CHAPTER 45

33.4K 2.1K 17
                                    

"Gimana keadaan Nara?" tanya Adel yang baru datang bersama teman-temannya yang lain.

"Kata dokter, dia baik-baik saja. Cuma Nara mengalami shock," jawab Farrel sambil menatap Ryan. "Lo udah kasih tahu Om Adam dan Tante Tiara?"

Ryan mengangguk. "Udah, Kak! Mereka lagi dalam perjalanan ke sini," jawabnya.

"Terus, Nara di mana sekarang?" tanya Jeje.

"Dia lagi istirahat," jawab Farrel.

Adel dan yang lainnya hendak masuk untuk menemui Nara, namun urung melakukannya ketika melihat Arga di dalam ruangan. Mereka memutuskan untuk memberi waktu bagi mereka berdua.

Di dalam ruangan Nara, Arga menggenggam tangan Nara, terus mencium punggung tangannya berkali-kali.

"Ara, maafkan aku karena nggak becus ngejaga kamu. I'm so sorry, Ara," lirihnya, merasa bersalah.

Tanpa disadari, Arga tertidur di samping Nara, tetap menggenggam tangannya.

Paginya, kelopak mata Nara bergerak perlahan. Dia membuka matanya yang sejak kemarin tertutup rapat. Cahaya lampu yang terang menyinari dinding ruangan yang berwarna putih.

Nara merasakan tangan kirinya terasa berat. Perlahan dia menggerakkan kepalanya untuk mencari tahu apa yang membuatnya begitu.

Arga. Dia melihat Arga yang masih tertidur dengan menggenggam tangannya. Apakah Arga tidur seperti itu semalam? pikir Nara.

Nara mengamati sekeliling. Farrel, Felix, dan Rio tertidur di sofa; Jeremi dan Gerry tertidur di sofa yang lain, saling memeluk satu sama lain.

Dengan hati-hati, Nara menarik tangannya agar tidak membangunkan Arga. Dia tahu betapa lelahnya Arga dan teman-temannya setelah menyelamatkannya semalam. Kenangan malam itu kembali muncul dalam pikirannya. Bagaimana dengan keadaan Regan? Ah, dia tak mau memikirkan lelaki biadab itu.

Perlahan, dia duduk dan menyandarkan punggungnya di kepala kasur. Namun, pergerakannya membangunkan Arga.

"Are you awake?" tanya Arga dengan suara serak, khas orang baru bangun tidur.

Nara tersenyum dan mengangguk. "Kamu pulang sana, pasti capek banget kan?" Arga hanya menggeleng.

"Enggak, i want to stay here with you," ucapnya.

"Maaf ya, aku udah ngacauin liburan kita," Nara menunduk, merasa bersalah.

"Kamu nggak salah, Ara. Kita emang nggak tahu apa yang bakal terjadi," jawab Arga menenangkan.

Nara tersenyum. "Kamu udah makan?" tanya Nara. Arga menggeleng. "Kemarin juga?" tanya Nara lagi, dan Arga menggeleng sekali lagi.

"Yaampun, Arga... kenapa kamu nggak makan? Nanti kamu sakit gimana?" ucap Nara khawatir. "Sekarang mending kamu makan, ajak mereka juga," Nara menunjuk ke arah kelima temannya yang masih terlelap. Arga hanya tersenyum.

"Sayang, ini Bunda bawain kamu makan, sama buat yang lain juga," ucap Tiara yang baru datang bersama Adam. "Bunda tahu pasti kamu nggak mau makan makanan rumah sakit, jadi Bunda bawain makanan dari rumah."

"Bunda masak apa?" tanya Nara.

"Bunda bawain sup ayam sama... mac and cheese!" jawab Tiara dengan semangat.

Mata Nara berbinar. "Serius, Bunda? Awww, akhirnya!" Nara pun tak kalah heboh. Arga melihat Nara ceria dan merasa senang.

"Mas, bangunin Farrel sama yang lain biar kita bisa makan bareng. Pasti mereka belum makan," Adam berkata, dan segera membangunkan Farrel dan yang lainnya.

~

"Ayah?" panggil Nara.

Adam menatapnya. "Kenapa sayang?"

"Nara mau pulang," rengeknya.

Adam dan Arga terkekeh mendengar rengekan Nara. "Iya, nanti sore kamu boleh pulang," ucap Adam, membuat Nara bersorak senang.

"Kamu mau kemana?" tanya Nara saat melihat Arga berdiri.

"Mau ke toilet bentar," ucapnya, lalu beranjak dari situ. Sementara itu, Nara mengambil ponsel Arga dan mulai memainkannya. Saat asyik bermain game, muncul notifikasi dari Ayah Arga.

Ayah

Siap-siap untuk acara pertunanganmu lusa nanti.

Deg

Nara terkejut dengan isi pesan tersebut. Pertunangan?

"Ara? Hei, kamu kenapa bengong?" tanya Arga yang sudah keluar dari toilet.

Nara tersentak dan segera mematikan ponsel Arga. "E-eh, nggak papa kok," jawabnya sambil tersenyum.

Drrt drrt drrt

"Arga, Ayah kamu telepon," ucap Nara sambil memberikan ponsel itu pada Arga.

"Ck, nggak usah diangkat. Biarin aja!" kesal Arga.

"Harus diangkat, Arga. Bisa jadi itu penting."

Memang penting...

Akhirnya, Arga pun menurutinya, keluar untuk mengangkat panggilan tersebut. Nara tersenyum miris melihat punggung Arga yang perlahan menjauh.

"Semoga nggak terjadi apa-apa," gumam Nara pelan.

Tbc

ARGARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang