Chapter41

459 20 2
                                    

| Aku Tidak Suka Dengan Perubahan |

〰️▫️◽◻️⬜💜⬜◻️◽▫️〰️

Selalu berpikir positif, itulah hal yang sudah lima hari terakhir ini selalu kulakukan. Akhir-akhir ini sikap Ardan sedikit berubah, sepulang dari kantor dia selalu pergi keluar entah kemana, aku tidak ingin berpikiran yang tidak-tidak karena aku yakin Ardan tidak mungkin mengkhianatiku.

Tapi seberapa keras pun aku berusaha terlihat baik-baik saja tetap saja hatiku terasa tak tenang, sebenarnya kemana Ardan pergi setiap menjelang senja? Kenapa setiap aku bertanya kemana, Ardan hanya akan menjawab keluar untuk mencari udara segar dan sekedar melepaskan penat. Entahlah.

Aku ikut tersenyum saat melihat Ardan tersenyum ke arahku, dia mengeluarkan barang belanjaan yang baru saja kami beli dari super market. Malam ini aku ingin menonton film action dengan Ardan, biarkan dia mengikuti keinginanku untuk menonton film action setelah minggu kemarin dia memaksaku menonton film horror sampai-sampai aku ditahan agar tidak pergi dan kini giliran Ardan.

Seusai menyimpan barang belanjaan di dapur, aku berniat untuk mandi terlebih dahulu karena badanku memang sudah terasa lengket sedangkan Ardan sudah naik ke lantai atas, mungkin juga tengah membersihkan diri.

Udara di luar lumayan sejuk sore ini, langit sore tidak begitu cerah karena sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Baguslah, setidaknya Ardan tidak akan keluar malam ini. Mencari udara segar saat hujan-hujan begini tidak masuk akal bukan?

Aroma masakan yang tengah ku masak menyeruak memenuhi dapur, malam ini kami berencana makan malam terlebih dahulu sebelum menonton sambil ngemil. Aku ingin memberi kejutan pada Ardan, tadi di super market tanpa sepengetahuannya aku membeli jamur enoki, aku ingin memasak makanan kesukaannya yang akhir-akhir ini baru ku ketahui.

Sekali-kali bolehlah aku memberi kejutan dan menyenangkan hati Ardan, aku ingin menjadi pacar yang baik. Aku sudah terlanjur Cinta dan sayang pada Ardan, aku ingin hubungan kami baik-baik saja tanpa ada halangan apapun.

Tring!

Suara notifikasi handphone mengejutkanku, ternyata dari ponsel Ardan yang tergeletak di atas meja makan. Sepertinya setelah menyimpan barang belanjaan tadi, Ardan lupa membawa ponselnya.

Belum sempat kulitku bersentuhan dengan ponsel Ardan, tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara langkah kaki yang terdengar tergesa-gesa dari arah lantai atas.

"Ada apa?" tanyaku cepat, melihat ekspresi Ardan yang nampak khawatir membuatku ikut takut.

"Aku pergi dulu ya, ini penting." Balasnya, tangan Ardan menggapai ponsel yang sedari tadi tergeletak belum ku sentuh.

"Urusan kantor?" Ardan menggeleng, "Keluarga?" lanjutku, aku takut terjadi sesuatu dengan Mama dan Papa Ardan. Tapi untungnya Ardan kembali menggeleng, membuatku heran.

"Aku pergi, maaf ya." Ardan mengelus rambutku sebentar sebelum akhirnya melenggang pergi meninggalkanku bersama dengan masakan yang bahkan belum sempat dilirik Ardan.

Urusan penting apa hingga membuat Ardan terburu-buru seperti itu selain urusan kantor dan keluarga? Teman? Tapi apa iya Ardan tega meninggalkan kekasihnya yang sudah bersusah payah memasak demi temannya?

***

Goncangan di bahu membuatku terjaga, ku buka mata dan samar-samar terlihat seorang pria tengah berdiri di sampingku.

"Kamu kenapa tidur disini? Kenapa tidak pindah ke kamar?"

Apa itu pertanyaan yang sepatutnya pertama kali keluar dari mulut seseorang yang meninggalkan kekasihnya sendirian? Kenapa Ardan tidak bertanya tentang keadaan hatiku yang sedang merasa kecewa saat ini?

My First Love is My SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang