| Kau Calon Istri Terbaik Untukku, Tapi Aku Bukan Calon Suami Yang Baik Untukmu |
〰️▫️◽◻️⬜💜⬜◻️◽▫️〰️
Ardan Pov
Bekas cakaran kucing di tanganku memang sudah hilang tapi rasa takut pada kucing masih membekas di hati dan pikiran. Meskipun sekarang aku sudah dewasa, tapi tetap saja rasanya aku takut jika harus di cakar untuk kedua kalinya.
Melihatnya terus mengeong membuatku merasa kasihan, pasti dia kelaparan sedangkan pemiliknya masih bergelut cantik di alam mimpi. Apakah aku harus mengalahkan ego untuk rasa kasihan? Jika di lihat-lihat Zero memang tengah kelaparan, baiklah kali ini saja.
Meong ...
"Iya-iya, tunggu bentar."
Aku menuangkan butiran-butiran kecil dari dalam kemasan bergambar kucing ke dalam tempat makan Zero, sedikit menggeser tubuhku saat Zero mendekat. Walaupun dia terlihat baik tapi setidaknya aku harus waspada, siapa tahu dia menyerang secara tiba-tiba.
Hufh ... Berdiam diri tanpa Anara seperti ini membuatku bosan, perutku juga sudah mulai berbunyi.
Paper bag tadi masih utuh tak tersentuh, di dalamnya ada masakan Mama yang super enak. Apa yang harus ku lakukan? Apa aku harus penaskan terlebih dahulu supaya aku dan Anara bisa makan? Tapi aku tidak bisa menyalakan kompor.
Tiba-tiba aku teringat dengan Vinka, di apartemen ini tidak ada wanita dan kebetulan dia sedang ada. Baiklah, aku akan bersikap tidak tahu malu memintanya memanaskan makanan demi perutku ini.
Seusai berterimakasih yang sebesar-besarnya aku kembali ke apartemen Anara dengan nampan berisi lauk pauk yang sudah di panaskan Vinka, dia gadis baik. Dan beruntungnya Vinka dan Rian memang tengah memasak tadi, Vinka juga memberikan nasi untukku. Nasib orang ganteng memang beda, terima kasih tuhan.
Perlahan ku goyangkan lengan Anara, dia belum makan siang dan agar perutnya membaik dia juga harus segera meminum Kinanti— eh Kiranti maksudku!
"Anara? Bangun, ayo makan siang dan minum obat yang saya beli." Ujarku, wajahnya masih pucat membuatku merasa khawatir. "Ayo bangun, makan dulu ya? Muka kamu pucet gitu, abis itu minum obatnya." Anara mengangguk lemah kemudian bangkit dari kubur— eh dari tidur maksudku.
Melihat Anara mengernyit, aku tahu dia heran melihat masakan di atas meja. Oh aku memang calon suami idaman, benar 'kan?
"Saya panasin masakan Mama tadi, ayo!" ajakku sambil ku sodorkan segelas air pada Anara.
"Bapak yang manasin?" Aku menggeleng. "Terus siapa?" tanyanya lagi.
"Vinka."
"Siapa Vinka?"
"Tunangannya Rian, kebetulan dia tadi sedang menemui Rian. Saya meminta bantuannya saja, saya sudah kasih makan Zero tadi, dia kayaknya kelaperan."
"Bapak gak takut?"
"Lumayan lah, kalo diliat-liat Zero lucu juga. Dia juga kayaknya gak bakal nyakar saya, jadi saya agak berani sekarang."
Padahal boong!
"Makasih Pak, saya merasa punya tetangga yang berguna sekarang."
Dasar! Jadi selama ini aku tidak berguna?!
***
Hujan pertama di bulan September, bulan yang akan ku mulai dengan senyuman. Besok Kak Arkan akan mulai beradaptasi di kantor, mungkin juga besok Kak Arkan akan mengambil alih beberapa proyek yang sedang ku kerjakan, tak masalah karena aku juga harus mulai beradaptasi di Bogor. Tapi masalahnya adalah gadis bernama Anara.
KAMU SEDANG MEMBACA
My First Love is My Secretary
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA!] "Dia gadis SMA yang sempat menolak cintaku dulu, lihat sekarang! Dia bahkan datang kepadaku dengan sendirinya, takdir memang adil ya?" Ardan Cakra Mahendra, CEO muda yang dulunya seorang cowok cupu yang dicampakan oleh seoran...