Chapter21

465 22 1
                                    

| Kadang Aku Ragu Dengan Hatiku Sendiri |

〰️▫️◽◻️⬜💜⬜◻️◽▫️〰️

Aku tersenyum lebar melihat wajah cemberut Pak Ardan, wajahnya terlihat sangat lucu dengan bando kucing-kucingan di kepalanya, juga kacamata berwarna pink yang Pak Ardan pakai membuat nya terlihat sangat lucu.

"Coba tirukan suara kucing Pak," pintaku.

"Meong ... " Aku tergelak melihatnya, Pak Ardan benar-benar sangat lucu. Dia melakukan apapun yang aku suruh hari ini, mulai dari menaiki roller coaster walaupun dia sampai teriak-teriak karena ketakutan, menaiki kora-kora, hysteria dan terakhir menaiki tornado. Aku baru tau Pak Ardan ternyata sangat penakut, berbeda denganku aku memang sudah menyukai wahana-wahana yang memicu adrenalin seperti itu sedari dulu.

Setelah melihat tangisan Pak Ardan tadi siang, aku mengajak Pak Ardan untuk jalan-jalan ke Jakarta Utara tepatnya ke dufan. Aku tidak peduli mengajaknya dia jauh-jauh ke ancol asalkan Pak Ardan sudah tidak sedih lagi. Dan terbukti saja, setidaknya Pak Ardan berhasil melupakan kesedihannya walaupun aku tidak tau penyebab tangisannya tapi aku ingin melihatnya berhenti bersedih.

Bahkan makan siang bersama Feni harus kubatalkan karena mengajak Pak Ardan ke sini, tapi aku juga senang hitung-hitung bermain disini. Ini ketiga kalinya ku pergi ke dufan, dulu aku pernah dua kali kesini saat Kak Aya kuliah di Jakarta.

"Ra, bandunya saya buka ya? Kacamatanya juga ya?" aku menggeleng sambil memakan permen kapas yang dibelikan Pak Ardan tadi.

"Gak bisa, Bapak kan udah janji gak akan dilepas nyampe pulang nanti. Bapak mau pulang sekarang?" Pak Ardan menggeleng lemah membuatku tersenyum, wajah pasrahnya sangat lucu.

"Saya lapar, kita makan yuk?" aku mengangguk antusias sambil kembali menoleh ke arahnya. "Tapi bandonya di buka ya? Saya malu." Sambungnya, baiklah. Aku lebih baik mengalah, kasihan juga Pak Ardan.

Memesan makanan khas korea jadi pilihan kami, sebenarnya pilihanku karena aku memang suka makanan korea dan Pak Ardan ikut saja. Pak Ardan hanya diam dan menyerahkan pesanannya padaku, aku memesan Bulgogi, Sundubu Jjigae, Jjampong dan Japchae. Aku tidak tau apakah Pak Ardan suka pedas atau tidak karena aku memesan makanan yang hampir semuanya pedas.

Hari sudah semakin sore, setelah makan bukannya kembali ke kantor, Pak Ardan malah mengantarku ke apartemen padahal pekerjaan masih menumpuk di kantor. Aku menurut saja sementara Pak Ardan kembali ke kantor, dia bilang hari ini bonus karena sudah membuatnya melupakan kesedihannya.

Pak Ardan mengatakn bahwa aku juga sudah menemani salah satu jadwalnya,  aku tidak mengerti tapi Pak Ardan hanya mengatakan aku sudah mengisi huruf 'P' dijadwalnya. Tak tau apa artinya tapi syukurlah wajahnya tidak terlihat sedih lagi. Setidaknya Pak Ardan melupakan masalahnya sejenak.

Aku tidak tau apa yang di tangisinya tapi melihatnya menangis seperti tadi membuatku tidak tega.

***

Kedua mataku terbuka karena panggilan dari perutku, kulirik jam dinding di kamarku, ternyata sudah jam 8 malam, pantas saja perutku terasa lapar.

Oh sial! Gara-gara pengakuan cinta Jio kemarin aku jadi lupa membeli bahan makanan, hanya ada mie instan didapur dan sayangnya aku selalu teringat ucapan Papi  saat melihatnya. Tapi aku juga sedang malas keluar untuk membeli bahan makanan, aku juga malas memasak, aku ingin tidur lagi tapi perutku terus berbunyi. Nasib anak rantau gini amat.

Ku langkahkan kaki dengan malas menuruni tangga, malam ini cukup dingin jadi aku sengaja mengganti kaosku dengan sweeter kemudian memakai penutup kepalanya. Langkahku terhenti sesaat di tangga lantai 4 saat mendengar suara dari dalam. Sepertinya lantai 4 sudah di isi kembali,  semoga saja dia seorang perempuan agar aku tidak sendirian.

My First Love is My SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang