Sebelum membaca jangan lupa untuk...
Dan kebebasan lebih seperti kutukan untuk seorang Argi Nityasa. Seorang Lastri Wijaya yang tak berdosa pun jadi terkena imbas dari tabunya.
Setelah terjatuh ke sungai bersama Lastri. Tubuh keduanya terseret oleh aliran air yang kencang. Sungainya memang tidak begitu dalam. Tapi, karena terus ditabrak arus. Membuat mempertahankan langkah kaki dan berat tubuh di tanah dasar sungai yang licin jadi sulit. Mereka pun tenggelam dan terbawa arus sampai kehilangan kesadaran.
Selanjutnya... bagaimana nasib mereka? Entahlah.
Arta yang ada di panti asuhan jadi dirundung oleh pertanyaan semua orang.
"Argi mana? Argi mana? Argi mana? Tadi kamu sama dia, 'kan?"
"Argi kan tadi sama Lastri. Lastrinya juga tidak ada. Mereka ke mana?"
"Ke mana? Ke mana? Ke mana?"
"Di mana mereka???!!!"
Langit sudah semakin gelap. Pihak Smaspede dibantu para orang dewasa dari panti asuhan pun berpencar ke segala arah. Untuk mencari keduanya. Situasi semakin memburuk karena ketiadaan sinyal yang mumpuni. Membuat pencarian harus dilakukan dalam kelompok besar. Mempersempit daerah yang bisa mereka sisir.
Arta baru kembali dari pencariannya ke sungai yang tadi Argi tunjukkan. Tak terlihat jejak baik dari Argi maupun Lastri di sana. Ditambah penerangan yang sangat minim. Hanya dari senter gawai. Di saat seperti ini pemandangan sungai yang gelap jadi terlihat mengerikan. Ia pun bergegas kembali.
"Galuh," panggilnya ke Galuh yang tampak sibuk mondar-mandir di depan panti asuhan. Para anggota OSIS yang lain sibuk berpencar mencari Argi dan Lastri.
"Eh, iya, hallo, Arta. Bagaimana? Apa kamu menemukan jejak keberadaan mereka?" tanya Galuh khawatir. Raut wajahnya tampak sangat risau.
Arta menggelengkan kepala lemah. Menjawab, "Sama sekali tidak. Di sini sumber cahaya hanya sedikit. Ditambah masih banyak pepohonan dan area yang tidak ditinggali manusia. Kalau malam jadi sangat sulit untuk mencari."
"Aku sudah berusaha mencari Lastri menggunakan Google Maps. Tapi, email yang dia gunakan di smartphone-nya ternyata berbeda dengan email yang aku ketahui," ucap Galuh risau.
"Tunggu sebentar! Kamu dapat sinyal untuk internetan?" tanya Arta tak percaya. Ia cek lagi sinyal hapenya yang masih malik alias malas naik.
"Haduh, refresh saja smartphone-mu dengan mengaktifkan airplane mode," jawab Galuh kesal ditanyai hal sepele begitu di saat seperti ini. "Kau sendiri. Sudah berusaha mencari smartphone Argi?" tanyanya.
"Argi tidak bawa smartphone," jawab Arta.
"Cih, pergi ke tempat seperti ini malah tidak bawa device penting. Bodoh sekali sih dia," umpat Galuh.
"Bodoh, ya," respon Arta setuju. Memandang langit gelap penuh bintang. Tapi, tak menerangi apa pun di muka bumi.
Ada di mana kamu, Argi.
Ξ Ξ Ξ
Saat masih di penginapan sebelum berangkat.
"Ta, kita deketan terus, ya," pinta Argi dengan najongnya memepet-mepeti tubuh Arta.
"Hidiih, najis. Ogah," tolak Arta.
"Bukan begitu, ya. Seandainya aku maho juga aku tidak akan mau pada orang jelek sepertimu. Aku tidak bawa smartphone karena takut sinyalnya bisa dilacak oleh kakakku," ucap Argi berusaha memberi penjelasan.
"Aduuh, punya masalah hidup apa sih orang kaya seperti kalian. Pakai acara lacak-lacakan gawai saudaranya segala. Tidak penting sekali," komentar Arta.
[TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikutiku, menambah cerita ini ke perpustakaan/daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote di bab mana saja. Aku sangat menghargai itu dan aku harap kalian terhibur dengan cerita buatanku -.<]
Apa yang akan terjadi pada Argi dan Lastri? Berhasilkah mereka selamat? Apa yang akan Arta putuskan?
Ikuti terus ceritanya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pet/Brother
General FictionDON'T COPY MY STORY! DILARANG PLAGIAT! [BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Sudah bertahun-tahun lamanya Argi hidup sebagai adik sekaligus "peliharaan" kakak laki-lakinya. Dan semua berjalan "baik-baik" saja. Namun, semua berakhir ketika ia terhubu...