DUA PULUH TUJUH

39.8K 3.9K 135
                                    

'Posisikanlah tangan pada tempatnya!'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Posisikanlah tangan pada tempatnya!'

***

Saat ini hidup tidak terlepas dari namanya kamera. Setiap gerakan dan aktivitas yang dilakukan akan terekam didalamnya. Dimana ada manusia, maka blitz kamera akan mengintai.

Usai Upacara kemerdekaan Republik Indonesia, semua yang menyukseskan upacara melakukan pendokumentasian. Hal seperti ini sudah lazim dilakukan diantara kegiatan yang ada, baik formal maupun nonformal.

Foto tersebut akan digunakan untuk laporan ekstrakurikuler dan juga laporan media sosial kaum yang ada difoto tersebut.

Bukan hanya anggota-anggota paskibra yang berfoto, peserta upacara dari kelas X, XI, dan XII juga masing-masing mengambil foto. Ada yang berpose sendiri, berdua, bergang, dan juga perkelas.

Guru-guru juga tidak kalah dengan berselfi ria. Mulai dari senyum pasta gigi, senyum dibuat semanis sirup marjan, bibir yang maju, hingga indra perasa yang dijulurkan.

Akhir dari agenda upacara dari tahun ketahun memang seperti ini, ponsel akan bekerja setelah beberapa menit yang lalu menganggur di kocek seragam.

"Ayo cepat! Susun yang rapi, yang kecil ditengah." Fania memberi arahan. Ia selaku Tim sukses bersama dengan Damara, Zakat, Sapta, dan Farhan juga ikut andil dalam dokumentasi kali ini.

Pasukan berbaju putih-putih itu membentuk setengah lingkaran dengan susunan cewek di depan dan cowok dibelakang. Dilanjutkan dengan tim sukses dari kelas XII yang masuk dan berdiri diujung sisi kanan dan kiri setengah lingkaran itu.

Hitungan 1 sampai 3 yang disuarakan oleh fotografer dadakan tapi tidak digoreng seperti tahu, bersautan. Berkali-kali hitungan itu disuarakan sampai objek yang ditangkap pada Kamera menjerit puas.

"Udah!" dengus sang fotografer.

"Eh dek bentar... sekali lagi ya boomerang," pinta Fania sembari melangkahkan kaki mendekati fotografer yang kakinya sudah gatal untuk meninggalkan tempat.

"Oh... siap kak, siap." Patra menjawab ala-ala anak paskibra seraya mengangguk-angguk.

Yara mendengus "Si Patra mah, sama cewek bening jadi baik banget."

"Kak Fania kan emang cantik. Kenapa, salah?" Respon Delta yang berada didalam barisan foto.

"Si Patra, pilih-pilih orang kalau mau ikhlas." Yara kembali menjelaskan, supaya benar-benar diserap Delta maksud yang ia ucapkan.

"Terserah Patra lah," celetuk Delta.

"Tapi kan gak boleh gitu Delta, kita harus tolong menolong sesama tanpa pandang bulu."

"Itu kan hak masing-masing orang lagi, sebagai pengamat kita gak bisa apa-apa dong"

Yara melongo, lalu menoleh ke arah Delta yang tidak jauh darinya "Oke, terserah Patra!"

DAMARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang