Pak supir bis mengehentikan laju kendaraan. Saat mendengar suara dan pukulan anarkis pada bodi kendaraannya. Ingin segera melihat dan memaki-maki siapa pun orangnya. Ibu guru pengawas membuka pintu bis. Membiarkan di penggebuk itu masuk.
"Ya Tuhan... maafkan saya, Bu. Saya memang benar-benar terlambat. Tapi, terjadi sesuatu yang tidak bisa saya kendalikan. Mohon iz..."
Guru pengawas yang sehari-hari jadi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia itu berwajah datar. Menjawab, "Maaf ya, Argi. Kamu ini telat. Jadi, sudah tidak bisa ikut. Absen kamu juga sudah dikosongkan. Benar kan, Lastri?" tanyanya.
"Benar, Bu," jawab Lastri.
"Yaahh, saya mohon, Bu," pohon Argi dengan wajah sedih. Sikapnya sampai membuat para calon ilmuwan dan ahli di bis itu geli.
Ibu Guru tetap menggeleng mantab. Menahan tubuh Argi yang ingin masuk menduduki bangkunya.
Ganti Pak Supir Bis yang bicara, "Heh, kamu apakan tadi bis ini? Sampai kenapa-kenapa..."
"Ah," Argi tersadar oleh sesuatu. Mengeluarkan segepok uang dari saku jaketnya. "Saya mohon maaf sebesar-besarnya kalau sampai terjadi sesuatu pada kendaraan Bapak. Ini saya ganti biaya reparasinya."
"Oh, terima kasih," ucap si Pak Supir Bus bahagia. Seraya memasukkan tiga puluh lembar uang pink itu ke dalam tas murahnya.
"Masalah kamu dengan saya belum selesai ya, Argi," tegur Bu Guru.
Argi ganti merogoh saku jaket satunya dan mengeluarkan sebuah amplop. "Silahkan, Bu. Ini surat permohonan maaf kakak saya karena sudah membuat saya telat hadir di acara ini. Sejak kemarin saya memang sedikit sibuk membantu beliau. Sekali lagi maafkan saya."
"Apa ini?!" pekik Bu Guru.
"Itu cek berisi 'sedikit' uang untuk menambah-nambahi jumlah bantuan dari sekolah kita, Bu. Semoga bermanfaat," jawab Argi kalem.
"Psst," senggol Ratna yang tidak bisa jelas melihat kejadian dari tempat duduknya di dekat jendela. "Berapa?" tanyanya.
Lastri mendekatkan bibir ke daun telinga Ratna. Menjawab, "Enolnya sembilan."
"Anjayanto..."
"Saya sudah boleh duduk, Bu?" tanya Argi dengan wajah tidak enak.
"Ah, sudah masuk sana. Daripada jadi semakin tertinggal bis kita dari bis yang lain. Pak, berangkat kita!" perintahnya.
"Siap, Bu," sahut Pak Supir Bus bahagia.
Heeh, jadi ini maksud Galuh, batin Lastri tersenyum kecil. Melihat Argi yang berjalan masuk menduduki bangku di seberangnya. Dengan langkah yang sedikit... aneh.
"Kaki kamu kenapa?" tanya Lastri pada Argi saat bis sudah berjalan.
"Keseleo tadi malam," jawab Argi seraya diiringi senyum ramah.
Lastri mendekatkan tubuhnya ke sisi bangku Argi. "..."
Membuat Argi jadi salah tingkah. "Ada apa, ya?" tanyanya.
"Muka kamu kenapa?" tanya Lastri.
"Ya, ini bekas jatuh karena keseleo. Tidak apa-apa, kok," jawab Argi.
"Kegiatan nanti akan berat, lho. Kalau tidak kuat bilang saja sama guru atau anggota OSIS," beritahu Lastri.
Argi tersenyum semakin lebar. Bahagia sekali melihat sikap Lastri yang tak hanya perhatian di pesan singkat WA. Tapi, di kehidupan nyata juga. "Tentu saja. Terima kasih banyak. Aku tidak akan merepotkan siapa pun. Aku bisa berdiri bersama kalian," sahutnya percaya diri.
"Setelah kita sampai nanti harus langsung istirahat. Karena sore kita sudah mulai dan terus berlanjut sampai besok," beritahu Lastri lagi.
"Terima kasih. Terima kasih banyak. Kita menanggung beban dan rasa sakit yang 'serupa'. Aku tidak akan kalah," ucap Argi percaya diri.
"Apa?"
[Kalau kamu suka cerita ini jangan lupa love cerita ini untuk mengetahui update terbarunya -.<]
KAMU SEDANG MEMBACA
Pet/Brother
General FictionDON'T COPY MY STORY! DILARANG PLAGIAT! [BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Sudah bertahun-tahun lamanya Argi hidup sebagai adik sekaligus "peliharaan" kakak laki-lakinya. Dan semua berjalan "baik-baik" saja. Namun, semua berakhir ketika ia terhubu...