#Mencoba

851 51 1
                                    

Happy reading!📚

***

Nenek terus mendorong Arthur agar masuk ke dalam kamar Ray. Yah, ia menyuruh cucu kesayangannya membujuk cucu yang lainnya.

Ray tidak bisa tertidur dari semalam.
Oh, pikirannya ini membuang waktu tidurnya.

Arthur terus di paksa neneknya untuk membujuk sepupu perempuannya ini dengan nampan yang dari tadi berada di tangannya.

"Masuklah, suruh dia makan bubur dan cek suhu badannya. Ayo cepet!"

"Aduh, nek.. kenapa harus aku sih?" Lelaki itu masih saja mengelak.

Suara bising itu membuat Ray benar benar terganggu. Tapi sebisa mungkin Ray tidak menggubrisnya, ia tetap memunggungi mereka.

Tak lama, terasa sesuatu yang memegang bahunya.

"Ray, sarapan dulu nih. Lu.. ga papa kan?"

Ray yang mendengar itu akhirnya berbalik dengan mata panda nya. Sebisa mungkin ia terus tersenyum dan menggeleng menandakan bahwa ia baik baik saja.

Oh Rayan, kamu benar benar berdusta.

"Gue ga papa kok, cuma ga bisa tidur aja. Ini.. bubur buatan lo?" Ray mengalihkan pembicaraan.

"Hah enggak!, Eh maksudnya.. i-iya ini buatan gua." Ucap Arthur dengan gugup.

"Thanks ya. Gue makan deh" Ray mengambil nampan itu dan menaruh nya di pangkuannya.

Tangan Arthur akhirnya jatuh di dahinya. Tidak, sepertinya itu bukan dahi, tapi.. kompor?.

"Ray, lo sakit? Badan lo panas banget"ucap Arthur yang khawatir.

Ray hanya tersenyum lebar dengan wajah tanpa dosanya. Arthur menghela nafas, setelah itu ia membuka laci meja di samping ranjang Ray yang di dalamnya ada kotak obat. Yah, tersimpan banyak kompres di sana.

"Jangan terlalu banyak pikiran dan jangan lama lama sakitnya. Besok kita masuk kuliah." Ucap Arthur sambil memakaikan kompres itu di dahi Ray. Setelahnya ia menyentil dahi wanita itu.

Ray cukup terkejut dengan perlakuannya. Beruntung sekali Feya mendapatkan lelaki sepertinya. Tapi bodohnya, malah ia sia siakan.

Ia bahkan menunggu Ray sampai makanannya habis. Setelah habis ia kembali mengambil nampan itu dan langsung keluar dari kamar Ray. Oh, bolehkah aku ganti lelaki?.

Ups.. just kidding Ranz!.

Seharian aku hanya terbaring di kasur. Benar benar bosan. Tapi aku terus kepikiran oleh omongan papah. Aku juga sudah mencoba menelpon papah kembali, tapi tidak ada jawaban.

Merasa resah karena pikiran ku, aku memutuskan untuk mengunjungi kantor perusahaan nya yang sudah di beri alamatnya oleh papah saat itu. Ingat, hanya melihat!.

"Ray, mau kemana?" Tegur Arthur saat melihat ku yang sudah rapih dengan kompres yang masih menempel di dahi.

"Mau ke suatu tempat sebentar"

"Kemana? Mau di anter?" Tawar Arthur dan dengan cepat aku menggeleng.

"Nggak usah, sebentar doang kok."

"Yaudah, tapi itu jangan di lepas. Kalo ada apa apa, telpon gua." Pesan Arthur sambil menunjuk kompres di dahi ku.

"Iya iya, bawel deh. Eh tapi, lu tau jalan ini di mana ga?" Aku menunjukan handphone ku yang sudah tertulis alamat itu.

"Ga jauh dari sini kok. Kan udah gua bilang, di ant-" omongannya terputus.

"Oh thanks, bagus kalo ga jauh dari sini. Gue pergi dulu ya Thur, bye"

Possessive BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang