Identity

1K 55 0
                                    

Sebelum membaca jangan lupa...

Sore harinya sekitar pukul tiga setelah sholat Ashar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore harinya sekitar pukul tiga setelah sholat Ashar. Perjalanan hari pertama kegiatan bakti sosial SMA Swasta Unggulan Spebius Deorsa atau Smaspede dimulai. Dengan mengunjungi suatu panti asuhan miskin di pinggiran kota dekat wilayah pegunungan.

Setibanya mereka di area sekitar panti asuhan yang asri. Rombongan langsung disambut oleh ibu-ibu dan bapak-bapak pengurus panti. Mereka semua terlihat sangat sederhana serta ramah. Seperti umumnya orang desa yang masih berpikiran simple. Dan tidak ribet karena terlalu banyak mengonsumsi polusi seperti orang kota.

Mereka menuju halaman depan panti. Di mana para anak-anak yatim maupun yatim piatu sudah menunggu dengan senyum lebar di wajah mereka yang tanpa dosa.

Setelah acara sambutan dari kepala pihak panti asuhan. Dilanjutkan dengan sepatah dua patah ucapan "basa-basi" dari ketua pihak Smaspede. Dilanjutkan pembacaan kitab suci Quran oleh seorang santri penghuni panti asuhan. Acara ramah tamah dan pemberian bantuan dari pihak Smaspede pun dilakukan.

Para anak-anak kecil berpakaian lusuh itu sangat senang saat menerima pakaian baru dari kakak-kakak siswa-siswi Smaspede. Mereka bercengkrama. Mengambil banyak foto dengan berbagai gaya. Ada banyak makanan enak juga untuk semua orang. Pokoknya pihak Smaspede berniat menjadikan ini menjadi salah satu malam terindah untuk anak-anak malang itu.

"Kak Astyi kenapa pakai masker di wajahnya?" tanya seorang gadis kecil berkerudung.

"Ehehehe, Kak Lastri sedang sakit. Jadi, takut menulari kalian kalau maskernya dibuka," jawab Lastri berusaha selogis mungkin.

"Gimana rasanya bertemu dengan saudara kandung, Lastri?" tanya seorang siswi modis bin hitz yang ujug-ujug mendatanginya entah dari mana.

Lastri mendirikan tubuh. Melihat siswi sok cantik bermake-up tebal yang bertampang seperti karakter antagonis di sinetron negara +62. "Kamu siapa, ya?" tanyanya.

"Heh, sudahlah. Kamu mau berlagak amnesia juga aku tidak peduli," sahut siswi itu. Ia berkata lagi, "Bagaimana rasanya menyantuni anak-anak panti asuhan saat kamu sendiri berasal dari panti asuhan?!" tanyanya menaikkan oktaf suara.

Orang-orang di sekitar sana langsung terdiam melihat Lastri. Terutama anak-anak panti asuhan dan para pengurusnya. Ini pasti sangat mengguncang perasaannya.

"Kamu!" ucap Ratna sudah siap bertindak anarkis. Lastri langsung menahan lengannya dengan tangan kiri.

"Rahmayanti, aku ini memang anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan. Tapi, setidaknya tempat tinggalku memberi asupan yang mencukupi untuk akal sehat dan hati nurani. Tidak seperti kamu," balas Lastri santai.

Anak-anak Smaspede yang mendengar balasan Lastri langsung menutup mulut mereka menahan tawa.

Rahmayanti belum menyerah untuk membuat ulah. Membalas, "Heh, anak yang tidak diinginkan saja belagu," ledeknya.

Luthfi yang baru saja kembali dari kamar mandi. Melihat suasana yang tadinya hangat berubah jadi mencekam. Apa yang sudah terjadi?

Galuh yang sejak tiba sibuk membantu para anggota OSIS inti. Baru mendengar apa yang terjadi pada Lastri dan Rahmayanti.

"Rahmayanti!" panggil Galuh.

"Oh, pahlawan kesiangan sudah datang ingin membela si putri buruk rupa," ledek Rahmayanti seraya mendekati Galuh.

Argi sendiri memilih menarik pergelangan tangan Lastri menjauh dari tempat itu.

"Argi..."

"Aku melihat sungai yang bagus di dekat sini waktu jalan-jalan sama Arta tadi. Ke sana, yuk," ajaknya.

"Jangan sampai gelap, ya," peringat Lastri. Mungkin Argi tak bisa melihat. Tapi, ia tersenyum di balik masker yang selalu menutupi wajahnya.

Sampailah mereka di sungai belakang bangunan panti asuhan yang masih sangat asri. Ada batu-batu besar di bagian sisinya. Air sungainya sangat jernih dan terlihat dangkal. Tapi, airnya cukup deras. Asyik lah untuk rendam-rendam kaki menghilangkan pegal.

Keduanya pun duduk bersisian di salah satu batu. Argi berusaha menjaga jarak aman dari Lastri. Ia pernah dengar dari Ratna kalau gadis ini bukan hanya kaku masalah cinta. Tapi, juga cukup saklek masalah agama. Lihat saja. Dia merendam kaki tanpa melepas kaus kaki.

"Jangan dipikirkan ya ucapan Rahmayanti barusan. Dia memang punya otak. Tapi, tidak jago menggunakannya," hibur Argi.

Lastri tertawa kecil di balik maskernya. "A-ha-ha-ha, tentu saja. Aku sudah biasa kok diledeki karena masalah itu. Sudah kebal."

"Lastri, apa aku boleh menanyakan satu hal? Mungkin ini akan sedikit sensitif," tanya Argi bertampang tidak enak.

"Oh, tenang. Tanya saja apa yang mau kamu tanyakan. Aku sedang tidak mood nabok orang juga," jawab Lastri. Sikap barbarnya tempo hari memang didukung oleh perasaan sumpek ingin segera pulang sekolah saja. Aslinya mah dia "sangat lembut".

"Nama lengkap kamu Nur Jahan Alastriona Mughal Clara Wijaya, 'kan?" tanya Argi sehati-hati mungkin.

"Ya ampun, kamu sungguh hafal nama lengkapku? Aku saja malas mengingat nama sepanjang itu," jawab Lastri geli.

"Apa kamu anggota Rumah Wijaya?" tanya Argi pada akhirnya.

"Hah...?"

[Kalau kamu suka cerita ini jangan lupa masukkan dalam daftar favoritmu untuk mengetahui update terbarunya -.<]

Rumah Wijaya. Apa lagi itu? Di tengah kepungan asri dan rindang pepohonan. Situasi menjadi mencekam untuk keduanya. Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Ikuti terus ceritanya!

Pet/BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang