"Is this yours?" Ten mengamati benda mungil yang disodorkan Johnny kepadanya, terkesiap ketika menyadari justru Johnny-lah yang lebih dulu menemukan benda itu daripada dirinya.
"Promise me that you won't get mad." Balasnya, menggigit bibirnya kuat-kuat demi menahan air mata yang siap membanjir dari kedua bola matanya.
"Of course no." Jawabnya dengan raut wajah yang berubah bahagia. Meski mereka sudah berusia lebih dari empat puluh tahun, kehadiran bayi lagi setelah vonis Ten yang tidak akan bisa kembali mengandung, tentu saja akan disambutnya dengan sukacita. "Pantes aja akhir-akhir ini kamu moodswing banget."
"No. That's not mine." Kalimat Ten langsung melunturkan senyum bahagia di wajah suaminya yang terlanjur menganggap dirinya hamil. "And I'm sure that's not Hendery's either."
"Fuck." Umpatnya setelah mencerna makna kalimat dari pria di hadapannya. Mulai mengerti kenapa suaminya terlihat begitu muram seharian itu.
"I'm sorry." Ucapnya menahan sesenggukannya, merasa bersalah karena dirinyalah yang terlebih dahulu memberi ijin kepada anak mereka untuk dekat dengan Mark. Johnny menghela napasnya pelan, lalu meraih yang lebih muda ke dalam pelukannya, membiarkan air mata Ten membasahi kaus bagian depannya. "I'm sorry for not being good enough."
"No." Bantahnya ke arah pria mungil di pelukannya yang mati-matian menahan suara tangisnya tidak terdengar.
"Kak? Tadi liat barangku yang ketinggalan di kamar mandi gak?" Hendery menoleh bingung ke arah adiknya yang tiba-tiba bertanya kepadanya. Mereka baru saja pulang dari sekolah dan dirinya sudah diberi pertanyaan itu. Hendery bahkan belum sempat berganti pakaian.
"Enggak. Terakhir Papa tuh yang pake kamar mandi, kalau gak salah." Raut wajah Haechan langsung berubah pasi ketika kakaknya memberitahu bahwa Johnny-lah oknum yang terakhir kali masuk ke dalam kamar mandi, dan bukan kakaknya. Membuatnya khawatir pria itu yang menemukan barang miliknya yang tertinggal tadi pagi.
"Papa ngapain pake kamar mandi luar?"
"Ini maksud kamu? Yang ketinggalan?" Sosok yang mereka bicarakan muncul, menyodorkan benda mungil dengan dua garis merah yang terlihat samar. Haechan memperhatikan Johnny dan Ten yang berjalan ke arahnya.
"Pa?"
"Ini beneran punya kamu?" Pertanyaan Johnny membuat Hendery menyikut pelan lengan adiknya, tidak menyangka kecerobohan adiknya justru ditangkap basah oleh sang ayah. Pria itu melirik ke arah sang mama yang tersenyum getir, mengedikkan bahunya pasrah ke arahnya.
"Iya. I'm sorry." Jawabnya buru-buru sebelum papanya memuntahkan lahar amarahnya. Tidak seperti dugaannya, Johnny justru menghela napas pelan sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Why you doing this? Kamu masih di bawah umur, Chan."
"I swear I only do it once. Well twice." Haechan mengedikkan bahunya saat mengoreksi kalimatnya, sedetik kemudian merasa bersalah ketika melihat ekspresi yang terpancar dari mata sang mama. Persis seperti yang dikhawatirkannya, kediaman sang mama justru lebih terasa menyeramkan.
"Mau sekali atau dua kali, nyatanya kamu sekarang hamil. And I'm sure your boyfriend doesn't know about it."
"He knows." Balasnya sambil menaikkan dagunya, tidak terima dengan tuduhan ayahnya. Haechan bahkan sudah sempat membahas hal ini sekilas dengan Mark, dan pria itu menyanggupi untuk bertanggung jawab pada dirinya.
"And?" Johnny menaikkan alisnya, menunggu anaknya menjawab pertanyaannya. Yang hanya berakhir dengan membuka dan menutup mulutnya karena tidak sanggup menjawab pertanyaan ayahnya. "Beresin barang-barang kamu, minggu depan kamu pindah ke tempat Grandma."
"Papa gak pernah ngajarin aku buat lari dari masalah." Tukasnya sengit, tidak setuju dengan keputusan Johnny untuk membawanya pergi.
"Papa juga gak pernah ngajarin kamu buat jadi gampangan." Keheningan langsung mengikuti kalimat yang terucap dari bibir Johnny. Tiga pasang mata menatapnya, dua di antaranya menyiratkan kekecewaan, yang begitu saja diabaikan pria itu.
"That's... cross the limit, Pa." Hendery menjadi yang pertama memecahkan keheningan di antara mereka setelah berdeham, meluruhkan kekecewaan yang bercokol di tenggorokannya. Pria itu menengok ke arah adiknya, yang sudah menyiratkan kekecewaan yang sama dengannya. Belum sempat meraih tangan Haechan, Hendery sudah melihat adiknya berlari meninggalkan mereka. Hendery menganggukkan kepala ketika Ten menunjuk ke arah kepergian Haechan dengan dagunya, dan buru-buru membalikkan tubuhnya untuk mengejar dan menenangkannya. Johnny lalu menghampiri Ten yang sudah merentangkan tangannya, siap memeluk pria tinggi itu, dan langsung menenggelamkan wajahnya di bahu pria yang lebih muda.
"It's okay, it's okay." ujar Ten menenangkan, tangannya menepuk-nepuk pelan bagian belakang kepala pria yang sudah sesenggukan, air matanya membasahi pundak Ten.
"I'm sorry."
"It's okay."
"I broke her heart."
"His, John. Kalau gue gak salah inget, anak gue masih laki."
"Sometimes I forget that he's not my precious daughter." Ten tertawa mendengar kalimat candaan suaminya. Sejak beranjak dewasa, Haechan memang mengalami perubahan yang cukup berbeda. Bayi gembul itu justru bertumbuh menjadi sosok yang cantik dan mempesona, persis seperti sang mama. "I don't know what did I do wrong. What did we do wrong. Apa aku terlalu ngekang dia sampe dia ngelewatin batas?"
"I don't know either." Jawab Ten dengan nada yang sama getirnya, susah payah menutupi keresahan hatinya. Belum satu jam Johnny menenangkannya, kini ganti dirinya yang harus berpura-pura kuat di hadapan pria itu. Berusaha memunguti puing-puing hati mereka yang berantakan mengetahui putra bungsu mereka berbadan dua.
***
Nulis sendiri, sedih sendiri :"
KAMU SEDANG MEMBACA
Johnny oh Johnny!
VampireSecuil kisah Johnny menghadapi Ten, Haechan dan Hendery BxB Seo Johnny ft Ten Lee Slight pair : markhyuck / henyang