43. MLYL🎀 Kejujuran Allardho

92 16 28
                                    

All pov

Setelah mengantar Fani kembali keruangannya, gue langsung menyusul Ressi. Mengendarai mobil dengan pikiran kalut. Perlahan, cairan bening menetes lewat pelupuk mata gue. Tak terpikirkan oleh gue kejadian ini bakal terjadi. Kalau ditanya, gue milih Ressi atau Fani? Jujur, gue gak tahu. Gue mau mereka berdua, tapi sepertinya itu gak bakal terjadi. Memilih satu diantara mereka adalah pilihan tersulit yang gue alami. Gue cinta mereka berdua.

Gue juga gak tahu Ressi ada dirumah atau tidak. Tapi semoga saja ada. Setelah sampai dirumah Ressi, gue langsung mengetuk pintu. Dan yang membuka pintu adalah daddy.

"Mau apa lagi kamu?! " tanyanya. Gue meneguk saliva susah payah. Menatap raut datar daddy dengan rahangnya yang mengeras membuat nyali gue menciut.

"All mau ketemu Ressi dad. " ujar gue. Daddy mendecih lalu menatap sinis gue.

"Jangan harap! " sarkasnya, lalu menutup pintu. Gue terus menggedor pintu dengan brutal berharap dibukain pintu. Tapi nihil.

Seketika sebuah ide terlintas di otak gue. Tak ada cara lain, hanya itu cara agar gue bisa ketemu Ressi. Melirik kanan kiri, memastikan tak ada yang melihat. Gue berjalan menuju samping rumah. Lalu mulai memanjat dinding menuju balkon kamar Ressi. Susah payah gue memanjat, dan syukurnya berhasil. Gue coba buka pintu balkon dan beruntungnya gue gak dikunci. Perlahan, gue melangkahkan kaki gue memasuki kamar Ressi.

Disana, Ressi duduk meringkuk sambil memeluk kedua lutunya. Dengan langkah pelan, gue menghampirinya. Ressi belum sadar keberadaan gue. Gue langsung memeluknya erat meski bukan balasan yang gue dapat. Melainkan pukulan Ressi yang terus memberontak di pelukan gue.

"Lepasin! " teriaknya. Sadar akan usahanya yang sia sia. Ressi mulai diam, tapi tidak dengan tangisnya. Ressi menangis meraung. Membuat gue mati matian menahan air mata gue agar tak tumpah. Sesak, sangat sesak rasanya. Bagai ditusuk ribuan jarum, dada gue teramat sakit melihat Ressi begini.

"Maaf. " gumam gue seraya mengeratkan pelukannya. Walau tak dibalas oleh Ressi. Perlahan, gue melepaskan pelukannya, lalu menangkup wajahnya. Menghapus air mata yang turun karena ulah gue.

"Maaf. " ujar gue pelan sambil menatap sendu Ressi.

"Di hiks...  Dia, siapa? "

"Aku jelasin. Tapi tunggu kamu tenang dulu, jangan nangis. Aku gak bisa liat kamu nangis! " ujar gue.

Perlahan isakan Ressi mereda, tapi tidak dengan tangisnya. Seakan air mata itu tak mau berhenti, terus mengalir tanpa henti. Ressi memeluk gue, membenamkan wajahnya didada gue. Tangan gue terus mengusap kepala Ressi agar tenang.

"Ress! " panggil gue pelan. Tapi tak ada sahutan. Pelukannya juga merenggang. Ternyata Ressi tidur, gue tersenyum melihat wajah Ressi, tapi bukan berarti rasa bersalah itu hilang.

Gue menggendong Ressi lalu merebahkannya di kasur, gue ikut merebahkan diri disampingnya. Gue menatap dalam wajah damai Ressi, mata sembab dan sedikit membengkak karena menangis, juga hidungnya yang memerah.

Gue mencium lama dahi Ressi, lalu tersenyum menatapnya. Gue memeluknya erat dan ikut memejamkan mata. Lelah rasany, dan gue ingin tidur, berharap kesalah pahaman ini hanyalah mimpi semata.

*****

Pagi harinya, gue terbangun dengan Ressi yang berada dalam pelukan gue. Dan ternyata semalam itu bukan mimpi. Gue mengelus pelan pipi Ressi. Ia nampak tak terganggu sedikit pun.

Perlahan gue melepaskan pelukannya. Lalu beranjak kekamar mandi, wudhu, lalu menunaikan solat subuh. Tadinya ingin membangunkan Ressi, tapi melihat dikamar mandi ada pembalut yang artinya Ressi sedang kedatangan tamu bulanan, tak jadi gue bangunkan.

Setelah menunaikan solat, gue menghampiri Ressi yang masih terlelap tidur. Gue menepuk pelan pipinya. Merasa terganggu, Ressi menggeliat lalu membuka matanya.

"Bangun, udah pagi. " ujar gue.

"Ngantuk! " gumamnya seraya memeluk gue, menyamkan wajahnya dengan mendusel dusel layaknya kucing diperut gue.

Gue menggoyangkan tubuhnya, menepuk pipinya, bahkan menutup hidungnya. Tapi hal itu sama sekali tak membangunkannya. Kesal, gue mencium seluruh wajahnya. Mulai dari dahi, mata, pipi, hidung, hingga dagu.

Ressi membuka matanya lalu menatap garang gue, gue terkekeh melihatnya. "Bangun! " ujar gue. Ressi mendengus kesal, lalu beranjak kekamar mandi.

Gue duduk ditepi kasur sambil memandang foto pernikahan kita. Merenungi bagaimana kelanjutan nasib rumah tangga gue? Siapa yang harus gue pilih? Ressi atau Fani?

Pintu kamar mandi terbuka, Ressi keluar seraya mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Duduk dikursi rias lalu menyisir rambutnya. Memoleskan sedikit bedak dan liptint pada bibir tipisnya.

Perlahan gue bangkit menghampiri Ressi, memeluknya dari belakang. Menghirup wangi tubuhnya yang sangat gue suka, manis.

"All! " panggilnya. Gue berdehem pelan. "Hm? "

"Dia siapa? " tanyanya. Gue memejamkan mata, mengingat kejadian kemarin rasanya membuat gue ingin menangis. Ressi melepas pelukannya, memutar tubuhnya berhadapan dengan gue. Menatap gue dalam.

"Aku jelasin---" gue menjeda sejenak. Berjongkok didepan Ressi dengan ia yang duduk di kursi meja rias. Menggenggam kedua tangannya. Lalu menunduk. Tak kuat rasanya menatap matanya.

"Dia... Fani. Mantan aku. Kemaren dia kecelakaan, makanya waktu ditaman aku ninggalin kamu. Dan untuk kejadian itu... Murni kesalahan aku, aku duluan yang... Cium Fani." jelas gue, gue menatap sebentar mata itu, matanya sudah berkaca kaca. Bahkan Ressi tak menatap gue.

"Lanjut! " titahnya. Gue mengangguk lalu kembali menjelaskan.

"Kami udah lama.... " rasanya gue gak sanggup melanjutkan kata katanya. Dada gue sesak melihat mata indah Ressi mengeluarkan air mata. Dan parahnya, penyebabnya ialah gue sendiri.

"Udah lama apa? " tanya Ressi. "Berhubungan." cicit gue pelan lalu semakin menundukkan kepala gue. Isakan demi isakan keluar dari mulut Ressi.

"Sejak kapan?! " tanyanya.

"Tiga bulan lalu. " jawab gue pelan. Isakan Ressi semakin terdengar. Gue memeluk erat Ressi sambil terus menggumamkan kata maaf. Gue managkup wajahnya lalu menatapnya dalam. Mencium kedua matanya yang sembab juga hidungnya yang memerah karena tangis. Dan terhenti di bibir yang menjadi candu bagi gue. Melumatnya lembut. Ressi tak membalas sama sekali, hanya diam dengan memejamkan matanya.

"APA YANG KALIAN LAKUKAN?!!! "









    
                                          TBC





PenulisRR:')
Kamis 29 Oktober 2020 (13:52)

My Love Your Love [Tamat] (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang