Sebelum membaca yuk jangan jadi silent reader lagi dan tunjukkan dukungan kalian dengan...
"Mama dengar dari teman Mama. Dia sedang makan malam dengan kliennya. Saat melihat kalian berdua bertemu di suatu restaurant," beritahu Alysa percaya diri. Putranya tak akan bisa mengelak lagi.
Daru menutup dahi. Tidak menyangka betapa luas cakupan intelijen seorang ibu-ibu. "Ma, itu kan sudah beberapa hari yang lalu. Kami juga bertemu secara tidak sengaja, kok. Dan Mama harus tau, ya. Aku tidak pernah party bersama Dydy. Dia itu pria super alim yang tidak mengenal kehidupan malam seperti aku."
"Mama tidak peduli. Kamu sudah sangat mengecewakan Mama, Daru," ucap Alysa menahan kesedihan.
Perasaan Daru begitu tercampur aduk. Hendak dipeluknya wanita itu. Namun, segera ditampik. Apakah semua usaha yang telah ia upayakan. Untuk menyamankan perasaan wanita itu beberapa hari terakhir. Akan jadi sia-sia belaka?
Akankah begitu?
Alysa menarik pergelangan tangan putranya menuju lift. Tapi, mereka tidak naik. Mereka menuju satu lantai ke bawah alias ke ruang bawah tanah. Ruang bawah tanah sendiri merupakan gudang, tempat mencuci, dan tempat menumpuk sampah kediaman itu. Tempat yang diperuntukan untuk segala yang tidak indah. Yang tidak seharusnya dilihat.
Unseen place.
"Mama, Mama, Mama mau ngapain aku lagi hari ini?" tanya Daru gusar. Mungkin ia bisa saja melepaskan pegangan tangan wanita itu dengan mudah. Tapi, ia tidak kuasa lagi untuk menyakiti. Wanita yang sudah banyak menderita dalam hidupnya itu.
"Keluarga Nityasa adalah penghancur keluarga kita, Daru! Seharusnya kamu sangat membenci dua anak yatim piatu busuk itu. Tidak mereka tidak orang tuanya semua sama saja. Pokoknya kamu harus menyesali perbuatan kamu," jawab Alysa seraya membuka pintu suatu kerangkeng besi yang berukuran cukup kecil.
Kenapa bisa ada benda seperti ini di rumahku, sih, tanya Daru dalam hati gusar. Perasaannya sangat tidak enak melihat benda dari besi berkarat itu. "Apa, Ma? Lebih baik Mama kurung aku di kamar, deh. Satu bulan WFH juga akan aku terima. Tapi... apa ini?" tanyanya tak percaya. "Aku memang anak Mama. Tapi, aku bukan binatang," teriaknya.
"Masuk!" perintah Alysa. Berbanding terbalik dengan putra tunggalnya. Ia berbicara dengan suara yang lembut. Tapi, sangat menusuk.
Karena terlalu dihantui perasaan takut durhaka pada orang tua. Daru pun mematuhi permintaan wanita itu. Ia masuk ke dalam kerangkeng kecil yang bahkan tak bisa membuatnya duduk dengan tegak. Maupun meluruskan kedua kaki dan tangan.
Ia sangat terbatas di dalam sana. Dadanya mulai berdetak tak karuan membayangkan. Bagaimana mungkin pria berusia lebih dari seperempat abad sepertinya. Masih diperlakukan seperti anak piyik baru lahir kemarin sore begitu.
Alysa mengambil gembok dan mengunci pintu kerangkeng yang menahan putranya. CKLEK.
"Mama... sampai kapan?" tanya Daru memelas. Ia tidak membawa alat komunikasi apa pun ke sana. Ia tak akan bisa melakukan apa pun untuk menyelamatkan diri.
"Sampai Mama yakin kamu sudah tidak akan berhubungan lagi dengan satu pun anggota keluarga Nityasa," jawab Alysa. Ganti mengeluarkan rantai dan gembok dari dalam suatu kotak kayu.
"Kenapa harus keluarga Nityasa...?" tanya Daru, "Apa karena..."
"Diam!" teriak Alysa.
"Rantai-rantai itu untuk apa, Ma? Mama tidak mau mengikat aku seperti binatang, 'kan?" tanya Daru pelan. Memandang wajah murka ibundanya penuh harap.
Alysa menarik satu tangan Daru ke bagian atas kerangkeng. Dan melilitkan rantai untuk menahan pergerakan pergelangan tangannya. Daru sama sekali tak bisa memberontak saking syok ia rasakan. Perasaan yang tak pernah ia bayangkan. Selanjutnya Alysa turut merantai pergelangan tangan satunya, kedua pergelangan kaki, dan lutut ke bagian-bagian jeruji kerangkeng itu.
Daru hanya bisa meneteskan air mata tanpa suara. Bertanya-tanya mengapa ini semua harus terjadi dalam hidupnya. Ia berusaha keras untuk meronta sekalipun sudah terlambat. Tubuhnya hanya bisa melakukan gerakan-gerakan kecil yang tak berarti. Jerat rantai-rantai yang masih berkilau itu tak akan bisa terbuka dengan mudah.
Ia tak lagi bisa bergerak dengan leluasa.
"Mama... sampai kapan Mama akan memperlakukan aku seperti ini? Bagaimana dengan pekerjaanku besok? Aku juga... MPH!"
Alysa tiba-tiba membekap mulut putranya dengan gumpalan kain basah. Setelah itu ia ikatkan selembar kain di kepala Daru agar sumpalan itu tak mudah lepas.
"MMMPPHH!!! MMMPPHH!!! MMMPPHH!!!" ronta Daru sekuat tenaga. Tak ia sangka Alysa akan bertindak seekstrim ini. Tapi, percuma saja. Kerangkeng yang berat itu bergerak saja tidak.
Belum selesai. Alysa memasangkan sebuah penutup mata yang cukup erat berwarna hitam di kedua mata putranya.
"EEEEEEKKKKHHH!!! EEEEEEKKKKHHH!!! EEEEEEKKKKHHH!!! MMMMHHHH!!!" Daru semakin histeris. Ia terus berusaha meronta meski tak berdaya guna. Kegelapan. Kekangan. Kurungan. Keterbatasan. Ketidaknyamanan. Ketidakberdayaan.
Semua...
"Akan Mama buat kamu benar-benar menyesal karena sudah berhubungan dengan penghancur keluarga kita, Handaru," bisik Alysa sebelum meninggalkan ruangan remang-remang itu.
"HEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEKKKKHHH!!!"
CREAK CREAK CREAK.
[TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikutiku, menambah cerita ini ke perpustakaan/daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote di bab mana saja. Aku sangat menghargai itu dan aku harap kalian terhibur dengan cerita buatanku -.<]
Ikuti terus ceritanya, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pet/Brother
General FictionDON'T COPY MY STORY! DILARANG PLAGIAT! [BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Sudah bertahun-tahun lamanya Argi hidup sebagai adik sekaligus "peliharaan" kakak laki-lakinya. Dan semua berjalan "baik-baik" saja. Namun, semua berakhir ketika ia terhubu...