. Tentu. Gadis itu pantas mendapat laki-laki yang lebih baik dari dirinya.

"Ya ampun, Sal!! Kenapa lagi sih?! Sini gue bantu!" Rindu serta Ratu mengambil alih Salsha lalu memapahnya masuk ke dalam kelas, menghiraukan Aldi yang masih terdiam di depan XI MIPA 1.

"Pilihan sekarang ada pada diri lo, Di." Candra tiba-tiba datang dan menepuk bahu Aldi, "pilih berhenti atau jatuh berkali-kali."

Aldi kembali dibuat termenung. Tentu keduanya bukanlah pilihan yang bagus karena kedua pilihan itu sama menyakitkannya. Kedua iris matanya kini mengarah pada Candra yang masih setia menunggu jawaban dari mulut Aldi. Hati Aldi sungguh bimbang.

"Harus gue jawab sekarang?"

Candra tersenyum tipis. "Semakin lama memutuskan, rasa sakit itu akan semakin bertambah nantinya."

Aldi memejamkan mata sejenak lalu membukanya kembali. "Beri gue waktu satu malam."

Candra mengangguk lalu merangkul bahu sahabatnya itu. Aldi sudah Candra anggap saudara kembarnya dan sebagai seorang saudara kembar, sudah sepatutnya mereka saling membantu bila ada masalah dan itu yang saat ini tengah Candra lakukan. Mencoba melepaskan rasa sakit dan juga menghindarkan Aldi dari rasa sakit besar yang akan datang nanti. Candra tak ingin Aldi lemah hanya karena seorang gadis.

"Heh! Minggir lo berdua!!" sentak Ratu yang baru saja keluar dari kelas.

Lekas Aldi dan Candra menyingkir dari jalan Ratu sebelum gadis galak itu mengamuk dan mencabik-cabik keduanya. Tepat setelah Ratu pergi, iris tajam Aldi menangkap sosok Rafa yang tengah berceloteh bersama siswa lain dengan cara berbisik seolah apa yang mereka bicarakan tak boleh sampai ke telinga orang lain.

Seketika tuduhan Yuni waktu itu terngiang di kepalanya. Entah mengapa hatinya saat ini setuju dengan apa yang Yuni ucapkan. Lekas Aldi merogoh saku celana abu-abunya, mengambil ponsel lalu menghubungi seseorang yang kemungkinan bisa memberinya informasi.

Hingga di detik kelima, orang yang Aldi hubungi mengangkat telepon.

"Halo," ujar orang itu dengan nada yang amat malas.

"Halo, itu lo mau kemana?" tanya Aldi sembari terus memperhatikan gerak gerik Rafa beserta siswa yang ia ajak ngobrol.

"Mau ke ruang OSIS lah! Pake nanya lagi!!"

Aldi menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga karena jeritan Ratu sukses membuat telinganya berdengung.

"Bisa gak lo bantu gue?"

"Bantu apa sih? Kerjaan OSIS gue banyak!"

"Ini juga termasuk kerjaan OSIS, Buk."

"Apaan?"

"Lo liat Rafa di taman sekolah kan?"

Tak ada jawaban dari Ratu. Mungkin gadis itu sedang memastikan keberadaan Rafa. 

TOPENG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang