PROLOG

10.2K 382 14
                                    


"Kalau gitu gampang, kamu bisa menikah dengan Vincent," ujar Nyonya Oliver saat gue mengutarakan keinginan untuk membawa Pak Vincent pergi liburan ke London.

Dia butuh liburan agar otaknya bisa beristirahat. Nyonya Oliver nggak keberatan putra satu-satunya itu dibawa ke London untuk berlibur selama seminggu. Tapi dengan satu syarat,  Pak Vincent harus dalam pengawasan selama 24 jam full. Dia harus berada di sisi gue seharian. Artinya gue disuruh nginap di kamar yang sama dengannya.

Gue keberatan dong. Sebagai seorang gadis yang masih suci dan memegang adat ketimuran, nggak mungkin satu kamar dengan pria yang bukan mahram. Dosa! Selain itu Papa bisa gorok leher ini hidup-hidup.

Kalimat yang diucapkan oleh Nyonya Oliver bagai godam yang menghantam kepala gue. Nggak! Lebih tepatnya seluruh tubuh ini.

"Maksud Ibu? Saya hanya ingin membawa Pak Vincent liburan ke London aja, Bu."

"Tetap kamu harus mengawasinya selama 24 jam, Dokter Stela. Bagaimana jika dia bangun keesokan pagi, panik tidak tahu ada di mana?" Nyonya Oliver melihat gue dengan saksama. "Kamu kan tidak mau tidur satu kamar dengan yang bukan mahram. Jadi solusi satu-satunya kalian menikah saja."

Gila! Gue nikah sama pasien sendiri? What? Are you kidding at me?

Satu tahun sudah gue beralih profesi menjadi psikiater pribadi Pak Vincent, seorang penderita Anterograde Amnesia. Kalian tahu apa itu Anterograde Amnesia? Ringkasnya, Anterograde Amnesia tidak bisa mengingat kejadian yang baru terjadi, karena nggak bisa ditransfer ke ingatan jangka panjang. Penderita akan lupa dengan kejadian yang baru saja terjadi beberapa saat kemudian.

Itulah yang terjadi kepada Pak Vincent. Dia akan melupakan kejadian yang terjadi hari ini setelah bangun dari tidur keesokan hari.

Yang benar saja! Gue harus nikah sama pria yang nggak akan inget lagi sama diri ini setelah bangun tidur. Memang harus diakui, Pak Vincent orang yang baik, ganteng, mapan dan pengusaha andal pula. Siapa sih yang nggak pengin punya suami kayak dia? Banyak cewek-cewek bakalan ngantri buat jadi istrinya. Tapi nggak dengan gue! Karena gue tahu kekurangannya.

"Tapi Bu. Saya ..."

"Yes or no. Pilih salah satu di antara dua itu. Di kontrak yang telah kamu tanda tangani tertera jelas, akan melakukan permintaan keluarga Oliver. Saya minta kamu menikah dengan Vincent."

Seperti biasa Nyonya Oliver berbicara dengan lugas. Ini yang paling gue kagumi darinya. Sejak awal bekerja, beliau bukan orang yang suka berbelit-belit. Kalau ngomong selalu kepada intinya.

"Pernikahan bukan untuk main-main, Bu. Bagi saya menikah sekali seumur hidup. Saya juga nggak ingin menikah kontrak. Agama melarang nikah kontrak, Bu."

Terdengar helaan napas singkat dari Nyonya Oliver. Dia melihat gue dengan tatapan lebih lunak dari tadi.

"Saya meminta kamu menikah dengan Vincent juga bukan untuk main-main, Dokter Stela. Hanya kamu yang bisa saya percayakan untuk menjaga Vincent. Selama satu tahun ini, kamu telah melakukan hal yang luar biasa." Nyonya Oliver masih melihat ke arah gue. Kali ini rasanya seakan Mama yang sedang duduk di depan.

"Saya beri kamu waktu tiga hari. Pikirkan ini baik-baik," pungkas Nyonya Oliver menepuk pelan bahu ini, sebelum pergi dari ruang kerjanya.

Gue hanya bisa memejamkan mata, agar cairannya nggak keluar. Kelemahan gue Cuma satu, saat amarah tertahan, air mata pasti keluar.

Kontrak bernilai milyaran rupiah itu, telah mengubah hidup gue. Nggak hanya beralih profesi dari psikiater menjadi sekretaris gadungan, tapi juga harus menikah dengan seorang penderita Anterograde Amnesia.

________________________________

Haaai.. ketemu lagi dengan Thoper di sini. Udah lupa nggak update cerita baru di Wattpad, kangen juga chit chat dengan Reaphers semua.

Ini adalah novel pertama Thoper dengan menggunakan bahasa santuy. Semoga suka yaaa.. :*


A MAN IN A TUXEDO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang