Backfire

806 42 4
                                    

Sebelum lanjut baca jangan lupa untuk...

"Ini semua jadi seperti senjata makan tuan, ya," ucap Arta lirih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini semua jadi seperti senjata makan tuan, ya," ucap Arta lirih.

"Apa?" tanya Galuh yang mendengar Arta hanya seperti sedang nggremeng.

"Tidak apa-apa. By the way, kalian sudah menghubungi keluarga Lastri atau Argi?" tanya Arta.

"Belum. Kami tidak mau sampai merebak kabar yang tidak diinginkan sebelum pencarian maksimal dilakukan," jawab Galuh masih serius dengan gawainya. Ia memang sangat pintar dalam pelajaran. Tapi, jadi kurang fasih kalau tiba-tiba dihadapkan pada situasi tak terduga dalam kehidupan nyata seperti ini.

"Good for you. Untuk Argi, kalian tidak perlu menghubungi keluarganya apa pun yang terjadi," beritahu Arta.

"Kau ini gila apa? Kalau sampai dia benar-benar tidak bisa ditemukan bagaimana?" tanya Galuh menantang. Penampilan rambutnya yang biasa tertata rapi jadi acakadul tidak beraturan.

"Aku hanya menyampaikan pesan terakhirnya," balas Arta tenang.

"Jangan buat seolah-olah dia benar-benar sudah mati, bodoh!" balas Galuh.

"Aku hanya berpikir. Apa dia benar-benar tidak punya firasat apa pun?" tanya Arta, "Dia tidak akan bicara begitu kalau tidak punya firasat, 'kan?"

"Apa kau tidak khawatir pada Argi?" tanya Galuh.

"Tentu saja sangat khawatir. Tapi, aku tidak begitu terbiasa menunjukkan emosi terganggu secara terang-terangan," jawab Arta tenang. "Kau sendiri tidak mengkhawatirkan Lastri, bukan?" tanyanya balik.

Galuh menurunkan gawai. "Apa maksudmu?" tanyanya.

"Iya. Kau hanya merasa bersalah karena Lastri jadi pergi bersama Argi karena diganggu oleh mantan pacarmu. Menyedihkan sekali," jawab Arta datar.

Galuh mengangkat wajah. Menatap wajah datar tanpa ekspresi Arta. "Ta, situasi saat ini sedang sangat tidak enak. Kita semua bingung. Bisa tidak jangan menyiramkan bensin ke hutan yang sedang terbakar?" tanyanya.

Arta menyilangkan kedua tangan di dada. "Baiklah. Kita sedang sama-sama susah. Terutama sekolah."

"Kenapa?" tanya Galuh.

"Nityasa Boy Senior itu sangat over protektif pada adiknya, lho. Aku khawatir The Alliance pemilik sekolah kita pun akan kewalahan menghadapi kemurkaannya. Sampai benar-benar terjadi sesuatu pada Anargya," beritahu Arta.

"Haah...? Keluarga macam apa sih Nityasa itu sebenarnya," tanya Galuh.

"Perpanjang batas waktu pencarian! Jangan beritahu dulu keluarga kedua belah pihak sampai tengah hari besok. Katakan juga pada para guru untuk menunda kepulangan ke penginapan malam ini. Tidak. Maksudnya sampai mereka diketemukan. Dan menjadwal ulang acara baksos ke pemukiman miskin besok," pinta Arta.

"Cih. Kenapa juga aku harus mendengarkanmu," respon Galuh tak peduli.

"Galuh, kita punya kewajiban untuk berjuang sampai titik darah penghabisan sebelum pulang membawa berita kekalahan," jawab Arta.

"Galuh, kita punya kewajiban untuk berjuang sampai titik darah penghabisan sebelum pulang membawa berita kekalahan," jawab Arta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ξ Ξ Ξ

Akhirnya rombongan Smaspede memutuskan untuk bermalam di panti asuhan. Karena bangunan panti asuhan sendiri memiliki luas yang sangat terbatas. Akhirnya mereka menggelar karpet pinjaman dari warga di halaman dan tidur beratapkan langit malam. Untung saja cuaca hari ini sampai tengah hari besok dilaporkan cerah. Paling yang jadi masalah serangga malam. Dan para siswa yang parno tidur dikepung alam bebas seperti itu.

Ratna sama sekali tidak bisa tidur. Meski semua teman dan para guru sudah terlelap karena kelelahan. Sampai tak memedulikan nyamuk yang hinggap di tubuh mereka.

Melihat pemandangan teman-teman dan para gurunya begitu kesusahan saja Ratna sudah merasa sangat tidak tega. Apalagi membayangkan apa yang sedang Lastri dan Argi hadapi kini.

"Di mana kalian berada? Apa yang sudah terjadi pada kalian? Bagaimana keadaan kalian saat ini?" tanyanya dengan mata berair. Kepada langit. Kepada para bintang. Kepada Tuhan yang bersemayam di negeri di atas awan.

[TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikutiku, menambah cerita ini ke perpustakaan/daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote di bab mana saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikutiku, menambah cerita ini ke perpustakaan/daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote di bab mana saja. Aku sangat menghargai itu dan aku harap kalian terhibur dengan cerita buatanku -.<]

Sanggupkah mereka menemukan Lastri dan Argi? Atau masalah yang lebih besar tengah menanti?

Ikuti terus ceritanya!

Pet/BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang