Mistake

7.2K 1.1K 32
                                    

"Mama nyesel gak punya anak kayak aku?" Ten menengokkan kepalanya kaget mendengar pertanyaan Haechan yang tiba-tiba. Menunggu kelas menari kedua bocah kesayangan mereka, Ten dan Haechan menghabiskan waktu mereka untuk mencoba sebuah kafe baru yang terletak di dekat sekolah menari milik Ten. Pertanyaan Haechan terlontar tepat setelah Ten menelan satu suap kue coklat, menghindarkannya dari tersedak karena terkejut dengan pertanyaan Haechan.

"No." Balasnya pendek.

"Jangan bohong." Alis mata Haechan mengerut menjadi satu, menuduhkan kalimatnya kepada sang mama, yang langsung tertawa ringan. Tidak takut sedikitpun dengan raut wajah di hadapannya yang mencoba mengintimidasinya.

"Of course I'm not lying."

"Aku ngebantah omongan Mama Papa, padahal Mama Papa sayang banget sama aku." Suara Haechan sedikit tercekat saat mengungkapkan isi hatinya, kepalanya sedikit mendongak, mencoba mencegah air mata mengalir deras membasahi kedua pipinya. "Aku gapapa kalau... Kalau Mama nyesel punya anak kayak aku."

"Sayang, everyone made a mistake. But... " Ten menjeda kalimatnya untuk menatap tajam anak bungsunya yang sudah menghindari tatapannya dengan menatap ke manapun kecuali mata sang mama. "Your babies are not a mistake. Mama kecewa sama kamu? Dulu iya. Karena kami pikir, apa yang kamu minta yang kami gak kasih? Sampai kamu ngelakuin hal di luar batas dari kami. Apa kami terlalu ngekang kamu? Apa kami kurang baik jadi orang tua kamu?" Ten menghela napasnya pelan, mengatur emosinya agar kalimat yang keluar tidak akan menyakiti siapapun.

"Ma"

"But then again, bukan tanggung jawab kamu buat ngebahagiain Papa atau Mama. Yes you are my son, but you are an independent human. Keputusan apapun yang kamu lakuin, Mama sama Papa gak berhak ikut campur." Ten sekali lagi memutuskan untuk mengabaikan terlebih dahulu kalimat Haechan dan melanjutkan kalimatnya hingga selesai.

"I'm sorry."

"Toh pada akhirnya kamu bertanggung jawab sama hal yang udah kamu lakuin, kamu gak gugurin anak kamu. Kamu ngurus mereka dengan baik, sayang sama mereka kayak Mama Papa sayang banget ke kamu dan Dery. Dan Johnny juga kelihatannya seneng ketambahan dua anak lagi, so I guess it's okay?" Kalimat tanya Ten mengakhiri ungkapan hati dari yang lebih tua. Jauh sebelum Haechan bertanya, dirinya dan Johnny sudah memutuskan untuk menerima semuanya, meski butuh waktu lebih lama untuk Johnny. Toh pada akhirnya mereka diberi anugerah dua bayi mungil yang lucu dan menggemaskan, yang membuat mereka seperti bernostalgia saat mengurus keduanya. Bahkan Johnny dan Ten tidak perlu berebut karena kedua cucu mereka cukup adil menempel kepada mereka, satu lebih senang menempel kepada Johnny sedangkan yang lain begitu lengket pada Ten.

"Thank you. Aku gak tau bakal gimana kalau gak ada Mama dan Papa."

"Dan Dery."

"Dan Kak Dery." Balas Haechan di tengah sesenggukan karena kalimat mamanya. Meski dirinya yang memulai, Haechan tidak bisa menahan air matanya untuk tidak meluap. Sama tidak bisanya dengan dirinya menahan perasaan bersalah bercokol di dalam dadanya. Setelah tahun-tahun berlalu, Haechan masih merasa bersalah karena melakukan tindakan yang mengecewakan keluarganya. Padahal baik Johnny maupun Ten sebenarnya tidak pernah menyalahkan Haechan, tapi hal itu justru membuat Haechan semakin tenggelam dalam rasa bersalahnya.

"Jangan nangis, nanti mama dimarahin sama papamu." Ten menepuk-nepuk tangan putranya, meminta yang lebih muda menyudahi tangisnya. Haechan tersenyum sembari mengusap air matanya menggunakan punggung tangannya yang bebas.

"Mama..." Panggil Haechan setelah beberapa detik berlalu untuk menenangkan sesenggukannya, membuat Ten berpaling ke arah anaknya yang sudah menyeret kursi dan memposisikan dirinya berada di sebelahnya.

"Hmm?"

"Muk ciyum." Ganti Ten yang tertawa melihat ekspresi anak bungsunya. Matanya sedikit merah setelah tangisnya beberapa menit yang lalu, tapi bibirnya mengerucut minta dicium. Persis seperti ekspresi bayinya bertahun silam, yang meminta dicium setelah melihat adegan serupa. Ten mengusak surai putranya sebelum mengabulkan permintaan pria itu.

Cup. Cup. Cup

I love you so much.

***

Johnny oh Johnny! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang