🎭 • 51

281 33 16
                                    

Hai selamat datang di cerita Topeng part kelima puluh satu

Happy satnight para kesayanganku
Happy Helloween juga buat kalian pecinta horror dan segala hantu hehe
Udah akhir bulan aja ya, gak kerasa banget dah
Dan malam Minggu kayak gini tu enaknya baca Topeng
Iya gak?

Yuk lah

SELAMAT MENIKMATI CERITA

🎭

"Jangan keras-keras nariknya, Al. Nanti gue jatuh."

Telinga Aldi rasanya sangat panas karena sejak tadi hanya itu yang terdengar. Laki-laki ber-iris tajam itu sesekali mendengus sambil terus menarik tangan Zea menuju tempat dimana hanya akan ada mereka berdua. Jujur saja Aldi sangat ingin Zea lenyap dari hidupnya sekarang juga.

Hingga tibalah keduanya di rooftop yang entah kenapa nampak jauh lebih mencekam ketimbang hari-hari biasanya. Namun Aldi tetap percaya diri dan segera menuntun Zea untuk duduk di atas pembatas.

"Kok duduk di sini? Gue takut jatuh." Zea menatap ngeri ke arah bawah dimana terdapat halaman upacara Ananta. Mungkin sedikit saja dirinya bergerak, dirinya pasti akan jatuh dan langsung kehilangan nyawa saat itu juga.

"Gak usah protes. Di sini, gue yang megang. Lo gak lupa kan kalok gue ini ketua OSIS Ananta?" Nada bicara Aldi pun turut menyeramkan, seperti ingin menerkam Zea.

"Al, kok gitu sih? Gue ke sini tujuannya cuma nyari lo. Salah ya?" Zea menundukkan kepala dengan kedua telunjuk yang beradu. Berusaha bersikap se-menggemaskan mungkin agar Aldi tak jadi marah padanya.

Namun rupanya itu tak berhasil mengingat wajah Aldi yang kini sarat akan rasa marah dan juga kesal.

"Of course wrong! Ini sekolah dan lo yang bukan warga sekolah gak sepantasnya berkeliaran di sini. Lo pernah diajarin tata krama gak sih?" Aldi menarik napas setelah berucap sedikit kasar agar amarahnya mereda, setidaknya sedikit.

"Tapi gue kan keponakan kepala sekolah." Zea masih mencoba membela diri namun tidak berani menatap kedua mata tajam Aldi.

"Mau lo istri kepala sekolah pun, kalau nyatanya lo bukan warga Ananta lo gak berhak ada di sini. Lo pikir ini sekolah punya nenek moyang lo?" Entah kenapa setiap melihat wajah Zea, Aldi bawaannya pengen marah terus.

"Al, kenapa jadi kayak gini sih? Kenapa lo sekarang kasar sama gue? Apa salah gue?" Nada suara Zea mengecil diiringi dengan setetes air mata yang terjun bebas dari pelupuk matanya.

Aldi memijit pelipisnya yang terasa berdenyut. "Ze, gue kasi tau ya. Hanya karena lo benci liat gue sama Salsha, bukan berarti lo ngambil jalan pintas dengan melakukan hal menjijikkan kayak gitu. Lo pikir cinta bisa terbentuk karena terpaksa? Lo masih bisa bersaing secara sehat yang pastinya akan lebih gue hargai."

Air mata Zea luruh semakin deras karena seumur hidup ia tak pernah mendapat kata-kata sepedas itu. Batinnya berguncang dan rasanya ingin menangis kencang saja. Ternyata menaklukkan Aldi tak semudah yang ia bayangkan dan dirinya sudah pasti kalah telak dengan Salsha yang notabennya hanya diam.

Tapi apa daya, nasi sudah jadi bubur. Cepat atau lambat, Aldi dan Zea harus segera menikah dan hidup bersama anak yang sedang dikandung Zea.

"Tapi Al, ini anak lo. Ce.. cepat atau lambat lo akan menjadi seorang ayah dan lo.. lo gak bisa ngelak itu." Zea berucap pelan disela isakannya. Tapi apa yang Aldi perbuat? Laki-laki itu memilih diam sambil bersedekap menatap langit.

"Terus aja tampar gue dengan kenyataan. Ngelepas Salsha bukannya dapet yang lebih baik malah dapet yang kayak lo."

Retak sudah hati Zea dibuatnya. Sungguh, Aldi jauh lebih jahat dari mantannya yang dulu lebih memilih menikah dengan gadis lain ketimbang dirinya. Salsha dan hanya Salsha saja yang ada dalam pikiran juga hati calon tunangannya itu. Mau tau bagaimana rasanya? Seperti ditusuk oleh belati yang dilumuri racun mematikan.

TOPENG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang