| Bersama Dalam Situasi Absurd Denganmu Membuatku Malu Sendiri |
〰️▫️◽◻️⬜💜⬜◻️◽▫️〰️
Tepat dua hari setelah kejadian hantu Valak, aku kembali di kejutkan dengan perlakuan Pak Ardan. Semenjak tahu password pintuku, Pak Ardan semakin seenak jidat memasuki apartemenku bukan hanya sekedar meminta makan saja, dengan alasan menemaniku Pak Ardan sering masuk tanpa izin.
Satu hari setelah malam tersial dalam hidupku itu aku baru tahu jika suara aneh yang kudengar kala itu bukan berasal dari hantu dan ternyata tak lain dan tak bukan itu semuanya berasal dari Zero, kucingku. Karena aku belum membelikannya rumah khusus kucing, alhasil Zero bebas kelayapan di apartemen. Itu juga alasan mengapa vas bunga di ruang tengah pecah, Zero pelakunya. Tapi aku tidak menyalahkan Zero karena memang itu semua murni kesalahanku yang belum membelikannya rumah-rumahan.
"Ma-maksud Bapak apa?"
"Ah! Ini? Saya lupa belum memberitahu." Pak Ardan menepuk jidatnya yang tertutup rambut, aku menatapnya heran. "Ini sandal dalam rumah."
"Saya tau ini sandal, maksud saya," aku menghela napas berusaha untuk tidak kelepasan menggeplak kepala bosku itu. "Untuk apa dan untuk siapa? Saya tidak suka memakai sandal di dalam." Terangku berusaha setenang mungkin.
"Siapa bilang untuk kamu? Ini sandal untuk saya. Setiap saya kesini saya selalu tidak nyaman, kebiasaan saya selalu memakai sandal di dalam jadi saya beli satu untuk disimpan di sini." Ujarnya dengan wajah polos tak berdosa yang sukses membuatku menganga mendengarnya.
"Bagaimana? Warnanya bagus kan?" aku memejamkan mataku kuat-kuat berusaha memendam kekesalan dalam dadaku yang kapan saja siap meledak. Mentang-mentang pernah 3 kali tidur satu ranjang denganku dia tidak bisa seenaknya begitu saja, aku membiarkannya selama ini karena rasa terima kasih telah menolongku saat bayangan hantu Valak sialan itu datang dalam otakku, tapi sekarang kan tidak!
Pak Ardan terus memperhatikan sandal ditangannya, tak peduli dengan diriku yang kini tengah mengepalkan tangan berdiri di sebelahnya.
Jika saja Zero tidak sedang tidur maka sudah ku pastikan aku akan mengirim Pak Ardan kembali ke lantai bawah dengan cara menakutinya melalui Zero, sayangnya dia malah tidur pulas di dalam rumahnya yang kubeli satu hari yang lalu.
"Warnanya bagus, ini style saya."
"Pak?" pak Ardan mendongak dengan sebelah alis mengangkat.
"Bisa tolong keluar? Saya ada urusan, saya butuh privasi."
"Privasi?"
"Saya cape, mau istirahat." Aku masih bisa meredam amarahku, setidaknya aku harus memintanya pergi secara baik-baik.
"Ya tinggal istirahat saja apa susahnya? Lagian besok kan hari libur, kamu gak mau keluar gitu buat malam mingguan?"
"Gak! Lagian saya gak ada temen." Balasku jengah, kenapa Pak Ardan tidak juga keluar? Sudah gelap dan aku takut Feni datang saat Pak Ardan ada di dalam apartemenku, apa pikirnya nanti?
"Saya temenin, kita keluar yuk?!"
"Mau ngapain? Saya lagi males keluar." Pak Ardan memasang mimik muka sedihnya, seolah yang ku katakan adalah berita buruk baginya.
"Malem mingguan kayak orang lain gitu," gumamnya pelan tapi masih bisa ku dengar dengan jelas. Dia mengajakku malam mingguan? Gak salah?!
"Tolong kel—"
Ting tong!
Aku gelagapan tak tahu harus berbuat apa mendengar bel pintu berbunyi, itu pasti Feni. Dan sialnya Pak Ardan masih di dalam, apa yang harus ku lakukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
My First Love is My Secretary
Storie d'amore[FOLLOW SEBELUM BACA!] "Dia gadis SMA yang sempat menolak cintaku dulu, lihat sekarang! Dia bahkan datang kepadaku dengan sendirinya, takdir memang adil ya?" Ardan Cakra Mahendra, CEO muda yang dulunya seorang cowok cupu yang dicampakan oleh seoran...