Wedding Day

2.4K 233 28
                                    

//gomen..gomen..😢🙏walaupun membosankan dan entah bagaimana dengan ni alur aku ttp fokus disini:) storeh yg lain jdi tertunda:) terus buat QnA nya nnti okeh😊aku bakal adain kok tenang aja cma aku lg fokus ke storehnya dlu:/ //

Haik..Haik..Hello Readers, how are you? Okey, Happy Reading👉👈

Malam sudah larut, mansion sudah sepi dan lengang. Tidak demikian dengan seseorang yang terjaga dan berdiri sendirian ditaman.

"Huh...."

"Eh, tuan Ash?"

Meirin, Meirin yang tak sengja melewati taman mendapati Ash yang berdiri dihamparan rumput dan beberapa bunga yang bermekaran juga diterangi sinar bulan. Ash menoleh dan tersenyum lalu mengalihkan pandangannya lagi melihat eloknya sang rembulan.

"Tuan Ash belum mengantuk? Mansion sudah sepi dan mungkin sudah tidur. Masuklah tuan Ash, disini dingin dan sudah larut." Meirin menghampiri Ash dan ikut berdiri disebelahnya menatap rembulan.

"Ah, aku merasa lebih baik jika berdiri sebentar lagi disini." Meirin menoleh kewajah Ash. Meirin mengangguk.

Bruk

Kedua mata Meirin membulat, jika saja dia tidak refleks pasti mereka berdua terjatuh sekarang.

"Tuan A--"

"Sstt.. Maaf, tapi tolong sebentar saja." Ash tiba-tiba memeluk Meirin dari samping dan menyembunyikan wajahnya diantara leher dan bahu Meirin.

"Anoo--"

"Sebentar saja." Pinta Ash lembut, kedua lengannya mengunci, memeluk Meirin dengan erat.

'Berat.' Batin Meirin.

Meirin sedikit ternganga dan terkejut, bahu Ash---bergetar? Lagi pun sekarang bahunya merasa basah dan hangat.

"T-tuan Ash? Kau--"

Meirin khawatir, benarkah Ash menangis atau perasaannya saja. Tapi sebelum Meirin selesai bicara Ash melepas pelukannya dan mendongak, mensejajarkan wajahnya dihadapan Meirin.

Wajahnya, matanya merah dan tatapannya sayup. Ash menutup separuh wajahnya.

"Ah maaf, aku memperlihatkan sisi kesedihanku padamu." Kata Ash sambil menghapus air matanya. Meirin menggeleng," Tidak apa-apa, maaf saya lancang menasehati. Tapi-- jika kesedihan itu tak lagi bisa dibendung, tuan akan tenang jika tuan meluapkan dan menceritakannya. Tak baik untuk pikiran dan kesehatanmu jika selalu tuan Ash selalu menyimpannya."
Saran Meirin sambil menepuk bahu Ash berkali-kali.

Ash tertegun, apa yang dikatakan wanita ini benar. "Kalau begitu, apa kau bersedia mendengar keluh kesahku disini?" Ash menyingkir dari hadapan Meirin dan membenarkan posisi duduknya seperti semula.

"Jika itu membuat tuan Ash lebih baik kenapa tidak?"

"Hei--hentikan panggilan formal itu. Terdengar emm bagaimana ya--" Ash memegang tengkuk belakangnya."Panggil aku Ash disaat kita berdua seperti ini, bagaimana?" Tanya Ash, Meirin mengangkat kedua bahunya berbicara tanpa melihat wajah Ash.

"Sudahlah, aku sudah muak dengan panggilan formal seperti itu entah kenapa." Sanggah Ash, Meirin mengangguk. Lengang, sepi, sunyi, hanya terdengar suara jangkrik diselingi angin yang menerpa.

"Aa--aah~~ Ternyata begini rasanya jika patah hati, ya?" Ash barulah membuka mulut lagi setelah beberapa menit kemudian. Lagi dan lagi, Meirin mengangkat kedua bahunya." Begitulah, hal yang dirasakan tu-- Ash pun terjadi padaku." Meirin menunduk dan tersenyum.

Ash mengangkat salah satu sudut bibir dan sebelah alisnya bersamaan, "Kenapa?"

Meirin menggeleng,"Lebih baik sa--maksudku aku tidak perlu membahasnya lagi." Kata Meirin parau, Ash mengangguk paham,"Pada akhirnya aku harus mencari lagi ya, siapa yang bisa memenangkan hatiku." Ash memasang wajah muram dan menghela nafas panjang.

MY LORD [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang