CHAPTER 42

34.1K 2.2K 100
                                    

Setelah tiga jam di dalam pesawat, mereka akhirnya tiba di Bandara Sam Ratulangi, Manado. Selama perjalanan, Arga tak pernah melepaskan genggaman tangan Nara.

"Finally... we're here," ucap Felix sambil meregangkan otot-ototnya setelah duduk terlalu lama.

"Mau ke villa dulu atau mau langsung keliling?" tanya Nara, wajahnya bersemangat.

"Ke villa dulu, Nar. We need to rest a bit before we go out," kata Nessie, disetujui oleh semua orang.

"Okay... oh look, our ride is here! Let's go!" Nara menunjuk ke arah tiga mobil hitam yang menunggu.

"Selamat siang, nona," sapa salah satu supir saat mereka mendekat.

"Siang, Om! Anter ke villa ya," balas Nara dengan ceria. Supir tersebut mengangguk dan segera melajukan mobil menuju vila milik Bunda Nara.

Sesampainya di vila, mereka semua terpesona melihat pemandangan laut Bunaken yang memukau dari vila itu.

"Here's the boys' room!" Nara menunjuk ke pintu sebelah kiri. "And next to it is the girls' room!" Ia menunjuk ke pintu sebelah kanan.

Mereka pun masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Dua jam kemudian, mereka bersiap-siap untuk menjelajahi kota Manado.

Saat menunggu mobil yang akan mereka gunakan, mereka duduk di ruang utama. Tiba-tiba, seorang wanita paruh baya yang cantik mendekati mereka. Nara segera mengenali wanita itu dan memeluknya dengan hangat.

"Tante Mika, apa kabar?" sapa Nara ceria.

"Baik, sayang. Dan kamu?" tanya Mika dengan logat khas Manado yang kental.

"Puji Tuhan, baik Tante," jawab Nara dengan senyum.

Farrel juga ikut menyapa Mika, mengingat Mika adalah adik dari Bunda Eva, dan mereka cukup dekat.

"Tante, how are you?" sapa Farrel dengan ramah.

"Baik, ngana?" Mika membalas, matanya menyapu sekeliling para remaja yang menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu.

"Ini tema-teman kamu, Nara?" tanya Mika.

"Iya, Tan," jawab Nara, diikuti anggukan dari teman-temannya.

"Ododo! Ganteng dan cantik ya mereka," Mika tersenyum lebar. "Halo, kalian! Nama saya, Mika." Ia memperkenalkan dirinya. Semua remaja itu segera memperkenalkan diri satu per satu.

~

Kini, mereka berada di salah satu warung makan yang menyajikan makanan khas Manado. Mereka memilih tempat ini karena penasaran dengan bubur Manado yang terkenal.

Pelayan segera datang membawa makanan mereka dan menatanya dengan rapi di meja. Mereka memilih tempat yang cukup besar untuk menampung semua.

"Eh, tunggu dulu mau gue foto!" Jeje berteriak saat Jeremi sudah hampir menyentuh makanan di depannya.

Jeremi mendengus kesal. Inilah kebiasaan kembarnya yang selalu ingin eksis. Akhirnya, Jeremi terpaksa menunggu Jeje menyelesaikan sesi pemotretannya.

"Okay, now you can eat." ucap Jeje setelah puas memotret. Mereka semua langsung melahap makanan itu dengan lahap.

Setelah menyelesaikan makan bersama, mereka melanjutkan perjalanan entah ke mana. Karena bingung menentukan tujuan, mereka memutuskan untuk pergi ke mall untuk berbelanja.

Setelah berbelanja, mereka kembali ke vila untuk beristirahat dan mempersiapkan tenaga untuk hari berikutnya. Teman-teman Nara langsung terlelap, kelelahan setelah seharian berjalan-jalan.

Setelah membersihkan diri, Nara tidak langsung tidur. Ia berjalan ke taman depan dan duduk di gazebo, menikmati angin malam dan pemandangan laut di depan vilanya.

"Still awake?" tanya Arga, duduk di samping Nara. "Ini, minum." Ia menyerahkan secangkir susu coklat panas kepada Nara.

"Not sleepy yet, thanks," jawab Nara, tersenyum. "What about you? Why aren't you sleeping?" ia balas bertanya.

"Same here, not sleepy," jawab Arga. "Besok kita kemana lagi, sayang?"

"Maybe... to the beach," Nara menjawab sambil memandangi laut.

Setelah itu, suasana menjadi hening. Mereka berdua memandangi laut sambil menyeruput susu coklat panas yang dibuat Arga. Hingga akhirnya, Arga memecah keheningan.

"Ara?"

"Hm?" Nara menjawab tanpa menengok.

"Kamu tahu gak, apa hal yang paling aku takutkan?" Nara menatap Arga sekilas sebelum menggeleng.

"Yang pertama adalah Tuhan, yang kedua adalah kehilangan orang yang aku sayang... dan itu kamu. Aku takut banget kehilangan kamu. Tolong jangan pernah tinggalkan aku, ya, Ra," lanjut Arga dengan serius.

Nara menatap Arga dalam-dalam. "Aku gak akan pernah ninggalin kamu, Arga, pegang omongan aku."ucapnya dengan penuh keyakinan.

Arga tersenyum lega. "Makasih, Ara. I love you," katanya sambil memeluk Nara erat dan mengecup puncak kepala Nara berkali-kali.

"I love you more, Arga."

Keduanya tersenyum, merasakan kenyamanan satu sama lain di tengah malam yang tenang.

Tbc

ARGARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang