Please

4.4K 171 0
                                    

Sebelum membaca sudikah kiranya untuk...

Sebenarnya Argi tidak ingin mengingat "bagaimana" semua "kegilaan" dalam hidupnya  berawal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebenarnya Argi tidak ingin mengingat "bagaimana" semua "kegilaan" dalam hidupnya  berawal. Apa penyebabnya. Apa yang mungkin jadi alasannya. Sikap tidak normal kakak laki-lakinya. Semua. Ia tidak ingin "lagi" memikirkan semua itu. Rasanya berat. Dan hanya menyesakkan dada.

Ia memang sudah tidak melawan. Maupun memasang reaksi berlebihan setiap hal seperti kemarin terjadi. Tapi, bukan berarti ia suka juga. Atau dengan secara tulus pasrah ikhlas menerima. Ia hanya berusaha untuk menyesuaikan diri.

Karena entah kenapa... ia sendiri merasa tak bisa meninggalkan kakaknya. Keanehannya. Dan semua hal tidak normal yang ia lakukan padanya.

Pukul tujuh pagi ia bangun dan membuka mata. Melihat Iwan sudah membuka tirai jendela kamarnya yang besar. Membiarkan derai cahaya matahari pagi menyelusup ke dalam ruangan gelap nan suram itu.

"Selamat pagi, Tuan Muda Argi," sapa Iwan ramah. Bagas sedang di lantai paling bawah menyiapkan sarapan untuk majikannya.

"Pagi," balas Argi singkat. Masih mengerjapkan mata. Sebenarnya ia tidak begitu suka melihat sikap Iwan yang tiba-tiba jadi "sok akrab" dengannya. Gara-gara obrolan singkat mereka kemarin. Apa orang itu jadi berpikir ia bisa melakukan hal sesukanya?

Ah, karena kedua tanganku sedang sangat pegal. Aku jadi berpikir yang tidak-tidak, batin Argi.

Tiba-tiba Iwan berjalan mendekati tempat tidur Argi. "Apa tidak sakit, Tuan Muda?" tanyanya.

Argi terbelalak mendengar pertanyaan "lancang" pelayannya.

"Anda sudah diikat sejak kemarin. Anda juga tidak bisa melakukan apa pun. Anda diperlakukan seperti ini memang karena permintaan Tuan Besar. Tapi, apa Anda tidak ingin..."

"IWAN!" panggil Argi setengah berteriak. Menghentikan ucapan pria itu.

"Ada apa, Tuan Muda Argi?" respon Iwan tenang.

"K-Kenapa kamu berani mengatakan hal seperti itu pada saya?!" tanya Argi seraya meronta. Degub jantungnya tak bisa dideskripsikan dengan kata. Ia sudah memiliki jam terbang yang tinggi soal "memenuhi obsesi kakaknya" ini. Ia sudah sangat sering diikat sampai hal itu tak lagi jadi hal mengganggu. Tapi, pertanyaan pria itu benar-benar meresahkan perasaan.

Apa yang dia inginkan?

Bukankah ia adalah salah satu anjing kepercayaan kakaknya?

Iwan mencengkram rahang bawah Argi. Mendorong tubuhnya sampai membentur kepala tempat tidur. Dalam keadaan yang sama sekali tidak bisa bergerak. Semua hal jadi mungkin untuk terjadi. Nafas Argi terasa turun naik. Ia menggerakkan matanya menuju kamera CCTV di dalam kamar itu.

Lampunya mati!

"A-Apha..."

"Tuan Muda Argi, Anda ini naif sekali. Tolong jangan pikir kalau saya hanya anjing yang dipungut oleh Tuan Besar dari pinggir jalan yang kotor dan berdebu. No, not like that. Saya ini beruang kutub Alaska yang sengaja dijinakkan untuk jadi pelindung Anda.

"Pertanyaannya, apakah Anda benar-benar baik saja dengan semua ini? Anda tidak bisa bergerak. Tidak bisa melakukan perlawanan. Sebagai gantinya Anda hanya menggeliat seperti cacing kepanasan."

Argi berhenti meronta. Ia sendiri sudah merasa muak dengan semua tindakan kakaknya yang terlalu over protektif. Sampai detik ini pun ia belum tau. Alasan ia harus tinggal di luar kediaman keluarga Nityasa yang sudah membesarkannya. Menuju ke "gubuk sempit" yang berada di pemukiman padat penduduk itu.

Iwan melepaskan cengkramannya. Menjepit tubuh Argi dengan kedua lutut. Menatap cahaya dari luar jendela. "Semakin lama Anda bertahan dalam situasi ini, Tuan Muda, Anda akan semakin sulit melepaskan diri. Anda akan menyesali ini semua suatu saat nanti."

"Kenapa... kamu mengatakan hal seperti itu sekarang?" tanya Argi lemas.

"Kebetulan saya melihat smartphone Anda. Ada banyak pesan yang masuk dari kontak bernama 'NJACMW-Teman Sekelas'," jawab Iwan.

Lastri?!

"Kelihatannya dia perempuan yang baik dan sangat perhatian. Dia pasti khawatir kalau Anda tidak segera membalas pesannya. Apalagi sampai mengetahui kondisi Anda sekarang," lanjutnya.

"Di mana smartphone-ku? Berikan!" tanya Argi gegabah. Mendengar cewek barbar itu melakukan hal seperti yang Iwan katakan. Kenapa hatinya jadi merasa... senang?

Iwan menggeleng pelan. "Ada pada Bagas. Anda tau sendiri dia itu anjingnya Tuan Besar yang paling setia."

Kamu juga sama saja!

"Saya tau apa yang Anda pikirkan. Tapi, mulai saat ini saya bukan lagi sepenuhnya anjing Tuan Besar. Saya akan menjadi anjing Anda juga. Asal Anda bersedia menemukan titik terang. Dari tujuan rantai yang saat ini tengah mengikat leher Anda.

"Setuju?" tanyanya.

"Setuju," jawab Argi cepat. Tak menyangka hal seperti ini akan terjadi dalam hidupnya. Hidupnya yang suram. Hidupnya yang kelabu tanpa tujuan.

Cklek. Pintu kamar terbuka dari luar. Iwan segera bangkit dan berpura-pura tak terjadi apa pun di sana.

"Saya mendengar suara berisik dari kamar ini sejak tadi. Apa yang sudah terjadi?" tanya Bagas datar. Dengan tatapan mata penuh curiga.

[TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikutiku, menambah cerita ini ke perpustakaan/daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote di bab mana saja. Aku sangat menghargai itu dan aku harap kalian terhibur dengan cerita buatanku -.<]

Pet/BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang