Chapter09

717 28 0
                                    

| Diantara Jejeran Orang-orang Disampingmu Pasti Hanya Tersisa Satu Orang Untuk Rasa Nyaman Di Hatimu |

〰️▫️◽◻️⬜💜⬜◻️◽▫️〰️

Aku benar-benar merasa bersalah setelah mendengar penjelasan dokter, Ardan ternyata alergi kacang dan gara-gara aku dia sampai masuk rumah sakit.

Aku terus menangis saat ikut dengannya di ambulance tadi, Keano sudah sedari tadi diambil Zilya karena urusannya sudah selesai. Kini aku tengah menunggu Ardan sadar, sudah setengah jam dia belum membuka matanya membuat rasa bersalahku semakin besar.

Tolong sadarlah, jangan sampai mati ditanganku begitu. Aku memang ingin melihatmu mati tapi jangan ditanganku juga atau aku akan menjadi seorang pembunuh nantinya. Hiks ... Apa kata orang nanti saat mendengar anak seorang dokter membunuh orang? Hua ... Tolong bangun Ardan!

Kulihat jari telunjuknya mulai bergerak, dengan cepat ku hapus air mataku dan segera ku genggam tangannya. Lehernya terdapat banyak bentol-bentol merah seperti bekas gigitan semut, oh melihatnya saja membuatku semakin merasa bersalah.

"Pak Ardan bangun?! Oh syukurlah, ku kira Pak Ardan mati dan tidak akan bangun lagi." Ujarku senang saat dia membuka matanya.

"Aku dimana?" tanyanya lirih, oh tidak! Apa dia hilang ingatan sekarang? Huaa ... Jangan, aku mohon ...

"Kau ... Kau memberiku kacang! Dan-dan! leherku?! Apa bentol-bentol sekarang?!" tanyanya panik, aku mengangguk merasa bersalah sembari mengusap air mataku dan menarik-narik ingusku.

"Kau ... Kau—"

"Maafkan saya Pak, saya tidak tau jika Bapak alergi kacang, tolong maafkan saya. Saya tidak bermaksud membunuh Bapak karena balas dendam, sungguh! Saya bersumpah saya tidak tau hiks ... " Potongku dalam satu tarikan napas, aku benar-benar sedih, tolong jangan pecat aku Pak, huaa ...

"Apa yang akan kau lakukan untuk menebus kesalahanmu?" ujarnya, aku mendongkrak menatapnya dengan airmata yang entah kenapa masih belum bisa berhenti.

"Saya akan menjaga Bapak sampai Bapak sembuh total, melakukan apapun yang Bapak mau hiks ... Tapi saya mohon maafkan saya, jangan laporkan saya ke polisi dan jangan pecat saya hiks ... Huaa ... " Aku tidak tahan ingin menumpahkan semua airmataku, bagaimana jika Pak Ardan melaporkanku untuk kasus percobaan pembunuhan? Bagaimana reaksi Kak Aya, Mami dan Papi saat tau aku dipenjara di Jakarta? Huaa ... Tolong aku ...

***

Setelah acara nangis-nangis bombay meminta pengampunan dari malaikat pencabut nyawa itu, aku sekarang disuruh melakukan semua hal yang menurutku masih bisa dia lakukan. Tapi aku tak peduli! Asalkan dia tidak melaporkanku ke polisi aku akan melakukan apapun kemauannya.

Setelah selesai menyuapinya makan aku mendorongnya dengan kursi roda keluar rumah sakit, dokter sudah memperbolehkan Ardan pulang. Sebenarnya aku heran, Ardan kan hanya alergi bukan lumpuh, kenapa harus pake kursi roda segala? Ah bodo ah mending aku fokus menjaganya, jangan sampai dia menelpon polisi.

"Halo?"

Apa dia menelpon polisi dan akan melaporkanku? Dengan cepat aku mengambil ponsel yang tengah menempel di telinganya, Ardan nampak terkejut.

"Euh? Ba-bapak jangan dulu mengurus pekerjaan, Bapak kan belum pulih total." Alasanku, dengan cepat aku langsung menutup panggilan tanpa melihat siapa yang dia telpon karena sudah bisa kupastikan itu pasti polisi, siapa lagi?

"Ayo Pak, Bapak mau kemana hari ini?" Ujarku dengan cepat mendorongnya menjauh dari lobi rumah sakit sebelum dia berkomentar.

Ardan hanya mangap-mangap ingin mengeluarkan suara tapi dengan cepat kubawa dia keluar, hari sudah semakin sore sebaiknya aku antarkan dulu Ardan ke rumahnya.

My First Love is My SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang