Chapter04

971 38 1
                                    

| Aku Benci Saat Rasa Gengsi Mengalahkan Semua Rasa Yang Pernah Ada Dalam Hatiku |

〰️▫️◽◻️⬜💜⬜◻️◽▫️〰️

Meeting siang ini berjalan lancar, bosku itu telah menandatangani salah satu proposal tadi siang, aku sekarang tengah mengantarkan proposal tersebut ke bagian penanggung jawab lapangan, proposal yang kutau tentang pembangunan sebuah mall baru di Jakarta Utara. Sejauh ini tidak ada yang aneh dengan perintah Ardan, atau belum?

Setelah menyerahkan proposal tersebut pada pihak lapangan langkahku terhenti saat seseorang memanggilku. Aku menoleh dan mendapati seseorang tengah berjalan kesusahan di lorong, tangannya penuh dengan beberapa kardus yang isinya terdapat tumpukan berkas tak tau apa itu.

Dengan cepat aku menghampirinya dan mengambil salah satu kotak dari ketiga kotak yang dia angkat, hampir saja terjatuh jika aku tidak segera mengambilnya.

Dia sedikit menggeser kotak kardus tersebut kepinggir agar bisa melihatku, aku tersenyum menatapnya.

"Terima kasih," cicitnya, wajahnya terlihat sangat imut menurutku, dari analisisku pria itu terlihat masih sangat muda, mungkin pantas duduk di bangku SMA.

"Tak masalah, mau disimpan dimana?" tanyaku sembari berjalan beriringan dengannya, dia tampak tersenyum tak enak.

"Ke gudang, ini berkas lama. Maaf merepotkan." Ujarnya pelan, tak tau mungkin gaya bicaranya memang selalu lembut seperti itu. Aku mengangguk saja sambil terus berjalan.

Setelah sampai digudang aku segera menurunkan kotak tadi, dia juga melakukan hal yang sama, dia tersenyum kembali menatapku.

"Makasih Kak, eh maksudku bu?" ujarnya canggung. Aku tersenyum, dugaanku benar, dari cara dia memanggilku dengan sebutan 'Kak' saja aku sudah tau jika dia memang masih muda.

"Gakpapa, panggil Kakak juga boleh. Kamu keliatannya masih muda, kamu kerja disini?" tanyaku penasaran, dia menggaruk belakang lehernya sembari tersenyum canggung, aku tau dia tidak gatal tapi hanya untuk mengusir rasa gugupnya.

"Nama saya Jio Kak, saya memang masih sekolah semester akhir dan sebentar lagi keluar Kak."

Mengalirlah cerita darinya, dia bercerita bahwa dia memang sering datang ke kantor ini karena Ayahnya bekerja di bagian keamanan, dan setelah lulus nanti pun rencananya dia akan bergabung ke dalam bagian keamanan kantor ini. Bisa ku lihat dia memang anak yang bisa dibilang sedikit bandel, terlihat dari anting berbentuk bulat hitam di telinga kanannya. Aku mudah menilai anak berandal sepertinya karena dulu aku memang suka bergaul dengan anak seperti itu.

Dia juga sepertinya pandai berkelahi, tak heran Ayahnya mengajak dia bergabung ke tim keamanan kantor. Baguslah, kemampuan berkelahinya akan digunakan untuk hal positif.

"Nama Kakak Anara, Panggil aja Kak Ara atau Kak Ana ya? Kamu anak manis." Ujarku sembari mengacak rambutnya gemas, dia memang sangat menggemaskan dan manis menurutku. Ah melihatnya aku jadi teringat Evan, keponakan manisku.

Dia tersenyum dibarengi dengan pipinya yang entah kenapa mendadak merona saat aku mengacak rambutnya.

Ah aku lupa, Ardan pasti mencariku. Aku pamit pada Jio dan dengan cepat keluar dari gudang menuju pintu lift untuk naik ke lantai 30.

Baru beberapa detik aku memencet angka 30 di dalam lift, ponselku berbunyi. Tertera nama 'Strange Bos' di layar ponselku, aku memang sengaja menamai dia dengan sebutan Bos aneh karena perintahnya yang menurutku selalu aneh, ah mungkin bukan hanya menurutku saja, siapapun yang mendapat perintah konyol darinya pasti akan menyebutnya aneh.

My First Love is My SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang