29. Definisi kebahagiaan

913 74 28
                                    


Zaman boleh berubah, semua sibuk mengejar harta, tapi tidak melupakan keluarga, melupakan arti kehangatan dan kebahagiaan.

~Aouthor~

******

Sebuah motor sport hitam identik dengan lis merah dibagian setiap bodi motor, baru saja memasuki perkarangan rumah yang terlihat sangat elegan nan mewah bak seperti istana. Cowok yang berbadan tegap itu turun dari motor dengan melepaskan helm full facenya, rambut yang sudah acak-acakan. Terlihat sebuah mobil putih yang sudah terpakir dihalaman rumahnya, ia tahu siapa pemilik mobil tersebut. Yah, tak lain ialah papa dan kakeknya Adijaya. Cowok itu segera melangkahkan kakinya kedalam rumah besar itu, yang dikuti oleh seorang perempuan.

Setibanya didalam rumah, tepat di ruang keluarga, ia hanya melirik lalu berganti fokus pandangan ke depan tanpa mau menyapa kedua pria paruh baya itu.

"Uda pulang kamu El?" sapa sang papa pada anak semata wayangnya.

El memberhentikan langkah kakinya, menatap dan hanya diam tidak menjawab ucapan sang papa dengan tatapan dingin.

"Om, kakek?" panggil Reina kepada kedua pria paruh baya itu.

"Eh, Reina ya?" jawab Irfan papa El.

Reina tersenyum lebar dan mencium punggung tangan kedua pria paruh bayah itu.

"Iya om?" balas Reina lembut.

"Reina anaknya Suryo, temen kecilnya El dulu?" timpal kakek El.

"Iya kek?" jawab Reina.

"Kapan kamu pulang ke Indonesia, gimana kabar papa sama mama kamu baik kan?" tanya Irfan kepada Reina.

"Uda 2 minggu lebih om, papa sama mama baik juga om?" jawab Reina.

"Om gimana kabarnya, kakek juga" tanya balik Reina kepada Irfan.

"Yah, seperti yang kamu liat sekarang?" jawab Irfan.

"Allhamdulilah kakek baik?" jawab kakek.

"Wah om keliatan makin gendut aja!" ujar Reina kepada Irfan dengan cengiran.

Irfan tertawa renyah. "Bisa aja kamu?" jawab Irfan kepada Reina.

El memutar bola matanya malas, dirinya hanya menyaksikan obrolan mereka saja, tanpa ikut basa basi, ia tidak lagi ingin berlama-lama dengan situasi seperti itu, ingin rasanya ia pergi kekamar sekarang, untuk sedikit menenangkan pikiranya, karena beban pikirannya beberapa hari ini agak bertambah, apalagi dengan kehadiran papa dan kakeknya membuat ia semakin terganggu. Seorang anak biasanya senang jika orang tua datang menemui anaknya, tapi tidak dengan El yang sama sekali tidak senang dengan kehadiran keduanya. Dan melangkahkan kakinya untuk beranjak pergi. Namun, belum sempat melangkah kakek memanggilnya.

"El?" panggil kakek lembut.

El melirik sang kakek masih dengan wajah datar sedatar-datarnya. Ia terus mengunci mulutnya rapat-rapat tidak ingin menjawab.

"Sini duduk dulu, kakek mau ngomong sama kamu?" ujar kakek.

Rasanya ia berat sekali untuk menuruti perintah sang kakek, Mau tak mau El mendaratkan bokongnya ke sofa tepat berhadapan dengan kakek. 

"Kakek dapat informasi dari sekolah, bahwa kamu tidak mengikuti peraturan sekolah.  Apakah itu benar Eldiano?" tanya kakek El langsung pada intinya.

"Kamu sering bolos, dan berantem di sekolah?" lanjut sang kakek.

El membuang napas pelan, rasanya ia muak sekali dengan pertanyaan kakek setiap kali bertemu, yang selalu menanyakan hal dirinya disekolah. Apakah tidak ada pertanyaan lain pikirnya.

ELDIANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang