🎭 • 43

310 39 14
                                    

Hai selamat datang di cerita Topeng part keempat puluh tiga

Met malam para kesayanganku
Gimana kabar kalian?
Masih sibuk sama tugas online?
Seberapa besar keinginan kalian buat belajar tatap muka?
Kalok aku besar banget🥺
Ya udah, daripada galau mending baca Topeng

Yuk lah

SELAMAT MENIKMATI CERITA

🎭

Salsha melangkah menuju kelas dengan air mata yang entah sejak kapan berderai. Di tengah jalan Salsha tersadar dan langsung menyeka seluruh air mata, baik yang sudah mengalir atau pun masih menggenang di pelupuk mata. Setelah yakin tak ada air mata lagi, Salsha melangkah kembali menuju kelas yang letaknya tak jauh dari tempat ia menyeka air mata tadi.

Entah perasaan Salsha saja atau memang seisi koridor tengah membicarakan dirinya sekarang? Dari beberapa bisikan yang Salsha tangkap, sudah pasti berita Salsha menghajar Yuni sudah tersebar luas ke seluruh Ananta dan sebentar lagi pasti akan sampai ke telinga Harrie.

Kala sampai di kelas, tatapan aneh dari para penghuni kelas menyambut kedatangannya. Dengan canggung Salsha berjalan menuju bangku miliknya kemudian perlahan mendaratkan bokongnya di atas kursi. Kali ini, Rindu dan Ratu nampak enggan menyeret kursi mereka untuk bertanya ini itu seperti biasanya.

Sasya menutup buku tebal yang ia sebut novel kemudian berbalik badan menghadap Salsha. "Ikut gue."

Salsha yang sedikit kaget mendengar perintah Sasya hanya bisa menurut. Mengikuti langkah kaki Sasya yang perlahan membawanya menuju rooftop, karena kalau ke halaman belakang akan sangat tidak mungkin untuk berbicara serius mengingat waktu istirahat masih sekitar sepuluh menit.

Kedua gadis yang jika dilihat sekilas nampak sama itu duduk di atas pembatas rooftop. Menghirup banyak-banyak udara yang jauh lebih segar dibanding berada di bawah.

"Gue masih sahabat lo kan?" 

Salsha tertoleh mendengar pertanyaan Sasya yang terdengar lebih lunak dari biasanya. Salsha masih belum paham akan kemana arah pembicaraan itu nantinya.

"Masih."

"Seekor keledai yang membawa barang banyak dan berat, gak akan bisa menempuh perjalanan panjang dan akan mati karena kelelahan. Tapi, kalau dia membagi sedikit barang bawaannya kepada seekor kuda, maka keledai itu bisa menempuh perjalanan sejauh apapun." Kepala Sasya terangkat, menatap langit cerah yang ditutupi sedikit awan yang bergerak secara perlahan.

"Gak ada salahnya lo berbagai semua beban ke siapapun yang lo percaya. Gue contohnya." Sasya kembali memandang Salsha yang sejak tadi tak lepas memandangnya.

"Tapi kalau nyatanya si kuda mau mengambil semua barang yang si keledai bawa untuk meringankan beban si keledai, maka kuda itu yang akan berakhir mati. Oleh sebab itu gue gak mau terlalu banyak berbagi," ucap Salsha yang kini tengah menatap lurus ke depan.

Sasya tersenyum. "Ya gak usah semuanya dibagi kalau gitu. Setengahnya aja cukup, lumayan kan meringankan beban lo?"

Salsha mengambil napas sejenak karena sebentar lagi dirinya akan berceloteh panjang pada Sasya.

"Dengan bodohnya gue nyuruh laki-laki yang sedang memperjuangkan hati gue untuk berhenti. Gue pikir, itu akan berhasil meringankan sedikit dosa gue karena terus menerus menyakiti hati dia dengan suka sama laki-laki lain. Tapi nyatanya gue salah." Salsha menjeda sejenak ucapannya. Sementara Sasya nampak anteng mendengarkan segala curahan hati Salsha tanpa berniat untuk memotong, karena Sasya paham betul sahabatnya itu tidak suka dipotong saat berbicara.

"Pada akhirnya gue nyiksa diri gue sendiri saat liat sikap dia yang gak sama lagi kayak dulu. Raganya yang perlahan menjauh dan susah banget gue gapai, membuat gue gelisah sendiri dan susah tidur tiap malem. Hati gue juga rasanya sakit saat dia bilang lagi memperjuangkan hati yang lain. Salahkah keputusan gue, Sya?"

TOPENG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang