Hurt

12.1K 1.4K 273
                                    

"Kamu ngapain? Tumben amat udah bangun?" Ten mengernyit heran ke arah anaknya yang sibuk menggelendot di tubuh suaminya. Bangun tidur, dirinya baru tahu kalau Johnny sudah kembali dari perjalanan dinasnya. Mendapati Johnny menyuapi Haechan dengan telaten.

"Sarapan. Laper banget aku." Jawabnya tanpa mengalihkan perhatiannya ke arah sang mama. Haechan memilih untuk fokus pada makanan di hadapannya. Ten melirik dinding di seberangnya dan heran dengan jam bangun anak bungsunya yang tidak biasanya. Satu jam lebih pagi dari jamnya.

"Bikin apa sih?" Tangan Ten meraih sendok yang digunakan Hendery, lalu mencicipi masakan di piring anak sulungnya itu.

"Haechan katanya pengen nasi goreng, jadi bikin itu. Terus sama Papa dibikinin sunny side egg." Jawabnya sambil mengedikkan bahu. Pagi-pagi, dirinya memang dibangunkan Haechan untuk menemani adiknya membuat nasi goreng, dengan alasan kelaparan. Beruntung papanya yang datang kemudian, berinisiatif membuatkan makanan pendamping.

"Oh telur ceplok ya?"

"Telur mata sapi, Mamaaaaaa." Bantahnya yang dibalas dengusan oleh pria yang lebih tua. Haechan lalu mengalihkan perhatiannya ke arah papanya yang terlihat sedikit lesu karena penerbangan paginya, juga dagunya yang dihiasi bulu-bulu halus yang sepertinya belum sempat dicukurnya. "Pa, cium dong." Pintanya sambil mendusalkan wajahnya ke arah Johnny, yang langsung menuruti permintaannya. Haechan terkikik geli saat pipinya terkena pipi papanya.

"Hamil ya kamu?" ekspresi Haechan langsung berubah pucat begitu mendengar kalimat mamanya. Tapi bukan Haechan namanya kalau tidak bisa membalikkan keadaan.

"Tuduh aja terus Ma." Cibirnya, membuat Ten menatap anaknya dari atas hingga bawah, menyelidiki perubahan tubuh bungsunya itu. Merasa diperhatikan, Haechan lalu berdiri dari tempat duduknya dan sedikit merenggangkan tubuhnya. "Aku mau mandi ah. Hari ini Mama apa Papa yang anter aku sama Kak Dery?"

"Aku naik motor. Kan kemaren habis dibeliin Mama." Ujarnya bangga sambil menunjukkan sebuah kunci motor. Johnny dan Ten sebenarnya sudah berjanji akan membelikan anak sulung mereka sebuah mobil, tapi entah kenapa Hendery justru memilih motor sebagai kendaraannya.

"Dahlah, kalian jalan berdua aja. Papamu biar di rumah sama mama, bikin adek buat kalian." Sahutnya, memposisikan dirinya duduk di samping Johnny, setelah anak bungsunya beranjak dari gelendotan papanya.

"Ew Ma. Too much information." Gerutunya kesal. Nyatanya kalimat Ten dituruti oleh Haechan, satu jam kemudian, Haechan berangkat ke sekolah dengan membonceng Hendery. Meninggalkan kedua orang tua mereka berduaan di rumah, karena sudah pasti papa mereka tidak akan berangkat ke kantor.

"John..." Panggil Ten pelan, memeluk dari belakang sosok bertubuh tinggi yang berdiri membelakanginya untuk berganti pakaian setelah mandi. Johnny baru sempat membalikkan separuh badannya saat tangan Ten melingkar di lehernya dengan ciuman mendarat di bibirnya. Cepat dan terburu-buru. Menaikkan alisnya, Johnny kehilangan akal sehatnya saat lutut Ten bergerilya di antara kedua pahanya. Dilengkapi dengan lenguhan dan sentuhan pria itu di perut Johnny.

"Masih pagi Ma."

"Emang kamu gak mau?" Johnny membisikkan jawabannya di telinga Ten, membuat pria itu merona merah hampir di seluruh wajahnya. Pria tinggi itu lalu membawa Ten, membaringkannya di atas ranjang sebelum melucuti pakaiannya. Persetan dengan jam yang bahkan belum mencapai pukul sembilan pagi. Buat apa menolak tawaran Ten, kan? Johnny mencium leher, bahu hingga perut telanjang Ten, membuat yang lebih muda kembali mengerang dengan keras, mengambil kesempatan tidak adanya kedua anak mereka. Kaki Ten melingkar di pinggang Johnny, menggesekkan pantat ke paha pria itu. Tanpa sadar meloloskan air mata dari kedua belah matanya.

"Hey, did I hurt you?" Tanya Johnny saat melihat pria di bawahnya sudah bersimbah air mata. Kedua tangannya menutup mata, tapi sesenggukannya masih terasa karena tubuhnya menjadi sedikit bergetar, juga air mata yang mengalir dari sela-sela jari tangannya. "Should we stop?"

"No." Rengeknya meminta Johnny melanjutkan gerakannya. Tangan Johnny menyingkirkan anak-anak rambut di dahi Ten, membuat pria itu semakin terisak karena Johnny justru menunggunya menghentikan tangisnya sebelum memulai kegiatan panas mereka.

"Kamu kenapa Chit?" Ten hanya sanggup menggeleng-gelengkan kepalanya lemah, dan memberi isyarat kepada pria di atasnya untuk mendekat. Johnny yang mengerti bahwa Ten tidak akan berbicara apapun lalu berbaring di belakang suaminya itu. Mendekap tubuh mungilnya erat, membuat tubuh setengah telanjang mereka menempel dengan erat. Johnny juga membisikkan berbagai kalimat di telinga pasangannya, membuat pria di dekapannya akhirnya tertidur setelah lelah menangis.

***

Eeeeyyyy 👀👀👀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eeeeyyyy 👀👀👀

Johnny oh Johnny! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang