Chapter40

486 24 12
                                    

| Apa Diriku Ini Seorang Penghancur? |

〰️▫️◽◻️⬜💜⬜◻️◽▫️〰️

Ardan Pov

Jatuh Cinta memang aneh, semua hal yang kau lakukan rasanya tidak akan pernah pas jika tidak ada dia di sisimu. Pikiranku sudah terkontaminasi virus bernama 'Cinta' yang membuatku sukses terasa hampa jika dia tidak berada dalam jangkauan mata, selalu ingin berada di sampingnya.

Aku beruntung karena Anara memang tinggal satu rumah denganku, sempat berpikir tidur pun tidak ingin terpisah tapi apalah daya, aku masih bisa menjaga batasanku. Jika aku ingin selalu bersama Anara siang maupun malam, maka yang harus kulakukan hanya satu yaitu menikah dengannya.

Tepat satu minggu aku dan Anara menjalin hubungan sebagai 'pacar', sorot mata Anara sudah berubah terhadapku. Mungkin karena prilaku dan perhatian yang selalu kuberikan padanya membuat Anara jatuh Cinta padaku. Itu pengakuannya dua hari yang lalu, saat aku mengajaknya diner.

Kondisi perusahaan sudah membaik dari sebelumnya, para karyawan mulai tertib menjalani aturan-aturan baru yang kubuat. Moodku jadi selalu baik, disisi lain perusahaan dan disisi lain Anara. Rasanya lengkap.

Hari ini aku dan Anara berencana pergi ke Puncak, Anara bilang ingin menghirup udara segar di perkebunan teh. Setelah bersiap kami segera berangkat, jarak dari rumah ke Puncak memang membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam. Jadi itu sebabnya kami berangkat pukul 7 dari rumah karena tujuanku adalah membuat Anara bisa menghirup udara segar pagi hari di Puncak.

"Mau sarapan apa?" tanyaku, kami memutuskan untuk sarapan di luar karena pagi tadi aku tidak mengizinkan Anara masak, yang ada kami akan telat.

"Bubur aja gimana?"

"Ok sayang," Anara tersenyum tipis sambil menoleh, sepertinya dia sudah mulai terbiasa dengan panggilan 'Sayang' dariku.

Hubungan kami setiap harinya semakin membaik, aku senang karena Anara juga mulai memperhatikan hal-hal kecil dariku walaupun ujung-ujungnya mengomel. Seperti saat aku menyimpan handuk bekas di atas kasur dan menyimpan sepatu tidak rapi di rak. Tapi aku senang karena kutahu Anara mengomel bukan karena apa tapi karena dia peduli padaku, pada pacarnya.

Desas desus hubungan kami mulai terdengar di kantor, aku tidak peduli jika mereka sudah tahu hubunganku dengan Anara. Mungkin juga Kak Arkan sudah mendengar dan aku sudah siap jika sikapnya berubah nanti, bukan salahku jika Anara lebih memilihku dibanding Kak Arkan.

Keluargaku belum mengetahui soal hubungan kami tapi sebaliknya keluarga Anara yang dulu pernah menganggapku sebagai pacar menjadi kenyataan, bahkan akhir tahun ini mereka menyuruhku untuk datang ke Surabaya.

Ku belokan mobil ke arah tukang bubur pinggir jalan, kedai sederhana dengan gerobak dan dua buah kursi panjang yang nampak sudah usang. Aku sudah mengenal Anara, dia tidak akan keberatan jika di ajak makan makanan pinggir jalan seperti ini, dia tipikal orang yang 'bodo amat' tak peduli dengan komentar orang lain.

Kulangkahkan kaki menuruni mobil setengah berputar, membukakan pintu untuk sang tuan puteri pemilik hati yang sudah tersenyum menyambut tangan kananku. Anara keluar dengan tangan yang ku gandeng menuju tukang bubur ayam.

"Mang, buburnya dua." Kataku sambil mendaratkan bokong di atas kursi di samping Anara yang sudah sibuk dengan ponselnya.

"Siap den, tunggu bentar ya." Balasnya terdengar bahagia, melihatnya membuatku semakin bersyukur dengan hidup yang kujalani, saat orang lain akan kesusahan mencari nafkah untuk keluarganya, yang kulakukan hanya mengurus perusahaan orang tua tak perlu susah-susah membangunnya dari awal, hal itu juga yang membuatku semakin semangat untuk membuka cabang perusahaan baru.

My First Love is My SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang