Sebelum membaca yuk jangan jadi silent reader lagi dan tunjukkan dukungan kalian dengan komen dan...
"WHAAATT???!!!" pekik Lastri kala menyadari angka yang ditunjukkan oleh jam wekernya. Sudah pukul tujuh pagi. Mungkin tidak masalah. Toh, ini kan hari Minggu. Tapi, untuknya yang sudah bertekad. Untuk menunaikan sholat Tahajud di setiap sepertiga malam. Ditambah dua rakaat sebelum Subuh...
"Kwhezianghan zhorat Zhuubuh adzaalah...
"PUAH!
"Aib," tatapnya sendu ke cermin di atas wastafel kamar mandi kamarnya. Usai menyikat gigi.
Buru-buru ia ambil wudhu di dalam bath tube. Dan bergegas menunaikan sholat Subuh hari itu yang sangat terlambat.
Walau selalu rajin dalam beribadah dan mematuhi kewajiban agama. Salah satunya menutup aurat. Jujur saja. Lastri sendiri sadar kalau ia bukan orang yang "taat" banget. Atau "sholehah". No. Sama sekali tidak. Ia tau ia adalah manusia "berhati busuk" dengan segudang sifat buruk. Karena itulah ia rajin beribadah.
"Agar tidak menambah-nambahi jalur masuk nerakaku," ucapnya sembari mematikan pendingin ruangan lalu membuka kitab suci Quran.
"Audzubillah..."
Ξ Ξ Ξ
Saat makan malam tadi malam.
Lastri sangat empet ketika melihat. Atau berhadapan dengan Pak Tedjo dan Bu Pudjo. Ucapan terakhir mereka soal pihak Dewan Smaspede yang akan mencabut beasiswanya. Jika tidak memenangkan kejuaraan Taekwondo lagi. Benar-benar menggilakan.
Ia tidak pensiun dari karir atletnya karena "kecelakaan" itu. Tapi, karena tubuhnya memang sudah tidak sekuat dulu lagi. Lagipula dia pensiun saat di puncak karir sebagai atlet beladiri. Ia tidak ingin menjerumuskan nama baiknya. Dengan kembali beraksi, namun tidak dengan kekuatan maksimal.
Apa mereka benar-benar akan mengusirku, ya, galaunya sambil membantu anak-anak lain membereskan meja makan.
"Lastri, apa kamu baik-baik saja?" tanya Ripta. "Sini, aku saja yang bawa piring kamu," ucapnya seraya memindahkan piring kotor Lastri ke tangannya.
"Ripta..."
"Kenapa?"
"Temui aku di halaman belakang, ya. Ada yang ingin aku bicarakan," pinta Lastri.
"Lastri, aku ini memang ganteng. Tapi, kamu jangan..."
DBUGH.
Ξ Ξ Ξ
Halaman belakang gedung panti asuhan. Lastri menunggu Ripta seraya duduk di bangku kayu yang ada di tengah taman. Halaman belakang panti asuhan mereka memiliki luas yang cukup besar dan dikelilingi oleh rimbun tanaman. Tapi, karena desain lansekap dan pencahayaan yang baik. Mengusir jauh kesan seram dari tempat itu di malam hari sekalipun.
"Ada apa?" tanya Ripta baru datang turut membawa dua kaleng calpico dingin.
"Terima kasih," ucap Lastri menerima satu kaleng calpico rasa leci. Sementara punya Ripta sendiri rasa melon.
"Ripta... bagaimana kalau aku tidak bisa... memenuhi kontrak yang diberikan oleh pemilik panti asuhan?" tanya Lastri dengan intonasi tidak enak. Ia sedikit bingung bagaimana caranya untuk menceritakan masalah yang sedang ia hadapi. Tapi, ia tidak bisa menanggung semua ini sendiri.
"Hah? Bicara apa, sih? Kontrak mana yang kamu langgar? Perasaan juga baru saja memutuskan untuk masuk sekolahmu sekarang. Agar bisa bertemu dengan objek dari ambisimu. Begitu, 'kan?" tanya Ripta.
Lastri menghela nafas tanpa suara. Menjawab, "Seharusnya sih begitu. Tapi, ada hal tidak terduga yang terjadi."
"Ah, aku baru dengar ada hal seperti itu terjadi di sini," komentar Ripta.
"Jadi..."
Tahun ini Ripta sudah duduk di semester kedua jenjang perkuliahan. Karena dia harus bekerja selama setahun setelah lulus dari jenjang STM. Sekarang ia berusia dua puluh tahun. Ripta adalah satu-satunya anak dari "generasi sebelumnya" yang masih tinggal di panti asuhan. Anak-anak lain harus meninggalkan panti ketika kontrak sudah terpenuhi. Atau ambisi sudah tercapai.
Apa yang terjadi pada Lastri seperti domba ungu dalam aturan itu. Beasiswanya terancam dicabut. Dan ia bisa jadi didepak dari sini. Karena "melakukan" hal di luar "perjanjian". Padahal "menyesuaikan terhadap apa pun yang terjadi" selama tenggang waktu kontrak. Juga merupakan bagian dari isi kontrak.
"Ini hanya tebakan saja, sih. Mau dengar tidak?" tanya Ripta.
"Katakan saja, Ripta! Aku ini sedang pusing sekali sekarang," jawab Lastri.
"Aku rasa ada 'pihak tertentu' yang mempengaruhi The Alliance untuk membuat keputusan itu. Apa kamu yakin benar-benar tidak ada yang mengetahui hubunganmu dengan 'mereka'?" tanya Ripta.
"Aku juga sempat punya pikiran begitu, sih. Tapi... siapa? Aku tidak percaya ada orang yang mengetahui masalahku dengan 'mereka'," jawab Lastri pucat pasi, "Aku ini bahkan tidak ada untuk 'mereka'. Bagaimana bisa... akh."
"Lastri," panggil Ripta tanpa menatap lawan bicara.
Lastri langsung menoleh. "Apa?" tanyanya.
"Aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Yang jelas ketika situasi jadi semakin memburuk. Dan kamu belum menemukan jalan keluar. Aku akan memberitahu apa yang bisa kamu lakukan untuk bertahan di sini," jawab Ripta. Pandangan matanya kosong. Raut wajahnya begitu serius. Ia tidak sedang mengutarakan omong kosong.
"Bisa beritahu sekarang saja tidak...? Aku benar-benar tidak tau lagi apa yang harus aku lakukan. Rasanya semua penghargaan di luar kejuaraan beladiri yang aku dapat saat SMA jadi tidak ada artinya."
"Kalau soal..."
Setelah itu mereka kembali ke kamar. Di kamar Lastri melihat ada sangat banyak chat masuk ke gawainya. Didominasi pesan dari Arta yang membahas soal pertemuan dengan Argi tadi pagi.
"Dia masih online. Haduh, balesinnya lama deh ini..."
Ξ Ξ Ξ
Dan itulah penyebab aku jadi kesiangan hari ini. Ah, untung saja pertemuannya jam sepuluh pagi. Masih ada waktu. Cuma sedikit, sih.
Aku harus bergegas!
[TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikutiku, menambah cerita ini ke perpustakaan/daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote di bab mana saja. Aku sangat menghargai itu dan aku harap kalian terhibur dengan cerita buatanku -.<]
Hmm... berhasilkah Lastri mengejar sang waktu? Atau akan terjadi sesuatu yang lebih buruk timbang sekadar terlambat?
Ikuti terus ceritanya, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pet/Brother
General FictionDON'T COPY MY STORY! DILARANG PLAGIAT! [BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Sudah bertahun-tahun lamanya Argi hidup sebagai adik sekaligus "peliharaan" kakak laki-lakinya. Dan semua berjalan "baik-baik" saja. Namun, semua berakhir ketika ia terhubu...