| Berawal Dari Kekesalan Yang Di Barengi Dengan Kecemburuan |
〰️▫️◽◻️⬜💜⬜◻️◽▫️〰️
Entah sebutan apa yang lebih cocok untuknya selain tidak tahu malu dan tidak tahu diri. Ekspresi sedih dan tangisannya kemarin masih belum hilang dalam ingatanku tapi sekarang, wah... Bahkan aku sempat ragu jika kemarin yang menangis itu Pak Ardan. Apa dia memiliki kepribadian ganda? Bagaimana mungkin dia berubah menjadi menyebalkan lagi setelah apa yang terjadi kemarin? Aku sangat kesal.
"Kenapa menatapku seperti itu? Bukankah harusnya kamu segera pergi mandi sekarang? Sudah jam 7 lebih 30, kita berangkat bersama." Ujarnya tak berdosa masih dengan mulut yang penuh dengan sarapan yang ku masakan beberapa menit yang lalu. Aku menatapnya sesinis mungkin, "Jangan salah paham, saya hanya membalas sarapan dan sesama tetangga memang harus tolong menolong bukan?" lanjutnya.
Ya tuhan, disini siapa yang menginginkan balasan untuknya? Aku membuat sarapan atas dasar paksaan bukan atas kebaikan hatiku sendiri. Setelah membuat tidur indahku terganggu dia dengan tidak tau malunya masuk dan mencari makanan di dapur, apa kamar apartemenku tempat umum sampai-sampai dia bisa sebebas itu? Ya tuhan, tolong usir manusia tak ada akhlak ini dari apartemenku, aku mohon. Zilya, tolong kembali, lebih baik aku memiliki tetangga sepertimu daripada makhluk tak tahu diri seperti didepanku ini.
Ok, sabar Anara ... Orang sabar disayang tuhan, biarkan saja untuk kali ini. Lebih baik ku manfaatkan waktuku untuk hal bermanfaat daripada meladeninya yang tak tahu sampai kapan akan berakhir.
Ku langkahkan kaki ku menuju kamar untuk segera bersiap ke kantor, jangan salahkan aku jika sampai terlambat masuk karena CEO nya sendiri yang membuatku telat.
***
"Ayo makan siang bersama!" aku sedikit terkejut dan denagn refleks mendongak menatap Pak Ardan, sejak kapan orang ini sudah ada di depanku?
"Saya tidak bisa Pak, saya mau makan siang bersama divisi lantai 27, teman saya itu." Ujarku, setelah insiden sarapan tadi syukurlah tidak ada lagi hal yang membuatku kesal, semuanya masih berjalan normal sampai sekarang.
"Ya sudah, ayo!" aku menatapnya heran. Ayo kemana? "Saya ikut makan di kantin." Sambungnya, serius dia ikut makan di kantin? Selama aku bekerja jadi sekretarisnya, aku hanya pernah melihatnya satu kali makan di kantin perusahaan.
Tanpa pikir panjang aku langsung mengangguk malas, terserah lah jika Pak Ardan ingin ikut. Dia juga tidak akan tertarik dengan obrolan divisinya bukan? Aku tau, baginya semua omongan karyawannya pasti tak berguna dan hanya buang-buang waktu saja. Sementara niatku makan siang dengan divisi akuntansi memang ingin membicarakan pesta barbeque malam ini.
Baru beberapa langkah memasuki kantin yang lumayan luas ini kami sudah di serbu tatapan dari para karyawan yang tengah makan, ralat. Sepertinya tatapan itu hanya tertuju pada Pak Ardan tapi melihat Pak Ardan yang tengah berjalan di depanku, dia terlihat tak peduli dan terus melangkah membiarkan bisik-bisik karyawan perempuan di kantin ini.
"Yang benar saja, bulan ini yang kedua kalinya."
"Iya, biasanya Pak Ardan jarang sekali ke kantin."
"Dia sangat tampan dengan gaya rambut barunya itu,"
"Benar, dia terlihat dingin tapi sangat menggoda."
"Aku ingin sekali menjadi istrinya, jika perlu aku akan membuatnya jatuh cinta padaku. Lihat saja,"
"Wah Chery, wajah cantikmu bisa saja membuat Pak Ardan jatuh cinta. Sebagai sahabatmu, aku mendukung saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
My First Love is My Secretary
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA!] "Dia gadis SMA yang sempat menolak cintaku dulu, lihat sekarang! Dia bahkan datang kepadaku dengan sendirinya, takdir memang adil ya?" Ardan Cakra Mahendra, CEO muda yang dulunya seorang cowok cupu yang dicampakan oleh seoran...