Sebelum membaca yuk jangan jadi silent reader lagi dan tunjukkan dukungan kalian dengan komen dan...
Alastriona, suatu saat nanti idealismemu akan membunuhmu. Aku percaya itu, batinnya setelah turun dari bis di halte tujuan. Ia bergegas melangkah cepat menyusuri jalan kecil menuju alamat tempat pertemuan.
Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?
Mukashi-mukashi aru tokoroni... Alkisah...
Ξ Ξ Ξ
Beberapa saat sebelumnya di panti asuhan.
"Buru-buru amat, Neng. Mau ke mana?" tanya Ripta yang sama-sama berjalan menuju pintu keluar sambil memainkan kunci mobil.
"Berisik, deh. Aku ini lagi buru-buru. Kamu sendiri mau ke mana?" respon Lastri balik tanya.
"Ada kerjaan. Nih lagi mau jemput proyekan. Tumben kamu terburu-buru. Biasanya kan kamu paling tepat waktu," tanya Ripta.
"Iya, jadi..."
Akhirnya mereka malah berjalan sambil ngobrol.
Sesampainya di pintu keluar bangunan. Ripta hendak mengambil jalan menuju garasi panti asuhan. Sementara Lastri menapaki jalan menuju gerbang.
"Dek!" panggil Ripta.
Lastri yang kaget karena jarang dipanggil seperi itu oleh Ripta. Menoleh dan beranjak menghampirinya. Lupa kalau ia sedang terburu-buru. "Ada apa, Bang?" tanyanya. Kalau boleh jujur. Lastri sangat senang saat Ripta tidak bersikap sok seumuran dengannya begini.
"Tidak mau ikut bareng mobilku saja? Buru-buru, 'kan?" tawarnya.
"Memang Abang mau pergi ke arah mana?" tanya Lastri. Sok manis.
"Ke daerah pertokoan Bintang Kejora," jawab Ripta.
Lastri langsung membatin, dengan bagian mekanis, konfigurasi mesin mobil Ripta adalah 1.2 liter i-VTEC 4 silinder 16 katup 1.198 cc yang punya transmisi otomatis seperti saudaranya sesama pabrikan mobil Honda. Unit ini menghasilkan tenaga 190 PS pada 6.000 rpm untuk transmisi manual dan CVT dan torsi 110 Nm pada 4.500 rpm. Dengan jarak tempuh menuju daerah pertokoan Bintang Kejora. Dia bisa menyumbang pencemaran udara yang tidak diperlukan kalau harus mengantar aku terlebih dulu. Mana daerah yang ingin aku tuju berbeda jalur.
Hmm... tapi, aku buru-buru.
"Lastri!" panggil Ripta kesal karena gadis di hadapannya malah tampak berpikir keras seolah tengah menyelesaikan soal ujian masuk universitas terkemuka.
"Ah, iya, Bang. Aku sangat berterima kasih. Tapi, sepertinya tidak usah." Aku ini sangat mencintai bumi. Aku tidak boleh mendukung tindakan yang bisa semakin merusaknya, batin Lastri. So idealistic.
"Apa kamu habis mikirin berapa polusi udara yang bisa dihasilkan mobilku kalau aku mengantar kamu dulu?" tanya Ripta datar.
Lastri hanya tertawa kecil. Mengambil langkah seribu sebelum bis di halte terdekat berangkat.
Saat sudah di dalam bis yang penuh sesak. Sampai membuat "orang berkebutuhan khusus" seperti dirinya tak dapat tempat duduk. Ia membatin, aku menyesal. Seharusnya aku terima tawaran Bang Ripta. Sudah tau jaraknya jauh. Aku tidak kuat berdiri lama juga.
"Mbak," panggil seseorang yang berdiri di belakangnya.
"Iya, Bu," respon Lastri.
Ibu-ibu itu berdiri dari kursi yang tengah ia duduki. Menawarkan, "Mau duduk?" tanyanya.
Kalau ini tidak akan merusak bumi, 'kan, batinnya seraya duduk di tempat ibu-ibu itu.
Lastri, kamu sekarang jadi lebih letoy ketimbang emak-emak yang kelihatan sudah kepala empat ini...
Mother*cker!
Ξ Ξ Ξ
Oh no, aku telat, batinnya sedih kala melihat ke jam tangan. Sekarang sudah pukul sepuluh pagi lewat lima belas menit. Itu bukanlah keterlambatan yang sebentar. Terlebih ia tau bahwa orang yang akan ia temui kini. Bukan seseorang yang pantas diterlambati.
Benar saja! Orang yang akan ia temui tampak sudah duduk menunggu di meja dekat jendela. Ia tampak sedang "memainkan" laptopnya. Sebuah MacBook Pro 19.4" 202X Touch Bar. Gawat. Apa karena sudah bosan menunggu?
Kling kling kling. Bel penyambut tamu berbunyi. Kala Lastri masuk dengan peluh di sekujur tubuhnya. Segera melangkah cepat menuju tempat duduk orang yang ingin ia temui. Tanpa menunggu sambutan pelayan.
"Selamat pagi, Pak. Maafkan saya karena telat. Walau apa pun alasan saya tak akan bisa diterima. Saya benar-benar..."
Pria itu mengangkat wajah. Menatap gadis ngos-ngosan di hadapannya. "Tidak masalah," ucapnya seraya mempersilahkan Lastri duduk.
"Kamu mau pesan apa?" tanya pria itu seraya mengangkat tangan. Memanggil seorang pelayan.
Lastri melihat bahwa pria itu belum memesan apa pun. Untung ia sudah mencari tahu tempat macam apa restoran yang tampak mahal ini. Usai pria itu memesan steak dan minuman pilihannya. Lastri memutuskan memilih menu yang jauh lebih murah.
Pria itu kembali menatap layar laptopnya dengan serius. Berkata, "Kita tunggu makanannya datang."
"Baik, Pak," sahut Lastri. Ia tak mengeluarkan gawai. Ia tak mengedarkan pandangan ke seisi restoran. Ia hanya melihat pria di hadapannya. Seorang pria yang tampak sangat mirip dengan Argi.
Kakaknya.
[TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikutiku, menambah cerita ini ke perpustakaan/daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote di bab mana saja. Aku sangat menghargai itu dan aku harap kalian terhibur dengan cerita buatanku -.<]
Akhirnya Lastri bertemu juga dengan kakak Argi. Apakah yang akan mereka bicarakan? Apakah menyangkut kondisi Argi atau malah diri mereka sendiri?
Entahlah. Ikuti terus ceritanya, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pet/Brother
General FictionDON'T COPY MY STORY! DILARANG PLAGIAT! [BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Sudah bertahun-tahun lamanya Argi hidup sebagai adik sekaligus "peliharaan" kakak laki-lakinya. Dan semua berjalan "baik-baik" saja. Namun, semua berakhir ketika ia terhubu...