🎭 • 57

317 39 22
                                    

Hai selamat datang di cerita Topeng part kelima puluh tujuh

Selamat malam Jumat mwuehehehe
Semoga kalian tidur nyenyak setelah baca part ini

Perhatian! Part ini mengandung sedikit bawang
Siapkan hati kalian yang bisa saja nanti akan meledak
Canda

SELAMAT MENIKMATI CERITA

🎭

Gadis berpakaian pasien rumah sakit itu mengerjakan mata, berusaha menyesuaikan cahaya yang mendadak diterima oleh matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit berwarna putih dengan sebuah lampu berukuran kecil di tengah-tengahnya. Matanya mulai bergerak ke arah kanan dimana terdapat sebuah jendela berukuran sedang dan juga pintu kamar mandi yang kebetulan terbuka.

Kini bola matanya bergerak ke kiri dimana terdapat sebuah nakas yang di atasnya berisi sekeranjang buah-buahan segar serta beberapa bungkus obat. Terakhir, gadis itu mengarahkan matanya ke arah sofa dan juga seorang laki-laki yang masih terlelap.

Raut wajah tenang itu benar-benar membuatnya terpesona hingga seulas senyum pun terbit. Perlahan, ia mencoba untuk bangun dari posisi tidur dan berniat untuk duduk bersandar di kepala brankar. Namun tiba-tiba saja sebuah rasa sakit yang tidak main-main datang dari perutnya.

"Aduh!" pekiknya.

Tentu pekikan lumayan kencang itu membuat tidur Aldi terganggu. Laki-laki yang panik kala melihat Zea yang terlihat begitu kesakitan segera menekan sebuah tombol di dekat brankar guna memanggil dokter.

"Ze, lo kenapa? Dimana yang sakit?"

"Kenapa perut gue sakit banget, Al?" rintih Zea dengan air mata yang sudah mengalir deras.

"Sebentar lagi dokter datang. Tahan ya." Aldi berucap sambil mengelus lembut rambut Zea.

"Ada apa, Aldi?" tanya dokter yang baru tiba bersama seorang suster.

"Perut Zea tiba-tiba sakit, dok."

"Oh, itu biasa terjadi setelah orang selesai operasi. Sakitnya mungkin akan hilang dalam beberapa hari."

"Jadi tidak apa-apa, dok?"

"Tidak. Kalau begitu kami permisi. Jangan lupa diminum obatnya."

"Terima kasih, dok." Aldi menghela napas lega, sementara Zea masih meringis kecil sambil mengelus perutnya yang anehnya menjadi rata kembali.

Perlahan Zea menyingkap sedikit baju yang ia kenakan hingga nampaklah sebuah bekas jahitan memanjang dari kanan ke kiri di perut bagian bawah. "Gue habis operasi apa, Al?"

Aldi terdiam selama beberapa saat, tidak tega rasanya apabila Aldi memberitahu berita duka ini pada Zea. Aldi kembali mengelus rambut Zea tanpa berani menatap kedua mata milik seorang ibu yang baru saja kehilangan anaknya.

"Pengangkatan janin."

Kali ini giliran Zea yang terdiam selama sepuluh detik, bahkan air matanya turut luruh tanpa aba-aba. Tangan kanannya meraba perut yang sudah tidak berisi lagi. Zea tentu menyayangi anak itu walau hadirnya dia terjadi karena sebuah kesalahan. Sebagai seorang ibu ia merasa amat terpukul mendengar anaknya pergi sebelum melihat dunia.

"Nggak, itu nggak mungkin. Jangan bohong deh, Al. Gak lucu dan gue gak akan ketawa. Dia pasti masih ada dan dia yang akan berjalan bersama gue sampai gue mati nanti. Jangan bercanda, Al!" Bersamaan dengan tertutupnya kedua mata Zea, air mata yang menggenang pun mengalir deras sampai membasahi bantal putih khas rumah sakit.

"A.. anak gue gak mungkin ninggalin ibunya sebelum ngelihat betapa indahnya dunia ini. Dia satu-satunya kekuatan yang gue punya untuk hidup ke depannya. Katakan ini bohong. Aldi!" Zea tidak memukuli Aldi, tidak juga mengacak-acak brankar. Yang ia lakukan hanya menangis keras hingga suaranya berubah menjadi serak.

TOPENG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang