Chapter31

438 22 3
                                    

| Tolong Jangan Mengacuhkanku |

〰️▫️◽◻️⬜💜⬜◻️◽▫️〰️

Jantungku tiba-tiba berpacu dengan cepat seakan ingin melompat keluar dari dalam dada. Perkataan Pak Ardan masih terngiang di kepala, ada apa denganku? Padahal Pak Ardan hanya becanda tapi kenapa dengan diriku? Aku juga merasa tidak punya penyakit jantung.

Memikirkannya saja membuatku bingung sendiri, ku acak rambutku dengan kesal. Entah apa yang salah dengan diriku.

"Lo kenapa Ra?"

Aku mendongak menatap Feni yang tengah asik memakan bakso, hampir lupa jika aku sedang berada di kedai bakso pinggir jalan yang lokasinya lumayan dekat dengan kantor. Feni mengajakku makan bakso karena dia bilang dia bosan makan makanan kantin terus yang tentu saja ku temani, menjadikannya sebagai alasan tak ingin ikut makan siang dengan Pak Ardan.

Entah kenapa aku malah sedikit risau saat di dekatnya, jantungku selalu berdegup kencang tak tahu kenapa saat melihat Pak Ardan tersenyum. Aneh!

"Gakpapa Fen," ujarku tersenyum kaku kemudian mulai memasukan bakso berukuran kecil ke mulutku sampai tepukan tangan Feni menempel di bahuku berulang kali dengan cepat.

"Ra Ra, itu bukannya Pak Ardan? Sama siapa tuh?" aku menoleh ke arah pandangan Feni yang tengah heboh sendiri, benar. Pak Ardan bersama dengan seorang perempuan tengah berjalan ke arah kantor, mereka terlihat sangat akrab.

"Itu bukannya cewek divisi perancang ya? Yang cantik itu, siapa si namanya? Oh iya! Chery! Iya Chery! Itu dia!"

Tak peduli dengan Feni yang terus nyerocos, hatiku kini rasanya seperti tengah terbakar. Apalagi melihat perempuan menor itu tampak modus pada Pak Ardan, ingin rasanya aku mencekik leher perempuan ondel-ondel itu.

Aku mendengus kesal melihat Pak Ardan malah tersenyum sambil mengusap rambut Chery pelan, oh rasanya benar-benar memuakkan. Ada apa dengan mereka? Benar-benar alay! So romantis! Sialan!

"Ra Ra? Hey! itu lo masukin sambalnya kebanyakan! Ra?!"

Pandanganku masih tertuju pada Pak Ardan dan Chery yang mulai berjalan menjauh, detik berikutnya bisa ku rasakan rasa pedas yang luar biasa dalam mulutku setelah menelan secara kasar bakso tadi.

"Kok pedes Fen?" tanyaku sambil mengibaskan tangan ke lidah yang sengaja ku julurkan.

"Gimana gak pedes? Itu tadi lo masukin sambal kebanyakan. Kenapa si lo?" Feni memberikan teh manis yang sialnya bersuhu panas. Ada apa dengan kedai ini? Menyediakan teh panas untuk orang yang tengah kepedasan? Sungguh menyebalkan!

Seusai makan siang yang paling menyebalkan dalam hidupku, aku dan Feni segera kembali ke kantor. Feni ada pekerjaan yang sedang tidak bisa ditinggal karena memang divisi Feni tengah sibuk-sibuknya sekarang, sedangkan aku memilih menghabiskan waktu makan siang yang tersisa dengan membeli es krim di kantin. Semoga saja otakku menjadi dingin setelah memakan es krim.

Dua cup es krim berukuran sedang sudah siap kuletakkan di atas meja, jam makan siang masih 10 menit lagi dan sayang jika aku harus melewatkannya. Kasihan Feni, dia sampai harus rela memotong jam makan siangnya hanya agar dia tidak lembur nanti malam.

Awalnya semua berjalan baik-baik saja, sampai kedua mataku tak sengaja melihat Chery tengah duduk ketawa-ketawa tidak jelas dengan kedua temannya di salah satu bangku tak jauh dariku.

Bisa ku dengar samar-samar dia tengah menceritakan makan siangnya bersama Pak Ardan tadi membuat mood ku bertambah buruk.

"Beneran? Ya ampun, gue iri banget sama lo Cher! Gimana si? Cerita dong ..."

My First Love is My SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang