Sebelum membaca yuk jangan jadi silent reader lagi dan tunjukkan dukungan kalian dengan komen dan...
Hari Sabtu. Lastri sudah diizinkan pulang oleh dokter. Ia akan diantar ke panti asuhannya menggunakan mobil ambulance rumah sakit. Sejak pagi Ratna sudah berkali-kali menghubungi untuk menanyakan apakah ia perlu datang untuk menemani Lastri kembali.
"Tidak perlu, tidak perlu. Ke sini kan jauh. Lebih baik kamu doakan saja aku. Doa itu yang paling utama," sahut Lastri dengan suara masih lemas.
"Baiklah kalau begitu. Saat sudah sampai nanti langsung hubungi aku, ya," pinta Ratna.
"Iya, Sayang 😘," jawab Lastri.
Ξ Ξ Ξ
Mobil ambulance berwarna putih itu sampai di depan suatu bangunan rumah besar bin mewah berwarna krem. Dengan halaman super luas yang dipenuhi oleh rimbun tanaman yang tersusun rapi dan estetik. Saking bagusnya bangunan itu dan lingkungan di sekitarnya yang sangat asri dan lapang. Pak supir ambulance sampai tidak yakin pada alamat panti asuhan yang ia dapat.
"Anu, Mbak, ini tempatnya salah, ya?" tanya pak supir pada Lastri yang tiduran di belakang.
Lastri mendangakkan kepala untuk melihat tempat mereka berada kini. Ia beranjak duduk di kasur dan menjawab, "Benar kok, Pak. Ini adalah panti asuhan saya."
Dibantu seorang perawat perempuan. Lastri turun bersama barang-barangnya. Berjalan memasuki gerbang besar yang dijaga oleh satpam.
"Wah, kalau panti asuhannya saja sebagus itu. Saya tidak akan keberatan jadi anak yatim piatu," komentar Pak Supir asal jeplak.
"Hati-hati kalau bicara, Pak. Apa Bapak mau mendengar anak-anak Bapak bicara seperti itu setelah melihat panti asuhan ini?" tanya perawat wanita yang pindah duduk ke depan.
"Eh, iya, benar juga," respon Pak Supir tidak enak hati.
Ξ Ξ Ξ
Akhirnya Lastri sampai di bagian dalam bangunan. Melalui jarak yang cukup jauh antara gerbang depan sampai pintu masuk panti asuhan. Sudah membuat nafasnya cukup ngos-ngosan. Kondisi fisiknya sebenarnya belum sepenuhnya pulih. Semoga istirahat dua hari nanti sudah cukup mengembalikan. Tenaga yang ia butuhkan untuk kembali menjalani kehidupan.
"Selamat datang, Alastriona. Kamu tampak sedang tidak sehat," komentar seorang pemuda dari lantai dua dengan tatapan merendahkan.
Fiiuuhh. Lastri menghela nafas kesal. "Ripta, kalau kamu memang laki-laki. Lebih baik kamu turun ke sini dan membantu aku membawa tas ke kamar. Bukannya bicara saja seperti banci," balasnya dengan tatapan tajam.
Pemuda bernama lengkap Teripta Syandana Amato Wijaya itu malah bersandar di pegangan menuju tangga. Berkata, "Baiklah. Akan aku bantu sebagai hadiah. Karena kamu sudah mampu bertahan hidup satu malam. Terombang-ambing tidak jelas di sungai. Kha kha kha," tawanya dengan intonasi super menyebalkan. Seperti tawanya Squidward.
Untung Lastri sudah kebal pada sikap annoying pemuda yang beberapa tahun lebih tua darinya itu. "Ya sudah, tidak usah banyak bicara lagi. Cepat bawakan tasku ke kamar!" pintanya.
Ripta mengangkat satu koper Lastri ke atas pundak. "Yang itu tidak?" tanyanya. Merujuk pada tas gemblok yang Lastri bawa hanya di pundak kiri.
"Kuat?" tanya Lastri dengan tatapan mata meremehkan.
Ripta langsung mengambil tas gemblok Lastri. "Aku bawa semua barang ini ditambah gendong kamu juga masih kuat," pamernya.
"Hooo yaaa?" tanya Lastri. "Kalau gitu gendong Dedek Lastri, dong. Kamu tau kan kalau aku ini hampir mati tenggelam. Masih harus banyak istirahat," pintanya dengan nada suara mengetes.
HUP. Pemuda bertinggi badan 183 cm itu langsung mengangkat tubuh Lastri. Dan menggendongnya dalam pose tuan putri. "Bagaimana? Kuat, 'kan?" tanyanya.
"Ah, kalau diam saja juga sih mudah. Orang beratku juga cuma lima puluh kilogram kurang. Kalau jalan kuat tidak?" tantangnya lagi.
"Cih, meremehkan aku ya kamu," balas Ripta mulai mengambil langkah pertama. Langkah kedua. Dan seterusnya.
Yee, enaknya tidak usah berjalan sampai ke kamar, batin Lastri keenakan.
"Bagaimana keadaan kamu?" tanya Ripta serius.
"Sudah baik-baik saja. Satu malam hanyut di sungai dan tubuh terbentur lusinan batu kali saja sih tidak akan membunuhku," jawab Lastri santai.
"Baguslah. Kamu tidak akan bisa bertahan di sini lebih lama kalau begitu saja mati," komentar Ripta.
Lastri menyentil pelan bibir Ripta. "Ucapanmu itu tidak ada simpatinya sama sekali, ya."
"Apa kamu melihat simpati dari kontrak yang membuat kita berada di tempat ini?" tanya Ripta. Seraya melihat pemandangan luar jendela dari lantai dua.
"..."
"Kakak berdua ini lagi ngapain, dah?" tanya Andre, penghuni panti lain yang masih duduk di kelas 4 SD, datar.
Krik.
Ripta langsung panik. Tanpa sadar melepaskan gendongan tubuh Lastri. "Ah, ah, ah, aduh."
Bruuaakh.
Seutas kata mutiara meluncur mulus dari bibir mungil gadis itu, "JIIAAANNCYUUK!!!"
[TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikutiku, menambah cerita ini ke perpustakaan/daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote di bab mana saja. Aku sangat menghargai itu dan aku harap kalian terhibur dengan cerita buatanku -.<]
Kalau panti asuhannya sebagus itu... apa kalian mau...?
Bercanda. Ikuti terus ceritanya! ✊🏻
PENGUMUMAN! Noir baru saja meng-upload novel Noir lain yang berjudul MEDICALOVE: Clamping Horizon yang bercerita tentang perjuangan cinta dan menggapai impian untuk para dokter muda serta penari ballroom 😎 Silahkan dibaca juga yaa 🥳 Mpe jumpaa 👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Pet/Brother
General FictionDON'T COPY MY STORY! DILARANG PLAGIAT! [BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Sudah bertahun-tahun lamanya Argi hidup sebagai adik sekaligus "peliharaan" kakak laki-lakinya. Dan semua berjalan "baik-baik" saja. Namun, semua berakhir ketika ia terhubu...