🎭 • 39

242 39 12
                                    

Hai selamat datang di cerita Topeng part ketiga puluh sembilan

Apa kabar kalian para kesayanganku?
Kayak udah lama banget aku gak ketemu kalian huhu
Maapkan telat lagi, tugas lagi banyak-banyaknya
Capek juga ya sekolah onlen
Gimana kabar kalian yang sekolah online?
Btw udah hampir part 40 aja nih hehe
Gak kerasa ya
Makasi banyak buat kalian yang selalu baca setiap aku update
Aku selalu seneng liatnya

Yuk

SELAMAT MENIKMATI CERITA

🎭

"Mulai sekarang, Salsha menolak dengan keras kehadiran Mama di rumah ini. Salsha benci Mama!"

Seperginya Jasmine, seluruh air mata yang sejak tadi Salsha tahan akhirnya berlomba-lomba mengalir turun. Seluruh tenaganya habis hanya untuk mengeluarkan segala kata kasar yang seharusnya tidak pantas ia ucapkan pada mamanya sendiri.

Tubuh Salsha perlahan merosot ke lantai bersamaan dengan terusnya air mata mengalir. Harrie berjongkok guna mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan sang anak. Kedua tangan laki-laki setengah baya itu terjulur lalu menyeka semua air mata yang terjun bebas dari pelupuk mata Salsha.

"Anak Papa kuat kan? Masak segini aja nangis?"

Salsha tercengang mendengar nada bicara halus yang baru kali ini Salsha dengar dari mulut Harrie. Kini, hatinya tengah dipenuhi oleh rasa senang dan juga rasa sedih. Tapi, bukankah ini yang Salsha inginkan? Bisa menikmati perlakuan lembut dari Harrie. Lekas Salsha menyeka semua air mata yang membasahi mata dan juga pipinya lalu gadis itu memaksa bibirnya untuk tersenyum semanis mungkin.

"Pasti kuat lah. Lagi pula, Mama pantas mendapatkan itu. Papa gak usah mengkhawatirkan Salsha. Di sini, kan ada Candra yang jagain." Salsha berucap dengan nada serak karena habis menangis.

Harrie pun turut tersenyum, lalu tangan kanannya merayap naik menuju puncak kepala Salsha dan membelainya lembut. Harrie sungguh merindukan anak kesayangannya ini. Memakai topeng seperti beberapa tahun belakangan sangat menyiksa hati Harrie. Sering kali dirinya harus tega melihat wajah masam serta lesu bahkan air mata dari sang anak. Harrie meruntuki dirinya sendiri.

"Sekarang, mending kamu makan sebelum makanan yang kamu beli basi. Papa mau mandi dulu." Harrie tersenyum hangat.

Harrie lalu beranjak dari posisi berjongkok kemudian berjalan menuju kamar miliknya. Ruang tamu kini senyap karena hanya menyisakan Salsha dan Candra. Perlahan Salsha melangkah menuju sofa kemudian menghempaskan raga lelahnya. Candra pun kini turut duduk di sebelah sepupunya yang amat rapuh itu.

Tangan kanan Candra terjulur untuk mengelus bahu Salsha. Berusaha menyerap setidaknya sebagian dari rasa sakit yang sedang Salsha terima walaupun nyatanya tidak akan pernah bisa.

"Mau gue ambilin makanan?" Candra berucap pelan.

Salsha tersenyum tipis kemudian menoleh. "Apa makanan cukup bikin apa yang nimpa gue sekarang ini hilang?"

"Ya, enggak sih. Tapi kan setidaknya lo bisa lupa sejenak. Menghadapi masalah hanya dengan merenung juga gak baik, El. Lo harus berani bangkit bahkan menghadapi masalah itu dengan bijak. Makan ya?"

Salsha menghela napas berat kemudian mengangguk pelan, membuat senyum Candra terbit. Lalu Candra lekas beranjak menuju dapur untuk mengambil makanan yang tadi mereka beli. Tak butuh waktu lama, Candra kembali dengan beberapa kantung plastik dan juga beberapa piring di kedua tangan.

"Mau makan apa dulu?" ucap Candra sembari membongkar semua belanjaan mereka.

Salsha lebih memilih bungkam namun telunjuknya bergerak menunjuk salah satu bungkus plastik yang di dalamnya berisi sekotak ayam goreng lengkap dengan nasi. Dengan senang hati Candra mengambilkannya, membuka kotaknya, memindahkan isinya ke atas piring kemudian memberinya pada Salsha.

TOPENG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang