| Kadang Hanya Dibutuhkan Satu Pertemuan Untuk Menyadari Bahwa Rasa Itu Masih Ada |
〰️▫️◽◻️⬜💜⬜◻️◽▫️〰️
"Ini dokumennya Pak, drafnya sudah saya kirim lewat e-mail sesuai perintah Bapak." Ujarku, Pak Ardan mengangguk tanpa mendongak menatapku, tangannya masih sibuk mengecek tumpukan berkas di hadapannya.
Dia benar-benar berubah, dingin dan cuek padaku dan itu mungkin karena kesalahanku dua hari yang lalu.
"Kenapa masih disini? Apa tidak ada kerjaan yang lain?" lagi-lagi Pak Ardan bertanya tanpa menatapku yang masih setia berdiri di depan meja kerjanya, entahlah rasanya hatiku sakit jika melihat sikapnya seperti ini.
"Pak, saya sudah minta maaf. Bapak jangan gini dong sama saya, saya kan udah jelasin ke Bapak kalo say—"
"Saya tau, janji dengan pacar kan? Bisa tidak anda bersikap profesional? Jangan bawa-bawa masalah pribadi ke kantor, saya muak."
Mendengar nada bicaranya saja seolah membuat hatiku perih, apa Pak Ardan membenciku? Ada apa dengannya?
Dua hari terakhir ini tak pernah ku lihat tawa bahkan senyuman dari bibirnya, wajahnya datar sama seperti pertama kali bertemu, dia juga sering marah-marah di kantor.
"Ok, kalo itu mau Bapak toh saya juga sudah meminta maaf." Ujarku sebelum pergi keluar dari ruangannya. Aku kesal, benar-benar kesal. Aku merasa menjadi tumpuan kebenciannya akhir-akhir ini.
Dia berubah, sikapnya sangat dingin padaku dan dalam dua hari terakhir ini dia sering membentakku padahal aku sudah minta maaf padanya.
Aku memang salah karena tidak datang menemuinya tepat waktu, tapi itu juga karena Kak Arkan ingin bicara sesuatu kepadaku. Dan posisiku saat itu memang membingungkan, disisi lain ada Kak Arkan yang siap menjemput dan berbicara padaku dan disisi lain juga Pak Ardan tengah menungguku.
Aku berfikir jika waktu Kak Arkan lebih terbatas saat itu karena dia akan segera kembali ke Bogor dan menurutku juga Pak Ardan bisa bicara kapan saja padaku, dia tetanggaku. Tapi nyatanya Pak Ardan marah karena aku tidak datang menemuinya, padahal waktu itu aku langsung datang setelah berbicara dengan Kak Arkan tapi Pak Ardan sudah tidak ada di tempat.
Entah sudah berapa puluh kali aku meminta maaf padanya, bahkan aku juga pernah memasak untuknya tapi reaksinya malah membuatku heran, dia tidak memakan sedikitpun masakanku bahkan dia membentakku dan menyuruhku untuk keluar dari kamar apartemennya. Itu adalah kali pertama Pak Ardan membentakku dan membuatku terkejut karena sikapnya, tapi aku selalu mencoba tetap sabar sampai batas kesabaranku di uji hari ini.
Pak Ardan tidak pernah menatapku barang sesaat pun, aku bagaikan benda mati baginya. Aku merasa Pak Ardan sedang benar-benar menjauhiku dan menghindar dariku, tapi aku tidak tahu alasannya kenapa. Aku tidak yakin, alasannya bersikap dingin padaku hanya karena aku tidak datang menemuinya waktu itu. Pak Ardan benar-benar berubah dan aku benci itu.
"Anara!"
Menoleh dan tersenyum samar saat melihatnya berjalan mendekat, Kak Arkan sudah satu hari ini terus berada di kantor dan aku masih belum tahu apa alasannya. Katanya si, Kak Arkan sedang mengurus proyek gabungan perusahaan inti dan cabang di sini tapi aku tidak begitu yakin dengan alasannya, jika benar kenapa dia malah meninggalkan perusahaan cabang bukannya mengurus segala sesuatu disana.
"Iya Pak, ada yang bisa saya bantu?" tanyaku, semenjak Kak Arkan di sini juga aku sudah menggantinya dengan sebutan 'Bapak' sama seperti Pak Ardan.
"Ck! Sudah Kakak bilang, panggilnya jangan Bapak. Masih aja ngeyel!" ujarnya membuatku terkekeh.
"Maaf Pak, saya harus melakukannya. Kita sedang berada di kantor."
KAMU SEDANG MEMBACA
My First Love is My Secretary
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA!] "Dia gadis SMA yang sempat menolak cintaku dulu, lihat sekarang! Dia bahkan datang kepadaku dengan sendirinya, takdir memang adil ya?" Ardan Cakra Mahendra, CEO muda yang dulunya seorang cowok cupu yang dicampakan oleh seoran...