CHAPTER 49

34.1K 2.1K 28
                                    

Saat ini, Arga dan kawan-kawan sedang berada di kantin. Bukan hanya mereka, tapi seluruh anak kelas 12 juga ada di sana. Setelah selesai ujian, mereka diberi kebebasan untuk keluyuran asalkan tidak mengganggu aktivitas kelas 10 dan 11. Namun, tentu saja, bukan Gerry dan Jeremi namanya kalau mereka bisa diam.

"ACIEEE! CINCINNYA JANGAN DILIHAT MULU! GAK BAKAL ILANG KOK!" goda Jeremi saat melihat Arga terus menatap cincinnya sambil tersenyum lebar.

"SENYUM-SENYUM MULU, BOS! GAK KERAM APA TUH BIBIR?" sambung Gerry, tak mau kalah.

"PLIS DEH GER, JER! JANGAN TERIAK-TERIAK, NGGANGGU TAHU!" seru seorang gadis dari meja seberang, kesal karena aktivitas makannya terganggu.

"ITU LO JUGA TERIAK!" balas Gerry dan Jeremi serempak.

"KALIAN SEMUA TERIAK!" sahut seluruh penghuni kantin kompak, membuat suasana riuh.

"Nara tuh!" bisik Farrel sambil menyenggol lengan Arga. Yap, Arga dan Farrel sudah baikan sejak kemarin saat di rumah Arga.

Arga langsung menengok, dan benar saja, Nara bersama ketiga sahabatnya tampak celingukan, mencari tempat duduk yang kosong.

"SAYANG!" Felix memanggil kekasihnya, Adel. "Duduk sini aja!" serunya, mengundang keempat gadis itu untuk bergabung.

Adel tersenyum dan duduk di samping Felix. Begitu juga dengan Dania, yang langsung duduk di sebelah Rio. Tak ketinggalan, Nara pun mendudukkan dirinya di samping Arga.

"Eh, gue ke sana ya," ucap Jeje sambil menunjuk Alan yang sedang duduk di pinggir lapangan. Adel, Jeje, dan Dania hanya mengangguk tanda setuju.

"Ah, males ah! Gue mau cari bebeb gue aja, daripada liat keuwuan kalian!" seru Jeremi sebelum melengos pergi.

"Tungguin Adek Gerry, Bang Jer!" panggil Gerry sambil berlari mengejar Jeremi, diikuti Farrel yang tertawa.

Beberapa menit kemudian, mereka bertiga kembali dengan Nessie, Kila, dan Ela di belakang mereka. Seperti biasa, Gerry tak bisa jauh dari Ela.

"Apaan sih, Kak? Ela kan udah bilang, Ela gak mau ketularan virus gila Kakak!" seru Ela jengah, melihat Gerry terus menempeli dirinya.

"Didepan teman-temanku, kau malukan diriku," ucap Gerry dengan nada sok dramatis.

"Dasar gila!" cibir Ela, langsung mempercepat langkahnya menjauh dari Gerry yang cemberut.

"ELA! GUA PASTIIN LO BAKAL JADI IBU DARI ANAK-ANAK GUE!" teriak Gerry, padahal jarak Ela hanya tiga langkah darinya. Semua yang ada di kantin langsung menatap mereka dengan tatapan horor, sementara Ela sudah menutup wajahnya karena malu.

Ela menarik napas panjang, berusaha sabar menghadapi tingkah Gerry yang super duper menyebalkan.

"Kasian, Gerry. Dek, lo nggak kasian apa?" tanya Kila, menatap Gerry miris.

"Kan Ela udah bilang, Kak. Ela malas berurusan sama yang namanya cowok! Semua cowok sama, Brengsek!" ucap Ela penuh emosi, membuat Kila menghela napas.

"Coba deh, kamu buka hati kamu. Lupain masa lalu, jangan samain si bajingan itu sama Gerry! Kamu belum kenal Gerry dalam-dalam, jadi coba deh kasih kesempatan," nasihat Kila panjang lebar, membuat teman-temannya melongo kaget.

"Gile! Baru kali ini gue denger lo ngomong sepanjang itu, Kil," Jeremi terkekeh, menggeleng takjub.

"Bacot," Kila menanggapi dengan datar.

"Gini, La," Farrel mulai angkat bicara, "Gue nggak tahu apa yang terjadi di masa lalu lo. Gue cuma mau bilang, nggak semua cowok itu sama. Oke, gue akui Gerry emang playboy, suka mainin cewek. Tapi dia nggak pernah memperjuangin cewek kayak gini sebelumnya. Biasanya, kalau nggak bisa dapetin cewek, dia nyerah dan nyari yang lain. Tapi sama lo? Dia malah berjuang mati-matian," ucap Farrel, membuat Ela terdiam, berpikir.

"Mantap juga kalimat lo," Puji Jeremi.

Farrel mengangguk bangga, "yoi! Demi promosiin Gerry."

"Tapi gue takut," cicit Ela pelan.

"Tenang aja. Kalau Gerry berani mainin perasaan lo, kita semua siap buat hajar dia!" Felix menyahut, disetujui oleh teman-temannya.

Ela menghela napas. "Oke... Ela bakal coba buka hati buat Kak Gerry," ucapnya, membuat semua orang di sana menarik napas lega.

"WOY! Lagi pada ngomongin gue kan?! Ngaku lo semua!" Gerry memicingkan matanya, menatap mereka satu persatu, tapi saat tatapannya sampai ke Ela, wajahnya langsung berubah jadi lembut.

"Hay, bebeb. Lagi ngapain?" tanya Gerry dengan suara manis.

"Duduk," jawab Ela singkat dan ketus, tapi Kila langsung menyenggol lengannya.

"Ingat yang tadi tadi," bisik Kila. Ela hanya mendengus.

"Eh, Ger! Duduk sini, di samping Ela," Felix menimpali.

Tanpa basa-basi, Gerry langsung duduk di samping Ela, memandang wajah gadis itu dengan mata berbinar.

"Cantik banget," gumam Gerry tanpa sadar, membuat Ela menoleh padanya.

"Cie, Gerry bilang Ela cantik," goda Nara. Wajah Ela langsung memerah.

"Aciee, Ela blushing," Jeremi ikut menggoda.

"A-apaan sih, Kak!" Ela buru-buru menyembunyikan wajahnya di balik tangan Gerry, tapi bukannya melepaskan, Gerry malah memeluknya erat.

Ela mencoba menjauh, tapi Gerry menahannya. "Bentar aja, La. Nyaman banget nih," bisik Gerry lembut, membuat Ela terdiam, pasrah.

Kila langsung menabok lengan Gerry. "Heh! Jangan main peluk-peluk adik gue sembarangan!" seru Kila judes.

Dengan terpaksa, Gerry melepaskan pelukannya. "Jahat banget lo jadi Kakak Ipar!" cibir Gerry.

"Najis!" balas Kila santai.

Gerry mendengus kesal, lalu kembali menatap Ela dengan mata berbinar.

"La?" panggilnya.

"Hm?" Ela menanggapi dengan gumaman malas.

"Pacaran, kuy!"

"Sinting!" sahut Ela cepat.

"Aku sinting karena kamu."

"Gila!"

"Ya, aku gila juga gara-gara kamu."

"Bacot!"

"Sama aku bacot juga gara-gara kamu."

"Pen tampol!"

"Sini, tampol! Di sini!" Gerry menunjuk bibirnya, menantang.

"Jijik!" balas Ela, tapi mereka berdua tidak sadar kalau kini di meja itu hanya tinggal mereka berdua. Yang lain sudah entah ke mana.

"Bentar, kita jalan yuk," ucap Gerry tiba-tiba.

"Males," jawab Ela ketus.

"Sorry, itu bukan pertanyaan. Itu pernyataan," jawab Gerry santai.

"Ela nggak—"

"Kalau lo nolak, gue cium sekarang juga!" ancam Gerry, wajahnya semakin mendekat.

Ela bisa merasakan jantungnya berdegup dua kali lebih cepat. Wajahnya terasa panas.

Sedikit lagi, dan—

"GERRY BRAMANSYAH! KAMU APAIN ANAK ORANG?!"

"Mampus!" gumam Gerry. Dia menoleh ke belakang, mendapati Bu Ruk yang sedang berdiri dengan mistar kayu panjang di tangannya, menatapnya tajam.

Gerry menelan ludah. Dengan cepat, dia menarik tangan Ela dan melarikan diri dari amukan gajah betina itu.

"GERRY! JANGAN LARI KAU!" teriak Bu Ruk, tapi Gerry tak peduli. Dia tetap berlari sambil menggenggam tangan Ela.

"Kak, kita mau kemana?" tanya Ela sambil tertawa.

"Ikut aja, La. Kita lari dari amukan Gajah!" jawab Gerry sambil tertawa juga, membuat Ela tertawa lepas. Ah, benar-benar gila cowok ini, pikir Ela.

Tbc

ARGARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang