Saat ini, Nara sedang duduk di taman belakang sekolah. Mood-nya semakin buruk akibat perbuatan Fiona di kantin tadi. Kedua sahabatnya tidak berani mengganggunya, karena mereka tahu jika mereka mengganggu, mereka bisa menjadi sasaran kemarahannya. Akhirnya, kedua sahabatnya meninggalkan Nara sendirian di sini untuk menenangkan dirinya.
Nara menyandarkan punggungnya dan mengangkat wajahnya ke langit, sambil tersenyum miris.
"Bunda... Nara minta maaf harus ngelakuin ini lagi," gumamnya. "Nara marah kalau ada yang berani hina Bunda." Air mata Nara mulai jatuh.
Nara mengeluarkan pisau lipat yang selalu dia simpan di sakunya. Dia mulai menggoreskan pisau itu ke pergelangan tangannya, tetapi bukannya merasakan sakit, Nara malah merasa ini sangat menyenangkan. Yap, Nara sering melakukan self-injury untuk melampiaskan emosinya yang selama ini dia tahan.
"NARA!"
Nara terkejut saat melihat siapa yang memanggilnya.
"F-Farrel?"
"Lo ngapain, hah?" tanya Farrel panik. "Darah lo keluar banyak banget tadi, terus lo tambah lagi?" Farrel segera memegang tangan Nara.
"Gue nggak apa-apa kok," ucap Nara.
"Gak apa-apa gimana? Ayo kita ke UKS sekarang. Jangan coba untuk nolak," kata Farrel, sambil menuntun Nara menuju UKS.
Di UKS, Farrel mengambil kotak P3K dari lemari dan mulai mengobati luka di lengan Nara. Sesekali Farrel meringis saat mengobatinya, ngeri dengan luka sayatan yang Nara buat.
"Kenapa diluka lagi sih, Nar? Lo udah janji sama Bunda nggak bakal nyayat kayak gini lagi," kata Farrel sedih. Sebagai sepupu, dia merasa gagal menjaga Nara.
"Dia udah menghina Bunda, Farrel! Lo tahu gue paling nggak suka kalau ada yang menghina Bunda gue!" ucap Nara sambil menangis. "Bunda bukan jalang, Rel! Bunda BUKAN JALANG!" teriak Nara dengan emosi
"Sshh, calm down, Nar, calm down... Iya, Tante Eva bukan jalang. Nanti gue kasih pelajaran buat Fiona, mau?"Nara menggeleng. Dia tidak ingin orang lain mencampuri urusannya. "Gak usah. Biar itu jadi urusan gue."
"NARA!"
Farrel dan Nara tersentak mendengar teriakan dari kedua sahabat Nara yang baru saja masuk ke ruangan, diikuti oleh sahabat-sahabat Farrel. Mereka terkejut melihat lengan Nara yang sedang diobati oleh Farrel, penuh dengan luka sayatan.
"Ya ampun, Nar! Kenapa lukanya malah nambah lagi?" tanya Adel sambil menangis. Felix segera memeluk kekasihnya untuk menenangkannya.
Nara tersenyum kecil. "Gue gak apa-apa kok."
"Nar..." lirih Jeje.
"Gue beneran gak apa-apa, Je."
"Selesai," ucap Farrel ketika ia selesai membalut luka Nara dengan perban.
"Rapi banget!"
"Farrel gitu loh," jawab Farrel dengan nada bangga.
"Gue balik ke kelas duluan," ucap Nara, lalu segera meninggalkan ruangan. Arga langsung mengikuti langkahnya.
Sesampainya di kelas, Arga mendekati Nara dan menyodorkan sebatang cokelat. Nara mendongak, menatap Arga dengan alis terangkat.
"Buat lo," ucap Arga, lalu duduk di samping Nara.
"Makasih," balas Nara sambil menerima cokelat itu.
Arga hanya berdeham. "Jangan sedih lagi," ucapnya. "Nanti cantiknya hilang," lanjutnya, membuat pipi Nara memerah.
"Lo cantik kalau lagi blushing," goda Arga, membuat pipi Nara semakin merona.
"Basi banget, anjir!" Nara tertawa, berusaha menyembunyikan rasa malunya.
"Basi-basi gini tapi lo tetap merah kayak tomat."
"Arga!"
Tbc
![](https://img.wattpad.com/cover/235747165-288-k896587.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGARA
Teen FictionIni kisah tentang tiga cowok menyukai satu cewek yang sama. (2020)