Takut

13.1K 1.9K 177
                                    

"Ini apa?" Ten menunjukkan sebuah berkas yang baru saja ditemukannya ada di lemari mereka, dan terkejut membaca hasil yang tertera di sana. Raut wajah Johnny berubah pucat, mengumpati keteledorannya menyimpan hasil lab Ten yang menunjukkan bahwa pria itu tidak bisa lagi memiliki anak.

"Itu, ya gitu." Jawab Johnny tidak jelas, kebingungan menjelaskan isi dari berkas yang dipegang Ten.

"Kamu gak pernah bilang kalau aku gak bisa punya anak lagi gara-gara keguguran kemarin? Sampai kapan kamu mau nutupin ini dari aku?"

"Gak gitu maksudku Chit." Desahnya lelah. Dirinya baru saja pulang dari kantor dan sudah disambut konfrontasi oleh Ten.

"AKU... KAMU TUH HARUSNYA BILANG." Ten berteriak frustasi. Kebingungan menjelaskan maksud hatinya kepada pria di hadapannya. Johnny langsung menarik Ten dan memeluknya erat, sambil sesekali membisikkan kalimat penenang yang justru membuat sosok di dalam pelukannya menangis semakin kencang. Tidak menyadari ada sosok lain yang menyaksikan perdebatan mereka.

"Mama.... Mama jangan malah-malah sama Papa." Bisiknya sambil menutup kedua telinganya, ketakutan melihat orang tuanya yang saling melempar teriakan. Haechan berjongkok di depan kamar kedua orang tuanya, tidak sengaja mendengar pertengkaran kedua orang dewasa itu karena pintu kamar yang tidak tertutup.

"Haechanie kenapa?" Mama Seo menanyai cucunya yang menangis dalam diam. Wanita yang berusia separuh baya itu melayangkan pandangannya ke dalam kamar anaknya, bertatapan dengan putra semata wayangnya yang masih sibuk menenangkan sosok di dalam pelukannya. Pria tinggi itu melemparkan sorot mata memohon kepada sang mama untuk membawa Haechan menjauh dari perdebatannya dengan Ten. Juga menyesali keadaan di mana Haechan menangkap basah pertengkaran orang tuanya.

"Mama. Malah-malah sama Papa." adunya di tengah-tengah sesenggukannya. Mendongakkan kepalanya ke arah sang oma, membuat wanita itu terkejut mendapati pipi bulat cucunya memerah karena tangis.

"Haechanie sama Oma dulu ya." ajaknya ke arah balita yang masih berjongkok, menangisi pertengkaran kedua orang tuanya. Haechan menyambut uluran tangan omanya, mengikuti langkah kaki yang lebih tua untuk pergi dari sana.

"Padahal Haechanie sudah menulut sama Mama Papa. Haechanie sudah mau mam sayul, tapi kenapa adik tidak datang? Kenapa Mama malah-malah dan menangis?" Papa Seo kebingungan menenangkan cucunya yang justru menangis sambil memegang mainannya.

"Aaaa cucu Oma. Sini peluk dulu." Mama Seo menempatkan dirinya mendekat dengan Haechan untuk memeluk balita itu, lalu menciumi puncak kepalanya berkali-kali.

"Kalau Haechan tidak memiliki adik, Haechan masih sayang dengan Mama Papa kan?"

"Masih." Haechan mengangguk menjawab pertanyaan opanya. "Tidak ada adik tidak apa-apa, tapi mama tidak boleh malah-malah." Sambungnya dengan suara sengau, sedikit kesulitan mengatur napas di tengah sesenggukannya. Tangan Papa Seo terulur untuk mengelus surai cucunya sembari Mama Seo menggoyang-goyangkan tubuhnya untuk menenangkan balita yang berada di dalam rengkuhan lengannya, sembari menyenandungkan sebuah lagu secara lembut.


Omake :

"Maaf aku gak bilang. Belum. Karena aku masih cari waktu yang pas buat ngomong ke kamu." Ten menganggukkan kepalanya perlahan mendengar pengakuan suaminya. Posisinya masih berada di pelukan pria yang lebih tinggi, mencoba menenangkan diri setelah pertengkaran dengan suaminya.

"Maaf aku gak bisa jagain adiknya Haechan. Maaf aku..." Tangis Ten kembali saat kehabisan kata-kata di hadapan suaminya.

"No, it's okay. Remember that you still have me and Haechan. Sedih boleh, tapi kan kamu masih punya kehidupan sama aku dan anak kamu."

"Thank you thank you thank you. You don't know how grateful I am."

"Iya iya. I love you too Chittaphon Lee."

***

Johnny oh Johnny! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang