Sebelum membaca yuk jangan jadi silent reader lagi dan tunjukkan dukungan kalian dengan komen dan...
Ten Codes atau Sandi 10. Merupakan isyarat yang dikembangkan oleh penegak hukum di Amerika Serikat sejak tahun 1937. Tapi, lambat laun kode ini pun terpecahkan oleh publik. Sandi dengan menggunakan angka 10 di depannya ini merujuk pada segala macam situasi bahaya. Misalnya saja untuk sandi 10-187 yang berarti telah terjadi suatu pembunuhan. Atau juga sandi 10-31 yang berarti sedang terjadi suatu kejahatan.
Untuk siswa Smaspede yang dituntut proaktif. Terhadap segala jenis informasi yang bersifat umum di planet ini. Mengetahui hal semacam kode SOS tanda gawat darurat dari seluruh dunia saja jadi hal yang "biasa".
Sepulang sekolah nanti Arta mengajak Lastri bertemu lagi. Untuk membicarakan masalah ini.
Ξ Ξ Ξ
Pukul tiga sore. Bel pulang sekolah SMASU Spebius Deorsa berbunyi nyaring. Membawa angin sejuk bagi kepenatan di otak beberapa siswa. Karena hari ini Lastri sedang tak ada kegiatan di OSIS. Ia pun bergegas untuk memenuhi janjinya menemui Arta.
"Aku duluan ya, Ratna," ucapnya saat berpapasan dengan Ratna di koridor sekolah.
"A-Ah, iya," balas Ratna dengan raut kecewa. Entah kenapa ia merasa bahwa Lastri jadi tak sama seperti dulu. Ia tau kejadian yang habis menimpa gadis itu pasti berpengaruh besar untuknya. Tapi...
Kenapa rasanya kehilangan?
Ξ Ξ Ξ
Lastri janji untuk bertemu dengan Arta di suatu kafe yang berada dekat dengan sekolah mereka. Kafe dengan logo ayam jago (hmm) itu berada di pinggir jalan dan sangat terkenal dengan produk kue keju. Tapi, di sore hari seperti ini biasanya kafe itu sudah tidak begitu ramai. Karena kue yang paling difavoritkan di sana pasti sudah sold out.
Kafe itu bernama Raneysha Café.
Saat Lastri sampai. Arta terlihat dari jendela kafe. Sudah menunggu di salah satu kursi sambil "memainkan" laptop dengan wajah serius.
Kling. Bel di atas pintu berbunyi ketika ada orang yang membukanya. Seorang pemuda pelayan kafe dengan senyum ramah super manis langsung menyambut seperti mbak-mbak Indomei.
"Selamat datang di Raneysha Café. Datang sendiri atau dengan teman?" tanyanya hangat.
"Teman saya sudah menunggu di sini," jawab Lastri. Walau dekat dengan sekolah. Jujur saja Lastri belum pernah pergi ke kafe itu. Sekalipun sudah berkali-kali diajak oleh teman-temannya.
"Sudah lama?" tanya Lastri beranjak duduk di kursi satunya.
Arta masih tampak sok sibuk dengan MSI GL62M 7RDX-1018-nya. Setelah beberapa saat baru ia notis kedatangan Lastri. "Ah, maaf. Aku belum lama, kok. Jam pulang sekolah kita kan sama," jawabnya.
Lastri langsung membatin, nah itu dia. Bagaimana bisa kamu cepat sekali sampai di sini. "Ah, benar juga, ya."
Seolah bisa menebak pikiran Lastri. Arta langsung berkata lagi, "Aku kan ke sini naik motor, Lastri."
Lastri langsung membatin, sepertinya kemampuan otakku akan di-cut 50% setiap aku habis kecelakaan, ya. "Ah, iya juga. Sudah, cepat. Apa yang mau kamu bicarakan?" tanyanya kesal.
Bukannya cepat melakukan permintaan Lastri. Arta malah memanggil seorang waitres. Dan membuat pesanan untuk gadis di hadapannya, "Americano satu dan cake yang sama seperti saya untuk kakak ini."
"Baik, Kak," sahut si waitres ramah dengan tampak sok imut.
"Heh, aku itu tidak suka Americano," protes Lastri yang sangat menggemari gula serta kalori serta lemak serta garam serta nyaris semua yang tidak disukai "sesamanya".
"Aku lupa bertanya minuman apa yang kamu inginkan." Arta membungkukkan sedikit tubuhnya. "Aku sudah bertindak tidak sopan. Tolong maafkan aku."
Glek. Lastri melihat siswa yang sama-sama berasal dari golongan tiga itu aneh. Ini pertama kalinya mereka mengobrol hanya berdua. Sebelumnya pasti bersama anak-anak lain. Saat itu pun sikapnya seperti biasa. Tapi, kali ini ia benar-benar formal.
"Sebenarnya apa lagi yang ingin kamu tau dari kejadian yang nyaris merenggut nyawaku dan Argi itu?" tanya Lastri.
Arta memalingkah wajah ke pemandangan di luar jendela. Menuju pelataran parkir kafe. Ia longgarkan dasi seragam sekolahnya. Ia singsingkan lengan kemejanya. "Firasatku buruk soal keadaan Argi. Gawainya selalu online, tapi tidak pernah bisa dihubungi," ceritanya.
"Apa bukan karena dia sedang sibuk? Kata Ratna saja surat izinnya sudah seperti surat kenegaraan," tanya Lastri.
"Kalau memang begitu... kenapa chat yang aku kirim selalu centang biru?" tanya Arta balik.
Ini sama seperti saat itu, batin Lastri mengingat saat h-baksos. Kalau Arta sebagai sahabat terdekatnya saja bersikap seperti ini. Berarti ini benar-benar situasi yang tidak normal. "Arta..." panggil Lastri.
"Silahkan pesanannya, Kakak," ucap waitres yang tiba-tiba datang memotong ucapan Lastri.
"Ah iya, terima kasih," ucap Lastri reflek.
Waitres itu pergi.
"Ada apa?" tanya Arta.
Lastri langsung mencengkram kepalanya. "Tiba-tiba aku lupa pada apa yang ingin aku katakan," jawabnya.
"Apa kamu pernah mengalami hal yang serupa denganku?" tanya Arta.
"Ah iya, itu. Beberapa hari sebelum baksos juga aku mengiriminya beberapa pesan. Karena dia terlihat sangat antusias pada kegiatannya," jawab Lastri. Merasa tercerahkan.
"Pesan apa?" tanya Arta.
"Hanya pesan untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan vitalitas. Karena acara seperti itu tidak akan cocok untuk anak manja yang selalu bawa bodyguard ke mana-mana," jawab Lastri bersikap sok acuh tak acuh.
"Lastri, sebenarnya..."
[TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikutiku, menambah cerita ini ke perpustakaan/daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote di bab mana saja. Aku sangat menghargai itu dan aku harap kalian terhibur dengan cerita buatanku -.<]
Apa? Apa yang ingin Arta bicarakan sampai mengajak Lastri bicara berduaan di kafe? Apakah menyangkut misteri yang tengah melingkupi kehidupan Argi yang tidak biasa. Ataukah hal lain yang lebih berbahaya?
Ikuti terus ceritanya!
NB: Jangan lupa intip novel Noir yang lain juga, yaa. Terutama yang berjudul "MEDICALOVE: Clamping Horizon" karena itu baru terbit dan membutuhkan banyak dukungan dari kalian para pembacaku tersuuyuung
KAMU SEDANG MEMBACA
Pet/Brother
General FictionDON'T COPY MY STORY! DILARANG PLAGIAT! [BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Sudah bertahun-tahun lamanya Argi hidup sebagai adik sekaligus "peliharaan" kakak laki-lakinya. Dan semua berjalan "baik-baik" saja. Namun, semua berakhir ketika ia terhubu...