Chapter51

244 7 0
                                    


Pernikahan bukanlah sebuah hubungan yang mudah, pernikahan juga bukanlah sebuah hubungan yang gampang. Pernikahan bukan sekedar menyaturan dua pemikiran yang berbeda untuk saling melengkapi dan saling menutupi untuk sebuah tujuan bernama kebahagiaan dan ibadah yang paling panjang.

Aku memang bukan perempuan yang sempurna dan dewasa, tapi dengan adanya Ardan disampingku aku yakin mampu menjalani pernikahan kami dengan baik. Aku selalu berfikir untuk mengesampingkan egoku dalam hal yang berkaitan dengan Ardan, semua itu kulakukan agar pernikahan kami tak akan pernah pecah.

Permasalahan dalam rumah tangga memang tak bisa dihindari, seolah hal tersebut memang halyang wajib terjadi dan terlewati oleh setiap pasangan yang sudah menikah. Pertengkaran-pertengkaran kecil antara aku dengan Ardan juga tak ayal sering terjadi. Padahal jika di ingat dengan baik penyebab pertengkaran kami hanya karena hal sepele saja.

Sudah sifat Ardan yang selalu menyelesaikan semua permasalahan dengan mengalah dan tak mengungkit kejadian yang telah lalu. Aku yang selalu berusaha mengesampingkan egoku pun entah kenapa akhir-akhir ini menjadi sangat sulit ku kendalikan.

Emosi ku menjadi sering berubah-ubah, kadang aku marah besar hanya karena pakaian kotor yang Ardan letakan sembarangan di kamar, berakhir dengan Ardan yang menenangkanku dengan memelukku dengan erat. Ajaibnya, hal itu selalu berhasil membuatku menjadi tenang. Entah ada apa denganku akhir-akhir ini.

Tapi terlepaskan dari pertengkaran kami aku dan Ardan baik-baik saja, seolah kami memulai pagi dengan tenang tanpa ingat apa yang telah terjadi semalam atau kemarin.

Tak terasa pernikahan kami sudah berjalan beberapa bulan, Ardan juga mulai sibuk dengan kerjaannya di kantor dan aku yang sibuk tak melakukan apa-apa di rumah mulai bosan dibuatnya. Beberapa kali aku pergi ke Jakarta hanya untuk sekedar bertemu dengan Feni atau berkunjung ke rumah orangtua Ardan, itu pun dengan Ardan yang selalu menyempatkan waktu untuk menemaniku.

Percakapanku dengan Papa nya Ardan berlanjut hari itu. Ardan memiliki seorang adik perempuan. Aku terkejut bukan main saat mendengarnya, ada rasa senang yang menjalar mengetahui bahwa aku memiliki adik ipar perempuan. Tapi semua rasa senang itu hilang seketika saat Papa mengatakan bahwa adik Ardan meninggal bersama orangtua kandung Ardan dalam insiden kecelakaan.

Papa tak pernah mengungkit pembicaraan mengenai orangtua kandung Ardan. Sebagai orangtua angkat yang sudah menganggap Ardan anak kandung sendiri, tentu Papa dan Mama tak ingin Ardan tersinggung, tapi aku yang sekarang sudah menyandang status istri Ardan pun tak bisa hanya diam. Selama ini tak pernah ada yang aku sembunyikan dari Ardan, dan hal ini lambat laun juga akan Ardan ketahui, jadi hari ini aku berencana memberitahu Ardan.

"Aku pulang agak malem sayang, ada kerjaan urgent. Maaf ya, kamu jadi nungguin. Sekali lagi maaf ya, sayang."

Isi pesan yang kuterima membuatku tersenyum geli. Seolah Ardan melakukan kesalahan yang besar, dia selalu meminta maaf untuk hal kecil sekali pun.

Setelah mengirimkan balasan aku segera turun ke lantai bawah, hari sudah mulai gelap, aku berencana membuat makan malam dengan menu favorite Ardan, Sayur kangkung dan Ikan goreng.

Kuikat rambutku dengan asal, mengeluarkan bahan masakan dari dalam lemari es dan mulai mengeksekusinya setelah menyalakan televisi di ruang keluarga. Jarak ruang keluarga dengan dapur memang bersebelahan, hanya terhalang sekat buatan dari kayu dan meja makan yang hanya berisikan empat kursi. Sengaja kunyalakan agar suasana tak terlalu sepi.

Ting tong!

Suara bel pintu membuatku mengurungkan niat untuk menyalakan kompor, tadinya aku ingin menggoreng ikan tapi kuurungkan karena aku harus mengecek siapa yang datang.

My First Love is My SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang