Bound

9.2K 270 14
                                    

Sebelum membaca jangan lupa...

Seorang pemuda memegang lehernya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang pemuda memegang lehernya. Berkata, "Aku harus segera menemukan cara. Untuk lepas dari tali pengekang yang mengikat leherku."

Dari luar mungkin remaja yang tidak tampak cupu sekalipun dengan potongan rambut bowl cut itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari luar mungkin remaja yang tidak tampak cupu sekalipun dengan potongan rambut bowl cut itu. Hanya terlihat seperti anak SMA biasa. Ia pergi ke sekolah. Belajar bersama murid lain. Mengerjakan tugas. Berteman dengan berbagai macam orang. Tak ada yang berbeda dengannya dibanding manusia pada umumnya.

Tapi, semua akan berubah saat pintu mobil Lexus LS 460 AWD Long Wheelbase hitam yang ada di depan gerbang sekolah itu terbuka, batin Argi, begitu ia biasa disapa. Melihat mobil jemputan lengkap dengan supir dan dua seorang bodyguard sudah standby di sana cukup lama. Sebelum bel pulang sekolah hari itu bersuara.

Plok. "WOY!" panggil seorang siswi teman sekelasnya seraya menepuk belakang punggung remaja laki-laki itu.

Argi langsung menoleh. "Ada apa?" tanyanya.

"Untung kamu belum pulang. Aku harus masukin nama kamu nih ke dalam daftar partisipan bakti sosial ke daerah nanti," jawab gadis berhijab bernama Lastri itu.

Argi langsung terperanjat kaget. Bagaimana bisa teman sekelasnya lebih satu tahun belakangan bersekolah di SMASU Spebius Deorsa ini. Tidak tau siapa namanya...

"Eh, malah bengong," tegur Lastri lagi dengan cara lebih barbar. Mendorong kasar sebelah pundak Argi.

"Na, masa kamu nggak tau siapa namaku, sih?" tanya Argi sok berwajah sedih, "Aku saja hapal nama lengkap teman sekelas kita, lho."

"Mana aku tau, Argiyanto! Nama lengkap kamu itu panjang banget kayak sungai Bengawan Solo. Ya kali aku disuruh mengisi otakku dengan informasi tidak penting seperti itu," ledek Lastri.

Nama panjang kayak Bengawan Solo? Gak sadar diri dia. Argi menyenderkan tubuhnya di dinding. Menatap siswi yang selalu mengenakan masker itu. Alasannya bukan karena dunia tengah dilanda pandemi seperti beberapa tahun silam. Namun, ia memiliki alasan tersendiri yang membuatnya terus mengenakan masker.

"Ayo tebak siapa nama lengkapku. Udah ratusan kali dipanggil pas absen masa nggak inget juga," tantang Argi seraya menyilangkan kedua tangan di dada. Menjorokkan tubuh ke gadis bertubuh jenjang itu.

PLTAK. Lastri lagi-lagi bertindak barbar. Mencium dahi Argi dengan pantat pulpennya. "Gi, waktu pulangku jadi terpotong sekian menit karena harus meladeni sikap nggak penting kamu. Tinggal kasih tau nama lengkapnya aja kok susah. Kenapa, sih? KENAPA?!" tanya Lastri menjorokkan tubuhnya mendekati Argi.

Argi malah mengalihkan pandangannya. Menuju pemandangan di luar jendela koridor. Mengamati mobil seharga sekitar delapan puluh dua ribu USD itu nangkring di dekat sekolahnya.

Lastri yang kepo ikut melihat ke arah yang Argi pandang. Berkata, "Argi, jemputan kamu sudah datang, 'kan? Bisa kita percepat ini? Nama kamu itu hanya disebut Anargya Nityasa saja saat absen. Mana aku tau siapa nama leng..."

Argi membalik tubuhnya. Menatap lekat-lekat gadis yang lebih pendek darinya itu. "Lastri, kamu kan bisa bertanya sama ketua kelas untuk memeriksa dataku di komputer. Kalau memang sepenting dan semendesak itu. Kenapa kamu mendatangiku? Apa yang kamu mau?" tanyanya seraya mendekatkan wajah ke wajah Lastri. Berharap gadis itu akan berdebar.

Yang ada malah... GAPLOK. Lastri yang kesal pada sikap Argi langsung "mencium manja" wajah pemuda itu menggunakan tab yang sedang ia bawa. Langsung dilangkahkan kaki untuk kembali ke dalam kelas.

Segera ditahan pergelangan tangannya. "Aku minta maaf, Lastri. Aku kasih tau, deh. Tapi, kamu temani aku sebentar, ya," pinta Argi seraya mengangkat satu telapak tangan di depan wajah Lastri.

"Ogah!" jawab Lastri cepat, "Lebih baik kamu tidak usah ikut bakti sosial nanti, deh. Buat sebal saja."

"Kamu lagi PMS, ya," goda Argi lagi.

"Lepas gak?" tanya Lastri yang tangan kanannya digendong oleh sebuah armsling berwana pink.

"Nanti tangan kamu sakit lagi lho kalau ditarik-tarik," nasihat Argi. "Temani aku sebentar, yuk," pintanya lagi.

GAPLOK. Lastri "mencium" lagi bagian tubuh Argi dengan tab di tangan kirinya. "Itu dialogku!" balasnya.

"Oke. Nama lengkapku adalah AharghaNuoizCyaptaChrolisMc'KnnaCspnPndg Nityasa.

"Tidak terlalu panjang, 'kan?" tanya Argi seraya menjauh selangkah dari Lastri.

Lastri menyipitkan sebelah matanya. "Aharga... Nawis... Ngepet... Krols... Mkennn... Kspendega... Nityasa...???"

Argi tertawa lepas. Untung saja sekolah sudah sepi karena ini akhir minggu. Anak-anak lebih cepat pulang ke rumah mereka. Atau pergi ke tempat nongkrong. Argi langsung merebut tab di tangan Lastri. Mengetikkan nama lengkapnya sendiri.

"Ini," ucap Argi menyodorkan tab bermerek Samsung itu.

Bola mata Lastri kelojotan melihat betapa panjang nama lengkap pemuda di depannya. Anargya Naoise Cayapata Charolais Mc'Knna Caspian Pandega Nityasa.

Untung saja zaman sekarang sudah tidak ada yang namanya "menghitami lembar jawaban ujian". Karena semua ujian sudah menggunakan perangkat digital. Kalau masih ada... entah bagaimana ia akan melakukannya.

"Ya sudah. Terima kasih," ucap Lastri seraya menjauh dari Argi. Ingin kembali ke dalam kelas untuk mengambil tas. Lalu, pergi ke ruangan OSIS di lantai dua.

"Lastri," panggil Argi pelan.

Lastri menghentikan langkahnya. Kembali melihat Argi. "Ada apa?" tanyanya.

"Aku... benar-benar tidak ingin pulang bersama..."

Tiba-tiba Lastri menunjuk ke arah belakang tubuh Argi. "Bodyguard kamu datang, tuh," beritahunya.

Argi menolehkan kepala. Melihat seorang pria besar berpakaian safari sudah berdiri di belakangnya. Entah sejak kapan. "Kena..."

"Karena Tuan Muda Argi tidak segera turun. Jadi, Tuan Besar meminta saya untuk mencari Anda," beritahu pria berwajah ramah itu.

Argi pun, dengan wajah terpaksa, mematuhi pria itu dan mengikuti langkahnya menuju mobil. Sementara beberapa anak yang masih ada di sana saling berbisik. Menggunjingkan betapa beruntungnya Argi sebagai salah satu putra keluarga Nityasa: pemilik perusahaan permen, cokelat, manisan, boneka, dan pakaian anak kelas atas di dunia.

Padahal bisnis keluarganya berhubungan dengan semua hal yang dianggap imut di dunia ini. Tapi, sifatnya sendiri sangat menyebalkan, batin Lastri kesal. Melangkah menuju lift.

Sementara Argi memasuki mobil mewah itu dengan tampang kusut. Duduk diantara dua pria bertubuh tegap yang merupakan bodyguard pribadinya. Mungkin orang luar akan berpikir bahwa itu wujud "eksklusifitas". Sebagai seorang putra dari keluarga yang sangat ternama.

Namun, bukan itu alasannya.

"Apa Kakak sudah datang?" tanyanya pelan pada dua orang pria yang mengapitnya.

[Ges, kalian coba baca juga dong BL terbaru Noir yg ceritanya lebih soft, judulnya Death is Our Only Salvation, ceritanya tentang anak laki-laki tunggal bos mafia yang diselamatin sama anak SMA biasa (ternyata tidak biasa) waktu dia pengen bundir dan cerita mereka yang awalnya dihalangi sudut pandang pun dimulai, makasiiih]

[Kalau kamu suka cerita ini jangan lupa masukkan dalam daftar favoritmu untuk mengetahui update terbarunya -.<]

Pet/BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang