Get Hard

2.1K 68 0
                                    

Luthfi menunduk dan menggaruk belakang kepalanya. Dengan wajah yang tampak terusik. Menjawab, "Bukan seperti itu juga. Aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Yang jelas orang tua Argi sering sekali mengirimkan banyak uang ke ekskul basket. Untuk dibelikan sarana prasarana latihan, menyewa pelatih mahal, dan yang lain sebagainya."

"Kamu tau soal itu dari mana?" tanya Lastri.

"Dari bendahara ekskul basket. Dia merasa aneh saat melihat aliran dana yang begitu besar masuk ke dalam kas ekskul tanpa pemberitahuan apa pun dari pelatih kami. Saat ia tanyakan pada penanggung jawab ekskul Pak Darsena pun ia tidak memberi penjelasan yang memuaskan," jawab Luthfi.

"Lalu, apa yang kamu lakukan?" tanya Ratna.

Luthfi mengalihkan pandangan sejenak. Merasa tidak enak untuk menjawab dengan jujur. Tapi, ia juga tidak menemukan alasan logis untuk merahasiakan apa yang sebenarnya terjadi. "Aku mengajaknya 'mengobrol'. Dengan sedikit teknik intimidasi alam bawah sadar," jawabnya "enteng".

Lastri langsung merenungi jawaban Luthfi, kalau aku tidak salah dia ini adalah siswa "golongan pertama". Yang berasal dari lingkungan keluarga "x".

Ayah Luthfi merupakan seorang lulusan STIN (Sekolah Tinggi Intelijen Negara) yang kini memiliki jabatan tinggi di Badan Intelijen Negara Republik Indonesia alias BIN RI. Sementara ibunya adalah seorang lulusan Politeknik Siber dan Sandi Negara atau sekarang biasa disebut STSN (Sekolah Tinggi Sandi Negara). Yang sekarang bekerja di suatu Unit Teknis Persandian suatu instansi pemerintah.

Tidak heran kalau anaknya jadi seperti ini. Mungkin dia sendiri pun sudah biasa diperlakukan seperti itu.

Aku harus berhati-hati dengan orang seperti ini.

Hmm...

Sepertinya bisa dimanfaatkan juga.

Lutfi langsung merenungi jawabannya sendiri, wah, sepertinya aku terlalu banyak bicara. Padahal kerahasiaan adalah kekuatan dari setiap mata-mata. Eh, malah aku umbar seenaknya. Kalau begini kredibilitasku bisa semakin direndahkan oleh Papa.

Tampaknya Lastri dan Ratna sedang memikirkan hal itu sekarang. Semoga hal ini tidak akan berakibat buruk ke depannya. Walau sekarang aku ini mata-mata pribadi keluargaku. Aku masih menghendaki masa depan normal yang jauh dari segala hal kerahasiaan.

Semoga semua baik-baik saja!

"Teknik intimidasi alam bawah sadar itu apa?" tanya Ratna dengan polosnya. Tak mengerti kenapa Lastri dan Luthfi tiba-tiba jadi tampak begitu serius.

GDUBRAK!

"A-Ah, j-jadi, itu semacam teknik wawancara yang digunakan oleh wartawan infotainment. Untuk menguak gosip yang sedang hot dari sudut pandang orang pertama," usaha Lastri menjelaskan. Ia melirik Luthfi, "Benar begitu, 'kan?" tanyanya sok mengkode.

Luthfi menjawab, "Itu benar, Ratna. Aku ini kan suka sekali nonton acara gosip. Jadi, sudah hapal luar dalam bagaimana cara melakukan hal semacam itu."

Kedua mata Ratna langsung berbinar. "Ah, begitu, ya. Kalau begitu mulai sekarang aku juga akan rajin menonton acara gosip agar bisa menguak kebenaran dari orang lain seperti itu. Indra Herlambang, Lenna Tan, see you soon!"

Lastri menyenggol sedikit pundak Luthfi. Berkata, "Good job, Luth. Kamu baru saja sukses merusak salah satu generasi unggulan penerus bangsa."

"TAT."

Bunyi sirine yang ada di dekat bus bagian tengah berbunyi gaduh. Ngiiung ngiiung ngiiung. Memotong obrolan para anak didik. Meminta mereka segera membuat baris dan banjar di tengah lapangan.

"Oke, sekarang kalian akan diabsen. Yang sudah dipanggil bisa masuk ke dalam bus dan menempati tempat duduknya masing-masing," beritahu seorang guru pengawas.

Perasaan Lastri jadi semakin cemas. Di mana Argi? Di mana Argi? Di mana Argi? Karena tubuhnya paling tinggi diantara semua siswi. Membuat ia harus berbaris di bagian paling depan. Tindakannya jadi sangat mencolok.

Lastri masih asyik menoleh-noleh ke belakang. Memandang ke segala arah mencari rupa Argi. Sampai tanpa sadar Ratna di belakangnya sudah beberapa kali menepuk pundaknya.

"Eh, ah, sou, ada apa, Rat?" tanya Lastri. Ia melihat siswi lain di sisi Ratna pada tertawa-tawa kecil melihatnya. Para guru dan anggota OSIS yang membentuk barisan di depan mereka pun tampak tertawa-tawa kecil.

Astoge! Lastri langsung mengingat kembali jati dirinya sebagai salah satu dari panitia acara. Yang tidak seharusnya berbaris di bagian peserta. Ia pun berlari ke bagian para panitia. Ia bahkan lalai mengenakan blazer khusus anggota OSIS-nya. Membuat anggota OSIS lain geleng-geleng kepala.

Payah. Semua jadi begini gara-gara memikirkan Argi! Itu anak ada di mana lagi, gusar Lastri dalam hati sibuk mengedarkan pandangan ke seluruh bagian halaman sekolah.

[Kalau kamu suka cerita ini jangan lupa masukkan dalam daftar favoritmu untuk mengetahui update terbarunya -.<]

<]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pet/BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang