CHAPTER 26

42.1K 2.5K 39
                                    

Nara dan Arga melangkah masuk ke sebuah bangunan besar—tempat di mana Nara bekerja sebagai model. Begitu mereka memasuki lobi, seluruh pegawai perempuan di sana langsung menatap Arga dengan tatapan kagum.

Nara, yang menyadari perhatian berlebih itu, mendengus kesal. Tanpa berpikir panjang, dia langsung menggandeng tangan Arga erat-erat, menunjukkan kepemilikannya.

Arga hanya terkekeh melihat sikap cemburu Nara yang menurutnya sangat lucu.

"NARA!"

Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita memanggil dari kejauhan. Seorang wanita cantik dengan rambut tergerai rapi mendekat ke arah mereka. Namanya Karin, asisten Nara, yang usianya sekitar 20-an. Tanpa ragu, dia langsung memeluk Nara erat.

"Hai, Kak Karin! How are you?" sapa Nara sambil membalas pelukan itu.

"I'm good! Lo gimana?"

"Baik juga, kak."

Karin mengangguk puas, lalu pandangannya beralih ke sosok Arga yang berdiri di samping Nara. "Dia siapa?" tanyanya sambil mengerutkan kening sedikit.

Nara tersenyum bangga. "He's Arga, my boyfriend."

"Karin," sapa Karin dengan nada datar.

"Arga," balas Arga tak kalah datar.

Nara menghela napas panjang. "Hadeuh, kulkas cowok ketemu kulkas cewek, jadinya kutub utara,"keluhnya sambil memijit keningnya.

Karin hanya mengangkat bahu, tak peduli. "Ayo, Nar. You need to get ready," ujarnya, langsung mengarahkan Nara ke ruang ganti.

Setelah bersiap-siap, Nara keluar dari ruang ganti, dan Arga tak bisa menyembunyikan kekagumannya. Nara tampak memukau dalam balutan dress yang memperlihatkan lekukan tubuhnya dengan sempurna. Make-up yang pas juga menambah kecantikan alaminya, membuatnya terlihat luar biasa di mata Arga.

"Nara, langsung ke posisi, ya," panggil sang fotografer sambil menyiapkan kameranya.

"Okay!" Nara menjawab sigap.

Cekrek.

Cekrek.

Cekrek.

Nara berganti pose, dan suara kamera terus mengisi ruangan. Setelah beberapa kali pengambilan gambar, sang fotografer akhirnya menginstruksikan, "Ganti pakaian."

Setelah berganti baju, sesi pemotretan pun dilanjutkan.

Cekrek.

Cekrek.

Cekrek.

"Great job, Nara!" puji sang fotografer dengan senyum puas.

"Thank you, Om!" balas Nara sambil tersenyum cerah.

Karin mendekat sambil memeriksa jadwal. "Minggu depan, lo ada pemotretan lagi. Tapi kali ini bareng model pria."

Nara mengerutkan dahi. "Siapa model prianya?"

"Alvaro Aldebaran. Dia model dari Amsterdam," jawab Karin tanpa ekspresi.

"What?" Suara terkejut itu bukan datang dari Nara, tapi dari Arga.

"Kenapa, Ga?" tanya Nara, bingung melihat reaksi kekasihnya.

"No way! Kamu gak boleh sama dia!" tegas Arga dengan nada serius.

"Why not?" tanya Nara, heran.

"I've told you before, Ara. I don't like my girl being touched by anyone else," jawab Arga dengan suara rendah yang penuh otoritas, membuat Karin dan Nara menelan ludah.

Belum sempat Nara menjawab, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dari belakang mereka. "Apa hak kamu melarang-larang Nara begitu?"

Mereka menoleh, dan mata Arga langsung membesar saat mengenali wanita tersebut. "Tante Mira?"

"Kamu kenal Tante Mira, Ga?" Tanya Nara, bingung.

Arga mengangguk, masih terkejut. "Tante, ngapain di sini?"

Mira, wanita cantik yang tampak sekitar 40-an tahun itu, tersenyum sambil menyentil kening Arga. "Eh, anak nakal! Kamu malah nanya Tante ngapain di sini? Harusnya Tante yang nanya, kenapa kamu bisa ada di kantor Tante?"

Arga semakin bingung. "Kantor Tante?"

Mira tertawa pelan. "Ya, ini kantor Tante. Kamu lupa? Pekerjaan Tante sendiri kamu gak tau?"

Nara yang mendengar penjelasan itu semakin bingung. "Jadi, Tante Mira ini...?"

"Adik angkat mamanya Arga," jawab Arga cepat, "dan dia pemilik perusahaan ini."

Karin hanya mengangguk, masih diam menonton interaksi mereka.

Mira kemudian menatap Nara. "Nara, kamu tetap dengan Alvaro untuk pemotretan minggu depan, ya."

"Eh, gak boleh, Tan! Aku gak izinin Ara pemotretan sama Alvaro." Protes Arga, suaranya tegas.

Mira melirik Arga dengan senyum penuh arti. "Kalau bukan Alvaro, terus siapa model prianya?"

Arga langsung angkat tangan. "I'll do it!"

Karin mengerutkan dahi. "Emang lo bisa?"

"Bisa, lah." Jawab Arga dengan penuh keyakinan.

"Jangan maksa. Gimana kalau lo malah kaku di depan kamera?" Cibir Karin.

Arga menatap Karin dengan tajam. "Ngeremehin lo."

Mira tersenyum gemas. "Eh, anak nakal, dulu Tante pernah minta kamu jadi model buat butik Tante, tapi kamu nolak mentah-mentah. Sekarang kok malah maksa mau jadi model?"

Arga menggaruk kepalanya yang tidak gatal, teringat kejadian itu. "Pokoknya Arga yang jadi model prianya."

Mira tertawa kecil. "Okay, okay. You win. Kamu jadi model prianya," ujarnya akhirnya. Dia tahu bahwa jika Arga sudah keras kepala, lebih baik menyerah daripada berdebat panjang.

~

Di sisi lain kota, musik DJ menggema di sebuah club malam. Lampu-lampu neon yang berwarna-warni berkedip, menciptakan suasana yang penuh energi. Di tengah keramaian, seorang pria tampan duduk di meja bar, meneguk minuman beralkohol dengan santai. Gelas ketujuh, tepatnya.

Seorang pria lain, Bram, menepuk bahunya dari belakang. "Oy, bro! Udah berapa gelas?"

"Seven," jawab pria itu, Regan Adithama, ketua geng Levator dan mantan pacar Nara.

Bram menggelengkan kepala. "Enough, Gan! Lo mau sampai kapan begini?"

Regan tertawa pelan, matanya setengah tertutup karena pengaruh alkohol. "Sampai Nara balik lagi ke pelukan gue."

Bram mendesah berat. "Lo yang bikin dia pergi, Gan. Jangan harap dia bakal balik."

"Tapi dia harus balik! Gue gak bisa lupain dia, Bram! Suaranya, senyumannya, matanya, semua yang ada di diri Nara... She belongs to me! I'm not letting her go!" Teriak Regan.

Bram hanya bisa menggeleng pelan, merasa frustrasi dengan sahabatnya yang tidak bisa melepaskan bayang-bayang Nara.

Tbc

ARGARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang