Saat ini Arga dan Nara sedang berada di mall. Sebenarnya, Arga sangat malas untuk berjalan-jalan, tetapi Nara memaksanya. Sejak tadi, Arga terus menggerutu kesal karena Nara hanya berkeliling tanpa tujuan yang jelas.
"Ara?" Panggil Arga dengan nada kesal.
"Apa?" Sahut Nara, tanpa menoleh.
"Sebenarnya kita ngapain sih?"
"Jalan-jalan, lah."
"Kamu nggak mau belanja apa gitu?"
Nara hanya menggeleng. "Aku lagi males belanja, Ga."
Arga mengangkat alis, menatapnya dengan sedikit frustrasi. "Kalau nggak mau belanja, kenapa kita muter-muter kayak gini? Yaudah, kita ke markas aja, gimana?"
Nara berhenti sejenak, menatap Arga dengan sedikit bingung. "Kenapa nggak dari tadi aja ngajaknya ke sana? Kan kaki aku jadi pegel jalan terus!" keluh Nara, memasang wajah sebal.
Arga menghela napas panjang, sangat panjang, sambil menatap Nara dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ia sangat sayang dengan pacarnya, tapi ada kalanya kesabaran Arga benar-benar diuji.
Untung sayang banget
Merasa diperhatikan, Nara akhirnya menatap balik dengan ekspresi heran. "Why do you look at me like that?" Tanyanya, setengah menantang.
Arga tersenyum kecil, menggeleng. "Nothing." Nara hanya mengedikkan bahu, acuh tak acuh.
"Alright, let's go to the parking lot," ucap Arga, langsung menggenggam tangan Nara, mengarahkannya menuju tempat parkir.
Setibanya di parkiran, Arga dengan sigap memakaikan helm pada Nara, lalu Nara langsung naik ke motor Arga. Tanpa menunggu lebih lama, Arga segera melajukan motornya, membelah jalanan yang semakin padat.
Arga mengendarai motor dengan kecepatan standar, menyusuri jalan yang untungnya tidak terlalu macet. Saat lampu merah, mereka berhenti. Tanpa berkata apa-apa, Arga mengelus punggung tangan Nara yang melingkar di pinggangnya, seolah memberi tahu bahwa dia menghargai kehadirannya.
Namun, Nara yang iseng justru menarik tangannya yang melingkar di perut Arga. Merasa kesal, Arga dengan cepat menarik kembali tangan Nara dan melingkarkannya lagi di pinggangnya.
"Apasih, Ga." Keluh Nara, terkekeh melihat reaksi pacarnya.
"Don't let go," ucap Arga dengan nada kesal, tapi Nara malah semakin geli mendengarnya.
Sekitar dua puluh menit kemudian, mereka tiba di markas Vandalas. Di dalam markas, sudah banyak anggota geng itu berkumpul. Suasana terasa hidup, penuh percakapan dan tawa riuh dari anggota yang saling bercanda.
Arga mematikan mesin motornya dan membantu Nara turun. Setelah melepaskan helmnya, dia merapikan rambut Nara yang berantakan karena helm. Nara menatap sekeliling markas, lalu kembali menatap Arga dengan rasa penasaran.
"So, what's the plan?" Tanya Nara, kali ini serius.
Arga tersenyum tipis. "We'll see," jawabnya, lalu menggandeng tangan Nara, membawanya masuk ke dalam markas yang ramai.
Di sini, di tengah-tengah keramaian, Nara tahu, meskipun Arga terlihat keras dan berwibawa di depan teman-temannya, dia selalu punya sisi lembut yang hanya Nara bisa lihat.
Arga mengajak Nara duduk di sofa, lalu dengan santai membaringkan tubuhnya, menggunakan paha Nara sebagai bantal. Dia menarik tangan Nara, menaruhnya di kepalanya, mengisyaratkan agar Nara mengelus rambutnya.
Nara, yang sudah tahu kebiasaan Arga, mulai mengelus rambutnya dengan lembut. Namun, seperti biasa, rasa iseng Nara muncul. Dia menarik tangannya kembali dan berpura-pura sibuk bermain dengan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGARA
JugendliteraturIni kisah tentang tiga cowok menyukai satu cewek yang sama. (2020)