Chapter55

267 10 0
                                    

Pertemuanku dengan Jio setelah sekian lama membuatku senang. Anak itu tumbuh menjadi seorang pemuda yang tak kalah tampan dari Ardan. Sesuai perkataannya dulu, kini Jio menjadi bagian dari perusahaan yaitu menjadi anggota keamanan yang masih di kepalai oleh Ayahnya sendiri.

Jio bercerita kepadaku bahwa dia memiliki keinginan untuk menjadi seorang tentara, dilihat dari postur tubuhnya dia terlihat cocok. Tapi Jio bilang dia tidak bisa membuat Ayahnya kecewa, Ayahnya ingin Jio dapat menggantikan posisinya kelak. Ayah Jio memang sudah mengabdi di Perusahaan Cakra Dara sejak dulu, sejak pertama kali perusahaan di bangun oleh kakek Ardan.

Aku sedikit tak enak hati, padahal Jio memiliki impiannya sendiri, tapi dia terikat dengan ekspektasi orangtuanya. Padahal kebebasan ada ditangannya, dia berhak menentukan untuk mengejar mimpinya.

Mengenai pernikahanku, Jio sudah tahu. Dia mengetahuinya dari Ayahnya. Beberapa orang di perusahaan memang sudah mengetahui pernikahanku dengan Ardan. Papa yang memberitahukannya.

Lucunya, dia terlihat merasa kecewa. Aku mengerti perasaan Jio. Dia menyukaiku, itu sangat menggemaskan dan manis menurutku. Padahal mungkin dia belum mengerti arti cinta yang sebenarnya itu apa.

Tapi melihat setelah yang dipakai Jio membuatnya terlihat dewasa. Tinggi badannya saja hampir sama dengan Ardan, padahal dia baru keluar SMA. Bagiku, Jio adalah anak laki-laki yang menggemaskan, dia seperti adik yang mencemaskan Kakak perempuannya.

Saat ini aku tengah berada di rumah Rendi, temannya Ardan setelah pertemuanku dengan Feni yang berlangsung singkat. Ardan bilang mereka teman dibangku kuliah, aku tidak pernah menanyakan lebih jauh tentang Rendi pada Ardan.

Mengenai Feni, dia terlihat sangat sibuk karena laporan akhir bulannya, ditambah dia bertemu dengan Ardan saat makan siang kami, itu pasti membuatnya merasa terbebani karena harus menyelesaikan laporan. Divisi akuntansi memang yang paling sibuk saat akhir bulan karena mereka akan menghitung dan menjumlah pengeluaran dan tentu saja kebutuhan untuk bulan seterusnya.

Mengingat ekspresi Feni saat tahu ak tengah hamil membuatku tersenyum kecil. Betapa terkejut dan histerisnya dia sampai-sampai kami menjadi atensi semua orang di restoran. Anak itu memang tidak pernah bisa menjaga mulutnya untuk tidak berteriak ketika terkejut.

Kedatangan Ardan dan Rendi dari lantai atas membuatku menoleh. Aku tengah membantu ibunya Rendi memasak. Sebenarnya hanya sebatas membantu memotong sayuran saja karena aku tak tahan dengan bau bawang putih.

"Maaf ya, Ra. Kamu pasti bosen." Ucap Rendi, aku menggeleng pelan.

"Gakpapa, santai aja. Kalian pasti kangen karena udah lama gak ketemu."

Ibunya Rendi yang tengah mengaduk tumisannya tiba-tiba menyaut, "Ya jelas lah, orang mereka dari dulu nempel mulu kayak perangko." Kekehnya membuatku ikut tertawa kecil.

"Siapa yang nempel kayak perangko?"

Kedatangan seorang perempuan berambut pendek mengalihkan atensi kami, aku menatap Ardan dengan tatapan penuh pertanyaan.

"Dia adik nya Rendi." Bisik Ardan membuatku mengangguk pelan.

"Apaan si bocah nyaut mulu!"

Sesaat terjadi adu mulut antara Rendi dengan adiknya, membuatku menggeleng tak habis pikir. Rendi ternyata masih kekanak-kanakan, aku kira Rendi adalah orang yang dewasa dan pendiam, tapi di hadapan keluarganya dan juga Ardan dia seolah berubah 180 derajat.

Hari semakin gelap, aku dan Ardan memutuskan untuk pulang setelah perbincangan kami mengenai pernikahan Rendi yang akan di laksanakan 4 hari lagi.

Pernikahan Rendi akan di gelar disalah satu gedung yang ada di Jakarta Selatan. Alasan Rendi meminta Ardan datang adalah karena gedung tersebut ternyata dibangun atas nama perusahaan Cakra Dara. Sebenarnya Rendi sengaja mengambil reservasi di gedung tersebut karena mengingat gedung tersebut dibangun dibawah Ardan semasa jadi pemimpin di perusahaan pusat dulu. Bahkan saat pembukaan dan pengesahan gedung tersebut Rendi ikut bersama Ardan.

My First Love is My SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang