"Takut kenapa?" tanya Adel penasaran, menatap Dania.
"Kan nanti kalau pacaran otomatis cowoknya cium kening, misalnya. Gue takut hamil," jawab Dania polos.
Seketika teman-temannya hanya melongo tak percaya mendengar kepolosan yang luar biasa itu. Ciuman bisa bikin hamil? Pikiran mereka sama, ini serius apa becanda?
Ternyata, tanpa mereka sadari, ada enam cowok yang mendengar percakapan Dania. Mereka adalah Arga, Rio, Felix, dan Gerry. Farrel dan Jeremi? Mereka udah pergi ngapelin pacar.
"Pfttt... HAHAHA! Anjir, lu kocak banget, Dan!" Gerry langsung ngakak keras.
"Eh, kalian! Sejak kapan di situ?" Dania terkejut.
"Sejak lo bilang kalo ciuman bisa bikin hamil," jawab Felix sambil menahan tawanya, matanya berkedip penuh godaan.
"Emang iya, kan? Kalo cium bisa bikin hamil," Dania masih bersikeras dengan logikanya.
Adel langsung menepuk keningnya, frustasi. "Dan, jangan bikin malu Geraldine, please," keluhnya.
"Yah, gue cuma ngomong doang! Kapan gue bikin malu?" Dania tak terima.
"Astagfirullah! Om Deni, Adel gak kuat liat kepolosan anak om!" seru Adel sambil melirik ke langit, berpura-pura putus asa.
"Heh! Kenapa bawa-bawa Papi gue?!" Dania langsung meradang, tak terima ayahnya diseret dalam percakapan.
"Bodo amat, Dan. Gue pusing!" Adel meninggalkan tribun bersama Felix, sambil memijat pelipisnya, tak habis pikir dengan sepupunya yang polos luar biasa.
Sementara itu, Arga menggenggam tangan Nara dan menariknya menuju kantin. Mereka menemukan meja kosong, dan Arga mendudukkan Nara di sana. Sebenarnya, Arga ingin membawa Nara ke tempat khusus Vandalas, tapi tempat itu sudah dipenuhi anggota lain. Dia tak suka kalau Nara diperhatikan cowok lain.
"Nih, makan," ucap Arga sambil menyodorkan sebungkus nasi goreng yang dia pesan tadi.
"Makasih." Nara tersenyum manis, langsung melahap makanannya. "Kamu gak makan?" tanyanya saat melihat Arga hanya menatapnya, tanpa makanan di depan.
"Nggak," jawab Arga singkat.
Nara mendesah, lalu mengambil sesendok nasi goreng dan menyodorkannya tepat di depan mulut Arga. "Aaa, Makan Arga," bujuknya.
Arga sempat menggeleng menolak, tapi akhirnya menyerah dan membuka mulutnya. Nara tersenyum puas dan terus menyuapi pacarnya sampai nasinya habis.
"Sebentar, main ke apartemen aku, ya," ujar Arga tiba-tiba, menatap Nara penuh maksud.
Nara mengangguk. "Oke! Sekalian aku mau cek apartemen kamu. Rapi atau enggak, nih?" godanya sambil tersenyum.
Arga menelan ludah, mendadak tegang. Dia baru teringat bahwa apartemennya sedang berantakan seperti kapal pecah. Semalam setelah mengantar Nara pulang, sahabat-sahabat laknatnya mampir dan membuat kekacauan.
"Abis ini lawan SMA Pelita, ya?" tanya Nara sambil menyeruput minumannya. Arga hanya mengangguk.
"Semangat, Bibeh," goda Nara sambil menepuk-nepuk bahu Arga.
Arga tertawa kecil, lalu mengacak-acak rambut Nara. Ia menarik Nara ke pelukannya, membiarkan kepala Nara bersandar di dada bidangnya. Momen itu terasa manis dan nyaman.
Namun, dari kejauhan, ada seseorang yang mengamati mereka. Laskar Brawijaya, diam-diam menatap pasangan itu dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kok sakit, ya?" gumamnya lirih. Alex, yang duduk tepat di sebelahnya, mendengar gumaman itu.
Alex menghela napas panjang. "Bro, if you like her, fight for her! Selama janur kuning belum melengkung, anything can happen, man," ucap Alex bijak.
Laskar mengangguk perlahan, pandangannya serius. Dia akan memperjuangkan Nara, bagaimanapun caranya, walaupun harus menempuh jalan yang salah. Asal Nara jadi miliknya, dia siap.
"Tenang, Bos. Kita pasti bantu lo," tambah Melvin yang sedari tadi mendengarkan percakapan mereka.
"He'em, kita bakal bantu, Bro. Pasti dia bakal jatuh ke lo," sahut Jordan yakin.
"Ngomongin apa lo?" tanya Riko dan Denta kompak.
"Kepo!" sahut mereka berempat serempak.
~
Sepuluh menit kemudian, terdengar pengumuman dari pengeras suara bahwa pertandingan antara SMA Garuda dan SMA Pelita akan segera dimulai. Semua sudah berkumpul di lapangan.
Saat Nara sedang duduk menonton pertandingan, tiba-tiba segerombolan laki-laki mendekatinya dengan senyum lebar di wajah mereka. Nara menatap mereka bingung, namun sedetik kemudian matanya membulat. Dia langsung berdiri dan menyambut mereka dengan senyum cerah.
"NARA!" salah satu dari mereka berteriak heboh, lalu memeluk Nara erat.
"BIMA!" Nara tak kalah heboh, langsung membalas pelukan Bima. Setelah itu, Nara menatap mereka satu per satu, matanya berbinar. "Kalian kok bisa di sini?"
"Yah, kita kan ikut lomba, Nar," jawab Gibran.
"Kalian dari SMA mana?" tanya Nara penasaran.
"Trisakti," jawab Marko santai.
Nara tersenyum, lalu menatap satu orang yang sedari tadi diam, wajahnya datar, tidak menatap Nara sama sekali.
"Eh, kulkas!" panggil Nara pada cowok itu.
Orang itu akhirnya menatap Nara dengan ekspresi datar yang sama.
Nara terkekeh. "Lo gak kangen sama gue, huh?" godanya. Namun, cowok itu justru menarik Nara ke dalam pelukan erat.
"Gak." ucapnya dengan kesal, tapi pelukannya tak lepas.
"Arsen gak berubah, ya," Nara terkikik di sela-sela pelukan itu. Arsen menatap Nara sebal.
"Dia emang gak berubah, Nar. Masih aja dingin kayak kulkas—" kalimat Aiden terpotong oleh teriakan seseorang. Adel.
"WOI!" Adel mendekat ke arah mereka, tatapannya penuh kangen. "Astaga, gue kangen berat, tau gak!" serunya heboh.
"Anjir, si bocil gak berubah-berubah! Masih aja hiperaktif banget!" Gibran berkomentar sambil tertawa, membuat Adel cemberut.
"Eh, kulkas! Astaga, lo tambah ganteng aja, ya! Pacaran yuk!" goda Adel dengan nada bercanda sambil menatap Arsen dengan tatapan kagum.
"Gue bilangin Felix lo, ya," ancam Nara sambil melirik ke Adel.
"Eh, jangan dong, Nar! Gue becanda doang!" Adel panik, membuat Nara tertawa.
"Eh, Nar! Gue denger-denger lo pacaran sama ketua Vandalas, ya?" tanya Marko penasaran.
Nara mengangguk. "He'em, kenapa emang?"
"Enggak, cuma nanya doang." Marko mengangguk pelan, menyimpan pertanyaannya.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
ARGARA
Novela JuvenilIni kisah tentang tiga cowok menyukai satu cewek yang sama. (2020)