Chapter26

424 22 1
                                    

| Ketakutan Membuatku Terlupa Akan segalanya |

〰️▫️◽◻️⬜💜⬜◻️◽▫️〰️

Melihat gerak-gerik Zero membuatku tersenyum tipis, kucingku ini terlihat sudah mengenal dan manja denganku, dia tampaknya sudah menunggu saat aku membukakan pintu apartemen. Aku jadi ingat janjiku pada Rian, aku belum mentraktirnya makan, mungkin nanti jika dia juga tidak sibuk. Akhir semester seperti ini aku tahu dosen akan sangat sibuk, apalagi Rian juga mengajar di sebuah SMA dekat sini, aku yakin waktunya sangat padat.

Meong ...

Zero terus mengeong setelah ku pakaian kan kalung, wajar saja, dia pasti kelaparan. Majikan macam apa aku ini makan-makan enak di luar sedangkan kucingnya tengah kelaparan menunggu di rumah. Aku jadi merasa bersalah, padahal Zero sudah menjadi temanku.

Zero nampak menghampiriku saat aku baru saja menuangkan makanan kucing ke tempat makannya, sepertinya Zero sudah tidak sabar.

"Maafin aku ya Ro, kamu pasti laper." Aku mengelus kepala Zero yang tengah makan kemudian pergi ke kamar meninggalkannya di dapur berdua dengan makanannya.

Aku segera melangkah menuju kamar mandi untuk ritual mandiku, tubuhku sudah lelah dan ingin sekali beristirahat. Mandi di malam hari seperti ini sebenarnya tidak baik tapi aku sudah gerah dan badanku juga sudah terasa lengket jadi terpaksa aku mandi malam-malam begini.

Jika saja Papa atau Mama tahu sudah dapat dipastikan aku akan langsung disidang, keluargaku tidak pernah mengizinkanku melakukan sesuatu yang bisa membuat tubuhku sakit. Mulai dari makan, tidur, olahraga juga menatap layar laptop terlalu lama pun selalu di atur, keluargaku memang penuh dengan peraturan seperti itu sejak aku kecil, wajar saja jika aku juga jarang sakit karena mungkin imun tubuhku kuat.

Selesai mandi aku segera bersiap untuk tidur, merangkak menuju kasur kemudian mulai merebahkan tubuhku, sudah pukul setengah 10 dan aku juga sudah lelah. Sebaiknya aku segera tidur karena besok harus ke kantor, mengingat kantor membuatku tiba-tiba teringat dengan Pak Ardan.

Di party tadi dia sepertinya tidak nyaman saat semua orang memanggilnya dengan panggilan santai layaknya teman. Aku takut Pak Ardan akan marah nanti dikantor, semoga saja tidak.

"Pengen banget di seriusin sama saya, ya udah kita ke KUA sekarang aja."

Perkataan Pak Ardan terngiang di telingaku, wajahku terasa memanas tadi dan dengan spontan aku langsung mencubit pinggangnya, tak ku sangka aku seberani itu. Tapi aku benar-benar gugup tadi apalagi saat Pak Ardan menatapku serius sambil memegang tanganku, jantungku sukses berdegup 3 kali lebih cepat.

Sepertinya Pak Ardan dan Kak Aya memiliki sesuatu yang dirahasiakan dariku, apa mungkin Kak Aya menceritakan tentangku pada Pak Ardan? Apa privasi seseorang yang Pak Ardan maksud adalah aku? Ah aku tidak boleh Nethink, bisa saja privasi orang lain bukan? Kak Aya juga tidak mungkin setega itu padaku, dia Kakakku kecuali jika dia sudah bersekutu dengan Pak Ardan.

Drrt drtt

Getaran ponsel di atas nakas membuatku membuka mata dan menoleh, sebuah pesan masuk dari nomor tak di kenal.

"Anara, ini aku. Riza."

Riza? Darimana dia dapat nomor baruku? Aku sengaja mengganti nomor agar Riza tidak terus menghubungiku dan sekarang dia tahu nomor baruku dari siapa?

"Aku dapet dari dr.Adi, kamu apa kabar? Maaf gak mampir ke rumah pas kamu di Surabaya."

Aku menyimpan ponselku kembali tanpa membalas pesan Riza, dia sangat menyebalkan. Pertama kali bertemu dengannya saja sudah membuatku tidak suka padanya.

My First Love is My SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang