🎭 • 19

301 34 4
                                    

Hai selamat datang di cerita Topeng part kesembilan belas

Apa kabar kalian semua?
Semoga kalian tetep sehat ya
Jangan sakit
Hari gini nyari obat sama dokter tu susah

Udah sejauh ini aja ya Topeng
Gak nyangka
Walaupun di sini masih banyak pembaca gelap sih
But it's okay
Aku paham kok
Tapi setidaknya kalian hargai aku dengan satu vote ya

Yuk ke ceritanya

SELAMAT MENIKMATI CERITA

🎭

Aldi terdiam menatap punggung Salsha yang kini tengah berjalan menjauh dari pembatas rooftop hingga akhirnya tubuh mungil itu hilang ditelan belokan. Tubuhnya masih terasa kaku untuk sekedar mengejar gadis itu atau mengatakan kalau 'semua pasti akan baik-baik saja'. Aldi terlalu pengecut untuk sekarang.

Ada rasa sakit yang mencuat begitu melihat raut wajah kecewa Salsha ketika membaca surat dari orang tuanya itu. Tanpa bertanya pun orang pasti tau kalau Salsha tidak mau perjodohan itu ada. Sangat berbanding terbalik dengan Aldi yang entah kenapa mulai setuju dengan perjodohan ini. Dirinya mulai terbiasa dengan keberadaan Salsha di sisinya.

Laki-laki itu mengacak rambutnya yang sudah ia sisir rapi. Sungguh, dirinya paling benci berada dalam suasana hati yang tidak jelas mengapa ini. Karena merasa urusannya telah selesai, Aldi segera beranjak turun dari rooftop sebelum hal yang tidak-tidak terjadi. Misalnya arwah kakak kelasnya yang meninggal bunuh diri tiba-tiba menghantui dirinya atau yang lain. Aldi benci memikirkan itu.

***

Salsha berjalan lunglai melewati koridor yang ramai dengan perbincangan hangat para siswa dan siswi Ananta. Benar saja, setelah dirinya selesai membaca surat yang diberi oleh keluarga Aldi, seisi koridor tiba-tiba saja membicarakan tentang perjodohannya dengan Aldi. Memang ucapan para penghuni koridor tidak mengarah ke negatif, tapi tetap saja dirinya belum siap untuk menjadi pusat perhatian apalagi penyebabnya karena latar belakang keluarga. Jadi pusat perhatian karena prestasi yang didapat saja sudah cukup baginya.

"Cocok sih mereka berdua. Cantik sama ganteng. Tapi, gue kasian sama Eleora."

"Kenapa?"

"Lo kayak gak tau gimana ketua OSIS Ananta aja. Aldi kan gak suka banget sama yang namanya Eleora."

"Ya udahlah. Kita bisa apa? Mereka itu gajah-gajah raksasa dan kita ini cuma upik abu yang gak kelihatan."

Ucapan siswi itu disetujui oleh teman-temannya membuat Salsha ingin cepat-cepat melewati koridor dan segera menuju kelas, walaupun dia tau teman-teman kelasnya pasti akan langsung menjejalinya dengan berbagai pertanyaan.

Kedua kaki jenjangnya kini sudah menginjak lantai putih bersih XI MIPA 1 yang mendadak sepi karena kedatangannya. Salsha lalu berjalan dengan canggung menuju bangku kepunyaannya tanpa berani menatap teman-teman kelasnya.

Ratu dan Rindu cepat-cepat menyeret kursi mereka agar lebih mendekat ke arah Salsha yang masih setia menunduk. Sementara Sasya seperti biasa, tidak peduli dan tidak mau terlalu ikut campur. Ratu menatap lekat Salsha yang masih masih nyaman dengan posisi menunduknya lalu tangan kanannya terjulur untuk menarik dagu Salsha ke atas agar gadis berbando merah itu menatap kedua iris matanya.

"Kenapa gak ngasi tau soal ini?" Ratu menatap Salsha dengan kilatan penuh kecewa yang tercetak jelas dikedua manik matanya, membuat Salsha semakin merasa bersalah. Gue belum siap, Rat, pikir Salsha.

"Lo anggap kita apa selama ini?" lanjut Ratu dengan tangan kanan yang masih bertengger di dagu Salsha.

Salsha kemudian mengalihkan pandangannya dari Ratu dan juga Rindu yang sejak tadi lebih memilih bungkam. Peristiwa itu juga tak luput dari perhatian seluruh kelas. Karena, berita ini sudah menyebar luas ke seluruh penjuru Ananta dan mungkin saja para guru dan kepala sekolah mengetahuinya juga.

TOPENG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang