🎭 • 34

267 28 3
                                    

Hai selamat datang di cerita Topeng part ketiga puluh empat

Maaf banget karena updatenya baru sekarang
Semoga kalian gak berhenti baca Topeng hihi
Jangan lupa selalu jaga kesehatan
Jangan keluar dulu kalok bisa
Okey?

Yuk

SELAMAT MENIKMATI CERITA

🎭

"Tau-tau ditinggal nikah aja pas H-1 acara pertunangan gue sama pacar gue. Katanya dia buat anak orang hamil." Zea mendadak jadi murung setelah Aldi menanyakan sebab dibalik hadirnya Zea di club kemarin.

Dengan ragu Aldi menjulurkan tangan kanannya lalu mengelus lembut bahu Zea, berharap ada rasa iklas yang bisa ia salurkan. Rupanya kesedihan yang Aldi terka kemarin memang benar adanya.

"Kalok lo perlu teman curhat, jangan ragu hubungi gue. Sini ponsel lo." Aldi menyambar ponsel Zea yang kebetulan tergeletak di atas nakas kemudian mengetikkan 12 digit nomor miliknya, tak lupa menyimpannya juga.

"Makasi, Di. Tar gue kasi tau alamat apartemen gue kalau seandainya lo mau main ke sana." Zea tersenyum sangat manis hingga kedua matanya terlihat seperti bulan sabit.

"Makasi juga lo udah bayarin kamar ini buat gue," ujarnya lagi.

Aldi mengangguk lalu ikut tersenyum. Sungguh, kedua tangan Aldi yang berada di atas paha sangatlah gemas dengan pipi Zea yang sejak tadi digembungkan lalu dikempiskan oleh si pemilik. Tingkah Zea sangatlah tidak cocok dengan umurnya yang lebih tua dua tahun dari Aldi.

"Eh iya, gue harus ke sekolah sekarang. Senang kenal sama lo." Aldi beranjak keluar dari kamar Zea dengan langkah tergesa-gesa karena ia baru sadar kalau waktu sudah menunjuk pukul setengah tujuh.

***

Salsha menuruni tangga dengan langkah ragu dan tangan yang saling meremas. Tak pernah ia merasa segugup ini saat hendak bertatap muka dengan Harrie, bahkan Salsha akan selalu berusaha terlihat sombong di hadapan papanya. 

Saat hendak duduk di tempat duduk biasanya, Candra tiba-tiba datang lalu duduk seenaknya di tempat yang Salsha incar. Membuat gadis itu mau tak mau mengambil tempat di sebelah Harrie yang tengah sibuk dengan tablet kepunyaannya.

Salsha menyantap sarapan paginya sambil sesekali mencuri pandang ke arah Harrie yang masih sibuk dengan tablet. Sudah lama sekali rasanya Salsha tak melihat paras papanya. Dirinya selalu memberi tatapan penuh kebencian dan mengibarkan bendera perang pada Harrie hingga ia tak sadar ada fakta besar yang selama ini disembunyikan darinya.

"Ada apa, Sal?" tanya Harrie dengan kedua mata yang masih fokus pada tablet.

Gadis ber-softlens hitam itu menggeleng pelan kemudian kembali melanjutkan aktivitas sarapan paginya. Bibirnya terasa sangat kelu hanya untuk sekedar mengucap kata 'maaf' sampai kata itu tertelan kembali dan enggan untuk keluar.

"Om, bilang sama Mama dan Papa kalau Candra lolos seleksi PASKIBRA buat lomba bulan depan ya." Candra berusaha mencairkan suasana.

"Kenapa tidak kamu saja yang bilang?" Harrie nampak enggan melepaskan pandangannya dari tablet.

"Kalau Candra sendiri yang bilang mereka gak akan percaya. Tolong lah, Om." 

Harrie menghela napas lalu mengangguk samar. "Nanti Om bilang sama mereka. Sekarang kalian sekolah sana."

"Ayo, El." Candra beranjak dari duduk lalu menarik tangan Salsha menuju teras.

"Makasi udah bantuin gue." Salsha berucap pelan sambil terus berjalan beriringan bersama Candra menuju mobil yang terparkir rapi di garasi.

TOPENG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang