CHAPTER 12

61.4K 3.7K 179
                                    

Hari Sabtu adalah hari yang sibuk di kediaman keluarga Wiratama. Mereka sedang mempersiapkan segala hal untuk acara pertunangan Adam dan Tiara yang akan dilaksanakan malam ini.

Adam memang memutuskan untuk mengadakan acara pertunangan di rumah, hanya mengundang kerabat-kerabat terdekat. Nanti, saat pernikahan, barulah akan diadakan acara besar dengan mengundang seluruh rekan bisnisnya.

"Tante, Nara bantu ya," ucap Nara kepada Bunda Farrel, Diana, yang sedang membuat kue.

Diana menoleh dan tersenyum pada ponakannya. "Iya, cantik."

Nara segera mengambil alih, mulai mencampurkan bahan-bahan kue ke dalam wadah.

"Farrel di mana, sayang?" tanya Diana.

"Farrel di kamar Nara, lagi main game sama Ryan." Diana hanya mengangguk. Di kamar Nara memang tersedia PS, karena Nara suka memainkannya.

"Eh, cucu Oma rajin sekali," ucap Oma Winda, ibu dari Adam.

Nara hanya memiliki satu oma yang tersisa, yaitu Oma Winda. Ayah Adam, Opa Rendy, telah meninggal saat Nara dan Farrel belum lahir. Sedangkan kedua orang tua Bunda Nara, Eva, meninggal dalam kecelakaan ketika Eva berusia 43 tahun.

"Oma! Iya dong, harus rajin!" ucap Nara sambil tersenyum. Diana dan Winda terkekeh mendengar ucapan Nara.

Setelah selesai membantu Diana membuat kue, Nara berjalan menuju kamarnya.

Ceklek

"ASTAJIM!!" teriak Nara saat memasuki ruang gamenya.

Farrel dan Ryan, yang sedang memakan cokelat milik Nara, tersentak kaget mendengar pekikan Nara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Farrel dan Ryan, yang sedang memakan cokelat milik Nara, tersentak kaget mendengar pekikan Nara. Mereka buru-buru menyembunyikan cokelat yang mereka makan di belakang tubuh mereka.

"Cokelat punya siapa yang kalian makan, hah?!" tanya Nara dengan tatapan tajam.

Farrel dan Ryan menelan ludah dengan gugup. "Ah, ini... k-kita tadi beli kok, iya, beli!" Nara menyipitkan matanya, jelas tidak percaya dengan alasan Farrel yang terdengar mengada-ada.

"Yang benar?"

"I-iya!"

Nara berjalan menuju lemari khusus tempat dia menyimpan camilan, sambil berkata, "Gue nggak larang kalian makan cokelat itu, tapi tanggung sendiri ya kalau nanti sakit perut," ucapnya sambil mengambil salah satu camilan di sana.

Nara berjalan menuju lemari khusus tempat dia menyimpan camilan, sambil berkata, "Gue nggak larang kalian makan cokelat itu, tapi tanggung sendiri ya kalau nanti sakit perut," ucapnya sambil mengambil salah satu camilan di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Farrel menatap Nara dengan alis berkerut. "Maksud lo?"

"Kadaluarsa," jawab Nara santai.

Mata Farrel dan Ryan langsung membulat. "APA?!" teriak mereka serempak, dan tanpa pikir panjang, keduanya segera keluar dari ruang permainan Nara. Sementara itu, Nara tertawa terbahak-bahak.

"Senangnya," gumam Nara puas melihat kepanikan mereka.

~

Rumah keluarga Wiratama kini dipenuhi oleh kerabat Adam dan Tiara, serta para sahabat Nara dan Farrel.

Acara pertukaran cincin telah selesai, dan seluruh tamu dipersilakan untuk menikmati hidangan yang disediakan.

Arga, yang sedang duduk bersama sahabatnya, terus mengedarkan pandangannya mencari Nara. Akhirnya, dia menemukannya. Nara sedang berbincang dengan kedua sahabatnya di dekat meja dessert.

Penampilan Nara malam itu begitu mempesona. Wajahnya dihiasi makeup tipis, rambutnya tergerai, dan ia mengenakan dress selutut berwarna putih yang menonjolkan leher jenjang dan bahu putih mulusnya.

Arga pun mendekati Nara dan menariknya keluar ruangan.

"Kenapa?" tanya Nara saat mereka sudah berada di luar dan duduk di taman.

"Gue pengen berduaan sama lo," jawab Arga.

"Hah?"

Arga menatap Nara dengan serius. "Lo cantik." Wajah Nara pun memerah.

"Arga," panggil Nara.

"Hm?"

"Boleh gak? Stop gombalin gue mulu! Gimana kalau gue jadi baper?"

Arga terkekeh. "Gue kan udah bilang, kalau lo baper, gue yang tanggung jawab."

"Alay jamet!" Nara mencibir, namun Arga hanya tertawa kecil. Keduanya kembali terdiam, Nara merasa malas untuk melanjutkan percakapan.

"Gue bingung," ucap Arga tiba-tiba, membuat Nara menoleh padanya. "Kenapa lo selalu muncul di pikiran gue tanpa seizin gue, Nar?"

Nara mengerutkan dahinya, bingung. "Mana gue tau. Lo naksir gue kali."

Arga tersenyum. "Hm, iya." Tatapan dan senyumannya membuat jantung Nara berpacu lebih cepat. "Karena lo udah bikin gue naksir, tanggung jawab ya."

"Males pacaran," jawab Nara cepat.

"Emang gue ajak lo pacaran?"

Nara mengerutkan dahinya lebih dalam. Jika bukan pacaran, lalu apa maksud Arga?

"Gue mau ngajak lo nikah."

"Brengsek!"

~

Sepulang dari acara keluarga Nara, Arga dikejutkan oleh kehadiran kedua orang tuanya. Namun, seperti biasa, mereka tetap sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Bahkan ketika Arga mengucapkan salam, tak satu pun dari mereka yang membalasnya. Diperlakukan seperti itu, Arga pun acuh tak acuh dan langsung berjalan menuju kamarnya.

Setibanya di kamar, Arga segera menjalankan ritual mandinya. Setelah selesai, dia mengenakan celana selutut dan langsung merebahkan diri di kasur, menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong.

"Punya orang tua, tapi rasanya kayak yatim piatu," gumamnya miris.

Ting!

Sudut bibir Arga sedikit terangkat ketika melihat notifikasi tersebut.

Ara
Arga
Gue mau ajak jogging, kalau lo gak mau tolak aja

Me
Ok

Ara
Singkat amat dah

Me
terus?

Ara
terus apa?

Me
terus gue harus bilang waw gitu

Ara
Anjir
Gue baru tau lo bisa ngejokes kayak gitu

Me
gue juga manusia

Ara
alay banget jamet

Me
Tidur sana

Ara
ini mau
lo juga tidur

Arga merasa terhibur dengan balasan Nara. Karena kantuk yang sudah menguasai Arga, dia memilih tak membalas pesan gadis itu dan langsung masuk ke alam mimpi.

Tbc

ARGARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang